Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SRINAGAR - Ribuan mahasiswa dan wisatawan dievakuasi dari Kashmir sejak akhir pekan lalu. Dengan alasan keamanan, pemerintah India meminta wisatawan dan peziarah Hindu yang mengunjungi sebuah kuil di Himalaya untuk "mengurangi masa tinggal mereka" di wilayah yang disengketakan dengan Pakistan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama 45 hari setiap tahun, ribuan penganut Hindu dari seluruh India melakukan perjalanan ke Gua Amarnath yang suci di kawasan yang terletak di antara pegunungan Himalaya di Kashmir selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perintah evakuasi semakin diintensifkan setelah India mengumumkan akan mengirim ribuan anggota pasukan ke Kashmir. Ribuan orang India dan wisatawan asing, termasuk peziarah Hindu, berkumpul di terminal utama Bandar Udara Srinagar untuk segera keluar dari daerah itu. Seorang petugas mengatakan tidak semua orang mendapatkan tiket, tapi pihak berwenang sudah menambah jadwal penerbangan.
Kantor berita The Press Trust of India (PTI) kemarin melaporkan Angkatan Udara India menerbangkan 364 wisatawan keluar dari Srinagar, pusat kota Kashmir. PTI menambahkan, sudah ada 11.301 wisatawan yang meninggalkan kota itu, sementara 1.652 orang masih tertahan di sana.
Para wisatawan dan peziarah juga menggunakan bus untuk keluar dari Kashmir setelah pihak berwenang mendatangi hotel-hotel di destinasi wisata di Pahalgam dan Gulmarg pada Jumat petang lalu. Mereka diberi tahu untuk pergi dari Kashmir.
Pihak berwenang India juga mengeluarkan ribuan mahasiswa India dari beberapa universitas di Srinagar. Perintah untuk keluar dari Kashmir menyebutkan "situasi keamanan yang berlaku" dan "laporan intelijen terbaru tentang ancaman teror dengan sasaran spesifik" terhadap peziarah Hindu menjadi alasan langkah ini.
Beberapa pemerintahan juga mengeluarkan perintah larangan berpergian yang serupa. Pada Kamis lalu, pemerintah India menunda ziarah selama empat hari dengan alasan cuaca buruk. Sejak 1 Juli, 300 ribu orang melakukan ziarah ke kuil di Himalaya.
Perintah itu dikeluarkan beberapa hari setelah India mengerahkan 10 ribu anggota pasukan tambahan pekan lalu dan 25 ribu lainnya dikerahkan ke daerah itu.
Seorang pejabat senior kepolisian, yang tidak bersedia namanya disebutkan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa polisi telah diberi tahu untuk tetap siap menghadapi "situasi hukum dan ketertiban besar-besaran". "Dan kami siap," kata dia.
Manjit Singh, seorang tukang kayu dari Negara Bagian Uttar Pradesh yang telah bekerja selama sembilan tahun di Kashmir, juga memilih untuk pulang. "Saya sebetulnya tidak khawatir, tapi peringatan pemerintah memicu kepanikan sehingga keluarga memaksa saya untuk pulang."
Ketegangan ini dipicu oleh keputusan New Delhi untuk mencabut ketentuan dalam konstitusi yang melarang warga India dari luar Kashmir untuk membeli tanah di wilayah tersebut. Dalam kampanye pemilihan umum awal tahun ini, Perdana Menteri Narendra Modi berjanji untuk mencabut hak-hak istimewa Kashmir dari konstitusi India.
"Sepertinya mereka ingin mengambil semua ruang dan menindas orang-orang di sini. Mereka tidak peduli dengan orang lagi. Mereka hanya mengkhawatirkan tanah dan sumber dayanya," ujar seorang siswa, Nusrat Qadir.
Senjata polisi di Kashmir dilucuti dan militer India mengambil alih bangunan kepolisian. Sekolah-sekolah di wilayah itu juga ditutup. Pada Jumat malam, warga Srinagar dan kota-kota di sekitarnya memadati toko bahan makanan dan obat untuk menimbun persediaan makanan dan obat-obatan. Mereka antre di depan mesin ATM untuk mengambil uang tunai dan di pom bensin untuk mengisi penuh bahan bakar kendaraan mereka.
Situasi di Garis Kontrol yang memisahkan India dan Pakistan di Kashmir semakin memanas. Hal itu terjadi setelah Pakistan menuduh India menggunakan bom tandan untuk menyerang warga sipil dan membunuh dua orang.
PTI | AL JAZEERA | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo