Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Resolusi Sengketa Laut Cina Selatan Alami Kemajuan, seperti Apa?

Upaya penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan mengalami kemajuan dengan disetujuinya kerangka kerja oleh sejumlah negara, yang terlibat.

20 Maret 2018 | 14.36 WIB

Nelayan Filipina tengah memancing ikan di dekat kapal besar Cina, Vessel di dekat Scarborough Shoal di laut Cina Selatan, 5 April 2017. Pemerintah Cina membiarkan nelayan Filipina untuk mengambil ikan di sekitar Laut Cina Selatan pulang karang yang berada di Filipina Utara. REUTERS
Perbesar
Nelayan Filipina tengah memancing ikan di dekat kapal besar Cina, Vessel di dekat Scarborough Shoal di laut Cina Selatan, 5 April 2017. Pemerintah Cina membiarkan nelayan Filipina untuk mengambil ikan di sekitar Laut Cina Selatan pulang karang yang berada di Filipina Utara. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sengketa Laut Cina Selatan mengalami perkembangan positif dengan tercapainya sebuah kesepakatan kerangka kerja. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri, Siswo Pramono, mengatakan kerangka kerja itu ibarat daftar isi dalam sebuah buku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Frame work atau kerangka kerjanya sudah ketemu, sudah sepakat jadi saya rasa ini adalah sebuah langkah maju. Jadi, sekarang ini kita tinggal mengisi detail-detail kerangka kerja tersebut, yang masih harus dirundingkan terus dengan negara-negara yang terlibat sengketa laut Cina selatan,” kata Siswo, Senin, 19 Maret 2018 kepada Tempo di Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Kapal perang Inggris HMS Sutherland berlayar ke Laut Cina Selatan untuk peringatkan Beijing tentang kebebasan berlayar di perairan yang dipersengketakan Cina dan beberapa negara.

 

Semua negara-negara yang bersengketa, menurut Siswo, sudah berkomitmen untuk melakukan perundingan mengenai code of conduct. Negara-negara yang terlibat dalam sengketa laut Cina selatan adalah Filipina, Malaysia,  Vietnam, Brunei Darusalam, Cina dan Taiwan.    

Terkait sikap Manila yang ingin mengelola laut Cina selatan atas nama perusahaan, bukan negara, Siswo enggan mengomentari. Dia hanya menekankan, Indonesia selama 30 tahun terakhir sudah menyelenggarakan workshop laut Cina selatan dan banyak bekerja sama dengan lembaga non-pemerintah dalam workshop ini. Malaysia pun melakukan hal sama, diantaranya menggelar workshop mengenai para penegak hukum di Laut Cina Selatan.  

“Yang penting, apapun bentuk kerja samanya harus saling membangun sikap saling percaya, bukan sikap curiga. Intinya di situ, tetapi detailnya masing-masing negara memiliki pola sendiri-sendiri. Sudah ada juga Declaration Of Conducts dalam laut Cina selatan, ya, itu saja dipedomani. Di situ sudah ada poin-poinnya seperti apa kerja samanya,” kata Siswo.  

Pada prinsipnya semua komunikasi dalam sengketa Laut Cina Selatan harus terbuka. Sebagian besar negara yang terlibat dalam sengketa LTS adalah anggota UNCLOS. Maka jika bicara wilayah teritorial, maka hal itu sudah diatur UNCLOS, termasuk bagaimana memberikan akses pada kapal-kapal negara lain untuk bisa masuk ke wilayah perairan suatu negara. UNCLOS sering disebut pula konvensi hukum laut internasional atau hukum perjanjian laut.  

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus