SEORANG polisi berkuda, seuang patroli di Great Slave Lake,
Wilayah Barat Laut Kanada, Selasa siang, 24 Januari lalu.
Dilihatnya benda angkasa seperti 'bintang berekor' melintas di
ufuk barat. Berkelebatan sepintas, lantas menghilang.
Peristiwa tengah hari di padang tundra bersalju itu sempat
menggegerkan dunia Barat sampai dua minggu kemudian. Soalnya,
apa yang tampak seperti 'bintang berekor' di mata polisi berkuda
itu jauh lebih berarti di layar radar AS dan Kanada: Sebuah
satelit matamata Uni Soviet, yang sudah mengalami gangguan dalam
lintasannya sejak Desember silam. Dikhawatirkan, satelit itu
akan jatuh ke bumi - yang bukan wilayah Soviet. Ini berbahaya.
Satelit berlintas polar yang hanya sebesar pesawat TV itu
dijalankan oleh reaktor nuklir, dengan bahan bakar sebanyak 45
Kg Uranium 235.
Seandainya sempat terbakar ketika melintasi atmosfir bumi, U 235
atau plutonium yang merupakan sisa reaksi nuklirnya dapat
mencemari angkasa dengan debu radio-aktifnya yang sama hebatnya
dengan lima bom Atom (8 Kg plutonium cukup untuk membuat satu
bom atom). Makanya, ketika satelit itu sama sekali kehilangan
tekanan dalamnya dan mulai anjlok ke bumi 6 Januari lalu,
penasehat pertahanan Presiden Jimmy Carter, Zbigniew Brzezinski
mulai gencar berkomunikasi dengan Dubes Uni Soviet di Washington
D.C., Anatoli Dobrynin. Namun sampai 19 Januari, Dubes Dobrynin
masih meneruskan pesan atasannya di Kremlin maupun pusat
antariksa Soviet Baykonur, "tak ada bahaya ledakan nuklir."
Lalu, terjadilah peristiwa yang menakutkan itu. Selasa jam 12
waktu setempat, satelit Cosmos 954 itu meledak di atas Pulau
Queen Charlotte di lepas pantai barat Kanada, dan sisa-sisanya
tne luncur sampai hancur di Great Slave Lake.
Kepada pers Brzezenski maupun Menhan Kanada Barney Dawson,
keduanya sudah senada: "tak ada alasan untuk histeris," sebab
"daerah di mana satelit terbakar tak berpenduduk," dan
"kemungkinan kecil sekali pencemaran akan terjadi."
Dipotret
Uni Soviet, sejak Desember 1967, Sur dah meluncurkan 10-l S
satelit mata-mata bertenaga nuklir seri Cosmos tersebut. Jadi
Cosmos 954 itu - yang pertama kalinya dilaporkan mengalami
cedera--sudah yang ke-II atau bahkan yang ke-16. Reaktor nuklir
satelit seri Cosmos itu, gunanya untuk menjalankan sistim
radarnya yang perlu tenaga besar.
Umur satelit begini, tadi-tadinya memang hanya dua bulan.
Sesudah itu tenaganya habis. Selanjutnya satelit bekas itu
dengan isyarat dari bumi pecah jadi tiga, sementara bagian yang
bensin reaktor nuklir itu ditembakkan ke orbit tinggi, 620 mil
(hampir 1000 Km) di mana sisa satelit itu akan terus
berpusing-pusing selama S-10 abad sembari menghabiskan sisa
pengaruh radio-aktifnya.
Cosmos 954, diluncurkan dari Baykonur di negara bagian Kaakh,
dekat laut Aral, 18 September 1977. Seperti para pendahulunya
satelit mata-mata ini berlintasan polar. Artinya, tidak
mengitari bumi di atas katulistiwa seperti satelit komunikasi
Palapa atau Intelsat -- tapi memotong bidang katulistiwa dan
melintasi kutub utara. Nah, seri (osmos ini mengorbit pada
ketinggian 150 mil (hampir 300 Km) arah timur laut dengan sudut
inklinasi 55ø.
Dengan periode (waktu mengitari bumi) hanya 11 jam lebih,
satelit itu dapat memandang tempat yang berbeda di muka bumi,
beberapa kali sehari. Sebab setiap kali orbitnya telah bergeser
sekitar 2.000 Km ke arah timur di garis katulistiwa. Dengan
demikian setiap daerah AS--termasuk Hawaii, Guam dan
Alaska--dapat dipotretnya. Hanya Kutub Selatan, Kanada paling
utara, Skandinavia dan Greenland yang tak dijangkaunya.
Nah, pada ronde yang naas itu, menurut sumber-sumber intelijen
Barat, Cosmos 954 baru saja melintasi Samudera Pasifik dan
sedang menuju Alaska ketika satelit itu menyentuh lapisan udara
rapat dan mulai terbakar di atas Pulau Ratu Charlotte.
