Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Abdu Rahman, pengungsi Rohingya yang tinggal Sigli, Pidie, Aceh, merespons soal ujaran kebencian terhadap rekan sesama etnis Rohingya yang pernah ramai dikampanyekan lewat media sosial. Abdu menuturkan saat gelombang pengungsi Rohingya datang ke Aceh pada Desember 2023, dia dan rombongan sempat berhadapan dengan demonstrasi mahasiswa. Saat itu, dia juga mengaku telah mendapatkan kabar penolakan senada bergaung di sejumlah tempat lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Meski begitu, saya harap semua itu telah diselesaikan dengan baik oleh pemerintah Indonesia," kata Abdu Rahman saat menghadiri diskusi secara virtual di kanal YouTube Tempo, Senin, 4 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abdu juga menyampaikan harapannya agar masalah serupa dapat diselesaikan dengan baik oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), International Organization for Migration (IOM), dan pemerintah Aceh. Abdu berharap Indonesia bersama UNHCR dan IOM mau meningkatkan kualitas hidup dan akses fasilitas untuk para pengungsi Rohingya. Sebab kehadiran etnis Rohingya di Indonesia hanya untuk berlindung dari kondisi konflik di negara bagian Rakhine, Myanmar.
"Begitu Tanah Air kami aman, kami ingin kembali ke sana," ucap Abdu.
Pada Desember 2023, ratusan pemuda yang mengikuti Aksi Mahasiswa Tolak Pengungsi Rohingya mengangkut paksa para imigran tersebut dari tempat penampungan sementara di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA) untuk dipindah ke kantor Kemenkumham Aceh. Awalnya, massa merangkak masuk ke basement tempat pengungsi etnis Rohingya itu ditempatkan. Jarak massa dari tempat pengungsi Rohingya hanya berkisar 40 meter.
Mulanya, massa hanya berorasi menyuruh para pengungsi keluar. Namun, saat koordinator lapangan mahasiswa bernegosiasi dengan petugas, massa yang berada di belakang langsung berlari menuju ke arah tempat etnis Rohingya.
UNHCR menyatakan sikap prihatin dengan serangan massa itu dan mengatakan kekerasan terhadap para pencari suaka itu bukanlah suatu tindakan yang terisolasi. Namun merupakan hasil dari kampanye online terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi, dan ujaran kebencian terhadap pengungsi.
Badan Pengungsi PBB itu pun mengimbau masyarakat Indonesia untuk memeriksa ulang semua informasi tentang pengungsi Rohingya yang tersedia secara online. Pasalnya, menurut mereka, banyak di antaranya yang diputarbalikkan atau keliru, dengan gambar yang dibuat oleh kecerdasan buatan, dan ujaran kebencian yang disebarkan melalui akun bot. Kampanye kebencian menyerang pihak berwenang, masyarakat setempat, pengungsi, dan pekerja kemanusiaan hingga dapat membahayakan nyawa.
Pilihan edditor: Hizbullah Terdesak, Gencatan Senjata Diharapkan Segera Tercapai
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini