Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan kepada pemimpin Palestina Mahmoud Abbas bahwa dia membahas proses perdamaian Arab-Israel ketika menelpon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putin mengatakan ini saat bertemu dengan Abbas di Moskow pada Senin malam, 12 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:Putin Telepon Netanyahu: Akhiri Serangan ke Suriah atau...
"Saya baru saja melakukan percakapan telepon dengan Presiden Amerika Serikat, [Donald] Trump," kata Putin kepada Abbas. "Trump menyampaikan yang terbaik untuk Anda."
Baca: Vladimir Putin Bangga Tak Punya Smartphone
Putin memulai pertemuan dengan Abbas sambil menekankan dekatnya hubungan kedua negara. Dia juga mengatakan mendukung bangsa Palestina. Putin mengatakan telah menyampaikan isu ini kepada PM Israel, Benjamin Netanyahu, saat datang baaru-baru ini ke Moskow.
Namun, Abbas menanggapinya dengan dingin dan mengatakan kepada Putin bahwa dia tidak dapat lagi menerima peran Amerika Serikat sebagai satu-satunya mediator dalam pembicaraan dengan Israel karena perilaku Washington. Kantor berita Interfax melaporkan ini dan dilansir media Russia Today.
"Kami menyatakan bahwa mulai sekarang kami menolak untuk bekerja sama dalam bentuk apapun dengan A.S. dalam status mediatornya, karena kami menentang tindakannya," tegas Abbas, seperti yang dilansir Hareetz pada 13 Februari 2018.
Dia justru berharap Rusia dapat mengambil peran lebih besar dalam perundingan damai Israel-Palestina, dengan mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak dapat lagi memainkan peran utama.
Sebelumnya Trump mengatakan kepada Putin bahwa sekarang adalah waktu untuk bekerja menuju perdamaian abadi antara Israel dan Otoritas Palestina.
Pernyataan Trump ini dikeluarkan dalam percakapan telepon pada 12 Februari menjelang pertemuan di Moskow antara Putin dan pemimpin Palestina Mahmud Abbas.
Putin mengatakan bahwa diskusi itu berpusat pada menemukan "pendekatan bersama" untuk menjembatani perbedaan antara Israel dan Palestina.
Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara masa depan mereka. Israel telah mencaplok Yerusalem Timur dan menyatakan seluruh kota sebagai ibukotanya, sebuah langkah yang tidak diakui oleh masyarakat internasional. Abbas berusaha memperkuat posisi Palestina dengan mengamankan dukungan Rusia.
Abbas juga ingin mendapat dukungan mekanisme internasional untuk perundingan perdamaian Timur Tengah untuk menggantikan Amerika Serikat sebagai aktor terdepan.
Seperti Presiden AS terdahulu, Trump tahun lalu menyatakan keinginan untuk menemukan solusi atas konflik 70 tahun, terlepas dari apakah itu berarti solusi "satu negara" atau "dua negara".
Namun pada 6 Desember tahun lalu, Trump melemparkan proses perdamaian ke dalam kekacauan saat dia mengumumkan pengakuan resmi Washington atas klaim Israel mengenai Yerusalem sebagai ibukota.
Palestina mengklaim Yerusalem Timur, yang diduduki Israel, sebagai ibukota negara merdeka di masa depan. Saat ini pemukiman Israel, yang bertentangan dengan resolusi PBB, secara bertahap mencaplok kota dan pinggiran kota.
Langkah ini membuat marah orang-orang Palestina dan lainnya di seluruh dunia Muslim. Para pemimpin Palestina mengatakan Washington tidak bisa lagi berperan sebagai mediator perdamaian di Timur Tengah.
Perjalanan Abbas ke Moskow terjadi dua minggu setelah kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Abbas pada awalnya dijadwalkan bertemu dengan Putin di resor Sochi di Laut Hitam, namun pemimpin Rusia tersebut membatalkan perjalanannya untuk tetap tinggal di ibukota guna memantau perkembangan setelah jatuhnya pesawat penumpang, yang menewaskan 71 orang di pinggiran Kota Moskow pada 11 Februari.