Diakui oleh kantor berita resmi Uni Soviet, Tass, bahwa insiden
itu terjadi "di luar daerah kontak radio dengan sistim
pengendali Soviet." Dengan kata lain: para pengendali Cosmos di
Baykonur tak mampu lagi mengamankan Cosmos 954 dengan
menembakkannya ke orbit tinggi. Tapi mereka membantah bahwa
satelit itu digunakan untuk memata-matai gerak-gerik Armada
Angkatan Laut AS. Menurut Tass, Cosmos 954 adalah satelit
"ilmiah," sebagai bagian dari program Uni Soviet "menyelidiki
dan memanfaatkan ruang angkasa."
Radiasi
Ilmiah atau pun militer, Kanada dan AS tampaknya tak mau ambil
risiko dengan pencemaran radio-aktifnya. Sebuah pesawat Hercules
C-130 dengan sensor radio-aktif diterbangkan rendah di atas
daerah Kanada, sementara di ketinggian pesawat pengintai U-2
dikerahkan untuk mencari jejak-jejak debu radio-aktif. Juga
sisa- reruntuhan satelit atom itu berusaha ditemukan, sebab
menurut perjanjian internasional Kanada wajib memulangkannya ke
Uni Soviet. Tapi sementara reruntuhan satelit itu sampai minggu
lalu belum ditemukan, pesawat Hercules Kanada itu menemukan
radiasi di darat yang lebih tinggi dari pada derajat radiasi
alamiah.
Di luar kedua negara Amerika Utara yang sedang repot itu,
kekhawatiran sudah mulai disuarakan oleh Jerman, Denmark, dan
Jepang. Hein Kaminski, Direktur Observatorium Bochum di Jerman
Barat mengatakan, bahwa ada ba ya awan debu radio-aktif yang
sukar diramalkan akan terbang ke mana dan jatuh di mana. Di
Kopenhagen, ahli antariksa Denmar Henrik Stub mengatakan bahwa
"manuver pembuangan uranium dalam Cosmos 954 telah gagal." Dia
juga mengingatkan kembali, bahwa tahun 1970, satelit Apollo-13
yang ditembakkan Amerika menuju bulan, telah meledak dan jatuh
di Samudera Pasifik berikut muatan plutoniumnya. Juga Jepang
telah menyampaikan protesnya, sebab dikhawatirkan bahwa satelit
Cosmos 954 yang macet itu sempat melintasi atmosfir Jepang
sebelum jatuh terbakar di atas Kanada.
Tass, belum terdengar lagi komentarnya terhadap protes Jepang
dan Eropa. Tapi dari Gedung Putih, seorang jurubicara
kepresidenan Jill Schuker menandaskan bahwa AS akan mengajak Uni
Soviet merundingkan cara-cara menghadapi insiden serupa di masa
mendatang. Khususnya menghacapi sidang Komisi Antariksa PBB
tahun ini yang diperkirakannya pasti akan memperdebatkan bahaya
jatuhnya satelit-satelit bertenaga nuklir melalui atmosfir bumi.
Betul juga. Dari Jenewa, para pengamat masalah nuklir
mengungkapkan bahwa "memang tak ada larangan bagi satelit untuk
membawa bahan bakar radio-aktif." Yang dilarang hanyalah:
membawa senjata atom. Tapi dalam mukadimah Perjanjian Moskow 5
Agustus 1963, begitu mereka mengingatkan, AS, US dan Inggeris
telah sepakat "mengakhiri pencemaran lingkungan hidup manusia
dengan zat-zat radioaktif."
AS sendiri, memang tak dalam posisi mengecam Uni Soviet. Sebab
negeri itu pun punya satelit mata-matanya, seperti dari jenis
Midas. Dan satelit mata-mata, umumnya lebih menyenangi lin tasan
polar yang rendah (sampai 35 Km). Nah, kalau satelit begini
masih diizinkan memakai tenaga nuklir--apalagi dalam era satelit
kontra satelit seperti sekarang ini--untuk tenaga penggeraknya
ditambah sumber enerji radarnya, maka bahaya pencemaran
radioaktif di atmosfir akan tetap terbuka. Bahaya ini memang
jauh lebih besar pada satelit militer ketimbang satelit
komunikasi sipil. Sebab satelit komunikasi--yang umumnya berada
di atas katulistiwa, pada ketinggian 36 ribu Km--tak perlu
tenaga besar. Sembari membonceng pada tenaga gravitasi dan
rotasi bumi sendiri, isyarat-isyarat telkom cukup diperkuat
dengan tenaga matahari.
Tapi, badan manakah di dunia mampu melarang atau menghapuskan
penggunaan satelit militer bertenaga nuklir yang terbang rendah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini