Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Tunisia Kais Saied memberhentikan Menteri Agama, Ibrahim Chaibi, setelah puluhan jemaah haji Tunisia meninggal selama ibadah haji tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari reuters.com, pemecatan Menteri Agama Tunisia Brahim Chaibi terjadi akibat kritik luas dari publik setelah banyak warga yang meninggal saat haji. Setidaknya 49 warga Tunisia dilaporkan meninggal dunia akibat panas ekstrem di Arab Saudi selama sepekan terakhir. Beberapa jemaah haji Tunisia bahkan masih mencari anggota keluarga mereka yang hilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kais Saied tidak memberikan alasan atas pemecatan Ibrahim Chaibi. Namun, keputusan itu diumumkan bersamaan dengan berita tentang meninggalnya puluhan jemaah Tunisia di Arab Saudi.
Dilansir dari commonspace.eu, Menteri Agama Chaibi menyatakan bahwa sebagian besar jemaah haji Tunisia yang meninggal dunia melakukan perjalanan ke Arab Saudi menggunakan visa turis, bukan melalui program haji resmi.
Namun demikian, Chaibi tetap mendapatkan kecaman dari warga Tunisia. Ia dituduh mengunggah foto-foto saat melaksanakan ibadah haji meskipun kematian terjadi di kalangan jemaah haji Tunisia.
Profil Kais Saled
Kais Saied lahir pada 22 Februari 1958 di Bani Khiyar, Nabil, Tunisia. Ia merupakan seorang profesor hukum dan politikus Tunisia yang menjabat menjadi presiden sejak 2019. Ia mendapatkan popularitas karena dukungan rakyat Tunisia yang menginginkan perbaikan sistem politik yang tidak efektif.
Dilansir dari english.news.cn, Ia pernah menjabat sebagai sekretaris jenderal Asosiasi Hukum Konstitusi Tunisia dan wakil presiden asosiasi tersebut. Pada 2014, ia menjadi anggota komite ahli yang mengkaji rancangan konstitusi baru. Ia terpilih sebagai Presiden Tunisia pada Oktober 2019.
Dilansir dari aljazeera.com, dalam kampanyenya, ia memposisikan dirinya sebagai warga sipil yang melawan sistem korup, mengusung pemilu tanpa biaya besar dan dengan dukungan dari tim penasihat dan sukarelawan. Pendekatan ini menarik dukungan dari kelompok kiri, Islamis, dan kaum muda.
Pendukungnya mengatakan bahwa ia menghabiskan dana yang sangat sedikit untuk kampanye, hanya setara dengan biaya kopi dan rokok yang ia gunakan saat berinteraksi dengan warga Tunisia, menampilkan dirinya sebagai teladan integritas pribadi.
Setelah terpilih, ia sempat terbelenggu oleh konstitusi yang memberikan presiden kekuasaan langsung hanya atas urusan militer dan luar negeri, sementara pemerintahan sehari-hari diserahkan kepada pemerintah yang lebih bertanggung jawab kepada parlemen.
Pada awal masa jabatan Saied, ketidaksepakatan muncul antara Saied dan parlemen mengenai pemisahan kekuasaan, khususnya kekuasaan eksekutif presiden dan perdana menteri.
Selain itu, tidak ada arbiter yang bisa menjadi penengah: meskipun Mahkamah Konstitusi telah dibentuk untuk menafsirkan konstitusi sebagai tanggapan atas permasalahan yang terjadi, parlemen yang terpecah belah belum menunjuk anggota pengadilan tersebut.
Di tengah pecahnya demonstrasi anti-pemerintah yang disertai kekerasan setelah berbulan-bulan kebuntuan antara presiden dan parlemen, Kais Saied menggunakan kekuatan darurat dan membubarkan parlemen. Pada 2020, ia mendorong referendum konstitusi yang memperkuat posisi kepresidenan.
SUKMA KANTHI NURANI I ALJAZEERA