Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Reaksi Warga Gaza atas Pembunuhan Ismail Haniyeh: Marah dan Putus Asa

Ismail Haniyeh tewas terbunuh di kediamannya di Iran kemarin. Kematian pemimpin Hamas ini menimbulkan luka mendalam bagi warga Gaza.

1 Agustus 2024 | 08.08 WIB

Ismail Haniyeh, pemimpin tertinggi Hamas yang hidup dalam pengasingan dan menjadi target pembunuhan Israel usai Hamas melakukan serangan mendadak pada 7 Oktober, tewas dibunuh serangan udara Israel di Teheran, Rabu, 31 Juli 2024.  REUTERS
Perbesar
Ismail Haniyeh, pemimpin tertinggi Hamas yang hidup dalam pengasingan dan menjadi target pembunuhan Israel usai Hamas melakukan serangan mendadak pada 7 Oktober, tewas dibunuh serangan udara Israel di Teheran, Rabu, 31 Juli 2024. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh memantik reaksi keras dari warga Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsian di Deir el-Balah di Jalur Gaza bagian tengah. Mereka mengungkapkan kemarahan, kesedihan dan keputusasaan. Ismail Haniyeh terbunuh pada hari Rabu pagi di kediamannya di Iran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Saleh al-Shannat, 67, yang mengungsi dari Beit Lahiya di Gaza utara mengatakan berita itu menyedihkan. "Ismail Haniyeh adalah seorang pemimpin Palestina, bukan hanya pemimpin Hamas. Ia adalah mantan perdana menteri dalam pemerintahan persatuan Palestina dan seorang pemimpin yang cinta damai. Kehilangannya sangat besar bagi kami," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia merujuk pada bagaimana Haniyeh sempat menjabat sebagai perdana menteri pemerintahan Otoritas Palestina pada 2006. “Palestina kehilangan seorang pemimpin yang hebat,” kata ayah 12 anak itu sambil menitikkan air mata.

Melalui pekerjaannya di komite mediasi yang menyelesaikan pertikaian lokal, al-Shannat bertemu dan mengenal Haniyeh. “Saya mengenalnya secara pribadi,” katanya. “Dia tidak pernah menolak pertanyaan dan selalu berusaha melayani masyarakat dan kepentingan mereka.”

“Israel hanya akan terhalang oleh bahasa kekerasan,” kata al-Shannat. “Israel tidak memahami dialog, perdamaian, atau negosiasi, dan terus melanjutkan perang pemusnahan di Gaza.”

Abdul Salam al-Bik, 47 tahun, yang mengungsi dari lingkungan Zeitoun di Kota Gaza, mengatakan ia terkejut setelah mendengar berita tersebut dan merasa putus asa. “Ismail Haniyeh adalah seorang warga Palestina sebelum ia menjadi seorang pemimpin,” katanya. “Namun pembunuhannya hari ini menjadikannya sebuah statistik di antara banyak orang yang telah menjadi sekadar angka setelah kematian mereka.”

Dunia sudah muak dengan kami...

Ia mengatakan, ia tidak yakin pembunuhan itu akan menyebabkan perubahan apa pun di lapangan atau memajukan upaya untuk mengamankan gencatan senjata. “Membunuh wanita, anak-anak, dan orang tua juga tidak akan mengubah apa pun. Bahkan jika seluruh penduduk Palestina dimusnahkan, tidak ada yang akan pindah,” katanya. “Sebagai warga Palestina, saya merasa dunia sudah muak dengan kami. Rezim Arab dan asing sudah muak dengan berita kami.”

“Kita telah kehilangan pemimpin nasional dan elit masyarakat, dan kita terus kehilangan mereka. Perang ini bukan melawan Hamas. Perang ini melawan semua yang ada di Palestina, bahkan air dan udara yang kita hirup," ujarnya.

Zahwa al-Samouni, 62, yang tinggal bersama keluarganya yang berjumlah 16 orang di kamp darurat, bersedih mendengar kematian pemimpin Hamas itu. “Ismail Haniyeh sangat dekat dengan masyarakat sebelum ia meninggalkan Gaza menuju Qatar. Ia orang yang cinta damai, bergaul dengan masyarakat di jalan, berbagi suka dan duka, dan kami sering melihatnya di masjid,” katanya.

“Dia akan menyapa kami saat berjalan di tepi pantai di pagi hari. Kami tidak pernah merasa bahwa dia adalah pemimpin yang jauh.”

Meskipun dia tidak mendukung Hamas, al-Samouni percaya bahwa pembunuhan Haniyeh adalah “kerugian bagi semua warga Palestina”.

"Ada dugaan bahwa ia hidup nyaman dengan keluarganya di Qatar dan Turki, dan mereka pergi, meninggalkan Gaza dan penduduknya, tetapi kami terkejut bahwa tiga putranya dan empat cucunya (tewas) dalam pemboman Israel selama perang, membuktikan bahwa rumor tersebut salah. Sekarang, ia menjadi sasaran," katanya.

“Israel tidak membedakan antara pemimpin, pejuang, atau warga sipil. Saya warga sipil yang terusir, dan saya bisa menjadi sasaran kapan saja.”

Al-Samouni mengimbau masyarakat internasional untuk mengambil tindakan guna menghentikan perang Israel di Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober dan telah menewaskan sedikitnya 39.445 warga Palestina. “Sudah cukup semua yang terjadi. Ini tidak akan berhenti pada Haniyeh atau siapa pun. Ini akan terus berlanjut sampai kita semua musnah.”

Foto Haniyeh yang dibingkai di tengah reruntuhan rumahnya di Gaza mengingatkan warga Palestina akan kematian dan kehancuran yang diakibatkan oleh perang yang telah berlangsung selama 10 bulan. Harapan gencatan senjata kian dengan Israel kian tipis karena Hamas dan Iran bersumpah untuk membalas dendam atas pembunuhannya.

"Dunia sekarang harus memahami bahwa Israel tidak menginginkan gencatan senjata atau berakhirnya perang," kata penduduk Gaza Salah Abu Rezik.

Haniyeh telah memimpin kelompok militan tersebut sejak 2017 dan telah berpindah-pindah antara Qatar dan Turki karena para pemimpin garis keras kelompok tersebut di Gaza bersembunyi dari serangan militer Israel. Serangan udara Israel baru-baru ini menargetkan kepala militer Hamas Mohammed Deif, yang telah selamat dari sedikitnya tujuh upaya pembunuhan. 

Beberapa warga Palestina di Gaza mengatakan pembunuhan Haniyeh membuat prospek berakhirnya perang menjadi semakin jauh.
Pembunuhannya memicu kegelisahan tentang perang Timur Tengah yang lebih luas dan lebih kompleks karena Hizbullah di Lebanon yang didukung Iran dan Israel saling tembak di perbatasan mereka dan milisi Houthi di Yaman menyerang kapal-kapal yang memiliki hubungan dengan Israel di Laut Merah dan perairan lainnya.

"Jika Iran tidak menyerang Israel, saya dapat katakan Iran mengkhianati Haniyeh," kata warga Gaza, Rasha Ali, 40 tahun.

Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dibunuh di Iran setelah menghadiri pelantikan presiden baru negara itu, Rabu pagi 31 Juli 2024. Hamas menyalahkan serangan udara Israel atas kematiannya. Garda Revolusi paramiliter Iran mengatakan pihaknya sedang menyelidiki serangan itu dan belum mengatakan bagaimana serangan itu terjadi.

Hamas mengatakan Haniyeh terbunuh dalam serangan udara Zionis di kediamannya di Teheran” setelah dia menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada Selasa, bersama dengan pejabat Hamas lainnya dan pejabat dari Hizbullah dan kelompok sekutunya.

Dewi Rina Cahyani

Dewi Rina Cahyani

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus