Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Selandia Baru Siapkan Aturan Pembatasan Senjata

Otoritas Australia menyelidiki kediaman keluarga pelaku penembakan di Christchurch.

19 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WELLINGTON - Kabinet Selandia Baru kemarin menyepakati perubahan undang-undang senjata api menyusul serangan teror terhadap dua masjid di Kota Christchurch pada Jumat pekan lalu. Lima puluh orang tewas dan puluhan lainnya cedera dalam penembakan ganda tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan akan mengumumkan reformasi hukum senjata secara rinci dalam beberapa hari. Tidak ada rincian spesifik yang diberikan oleh Ardern, tapi dia mengatakan akan menjelaskannya pada 25 Maret.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dalam 10 hari sejak tindakan terorisme yang mengerikan ini, kami akan mengumumkan reformasi yang saya percaya akan membuat komunitas kita lebih aman," kata Ardern dalam jumpa pers, kemarin.

Ia muncul bersama mitra koalisinya dan Wakil Perdana Menteri Winston Peters, yang sebelumnya dilaporkan menentang perubahan aturan tersebut. Peters mengatakan sepenuhnya mendukung Perdana Menteri dalam masalah ini. "Kenyataannya adalah bahwa setelah pukul 13.00 pada Jumat lalu, dunia kami berubah selamanya dan begitu pula hukum kami."

Brenton Harrison Tarrant, teroris kulit putih asal Australia, didakwa dengan pembunuhan atas serangan terburuk dalam sejarah Negeri Kiwi tersebut. Polisi mengatakan pria berusia 28 tahun itu menggunakan senjata serbu gaya militer yang dimodifikasi untuk menjadikannya lebih mematikan dalam serangan itu. Adapun semua senjata itu legal menurut undang-undang saat ini.

Ardern juga mengumumkan bahwa penyelidikan akan melihat ke arah menjelang serangan dan apa yang mungkin dilakukan secara berbeda. Pada akhir pekan lalu, dia mengatakan tersangka memiliki lima senjata serta memiliki lisensi senjata, yang diperoleh pada November 2017. Tarrant tidak memiliki catatan kriminal dan tidak pernah berada dalam radar dinas keamanan di Selandia Baru ataupun Australia.

Beberapa jam sebelum jumpa pers Perdana Menteri, pengecer senjata Gun City mengakui telah menjual empat senjata kepada Tarrant secara online. Namun ia menegaskan tidak menjual senjata bertenaga tinggi yang digunakan dalam penembakan di kedua masjid.

"MSSA, senapan otomatis bergaya militer, yang dilaporkan digunakan oleh pria bersenjata itu, tidak dibeli dari Gun City," kata David Tipple, direktur perusahaan itu, dalam jumpa pers di Christchurch. Ia menambahkan hanya menjual senjata kategori-A kepada pelaku.

Di bawah undang-undang senjata negara itu, senjata kategori-A dapat berupa semi-otomatis tapi terbatas hanya untuk tujuh tembakan. Cuplikan video dari serangan-serangan menunjukkan teroris itu menggunakan magasin lebih besar, yang juga tersedia secara legal.

Diperkirakan ada 1,5 juta senjata api milik pribadi di negara ini. Sejak serangan itu, ada seruan agar senjata semi-otomatis dilarang, sebuah peraturan yang ada di Australia dan Kanada. Upaya sebelumnya untuk memperketat undang-undang senjata gagal karena lobi senjata yang kuat dan budaya berburu.

Dalam kesempatan terpisah, kepolisian Australia menggeledah dua rumah sebagai bagian dari penyelidikan atas serangan terhadap dua masjid di Christchurch. Adapun Tarrant berasal dari Kota Grafton, 600 kilometer sebelah utara Sydney.

Pihak berwenang di Negara Bagian New South Wales mencari properti tak dikenal di pinggiran dekat Pantai Sandy dan Lawrence, kemarin. "Tujuan utama tindakan ini adalah untuk secara resmi mendapatkan bahan yang dapat membantu kepolisian Selandia Baru dalam penyelidikan yang sedang berlangsung," kata polisi New South Wales.

Media Australia melaporkan bahwa salah satu rumah yang digeledah adalah milik saudara perempuan Tarrant. Dua anggota keluarga Tarrant di Grafton mengatakan kepada media bahwa mereka "terkejut" oleh penembakan itu. "Kami sangat berduka untuk keluarga korban, baik yang tewas maupun terluka," tutur paman pelaku, Terry Fitzgerald, kepada Nine News pada Ahad lalu.

Dilansir dari New Zealand Herald, sejak muncul di Pengadilan Selandia Baru pada akhir pekan lalu, pelaku memecat pengacaranya dan berencana mewakili dirinya sendiri di pengadilan dalam sidang pada 15 April mendatang.

"Apa yang tampak jelas bagi saya adalah dia sangat jelas dan jernih meskipun aksi ini mungkin tampak seperti perilaku yang sangat tidak rasional," kata mantan pengacaranya, Richard Peters, kepada surat kabar itu. REUTERS | NEW ZEALAND HERALD | BBC | SITA PLANASARI AQUADINI


Imbauan Serahkan Senjata

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern meminta pemilik senjata yang berpikir untuk menyerahkan senjata mereka agar tak ragu melakukannya. "Saya sangat percaya bahwa sebagian besar pemilik senjata di Selandia Baru akan setuju perubahan perlu terjadi," kata dia dalam jumpa pers, kemarin.

John Hart, seorang petani dan kandidat Partai Hijau dari Masterton, mengatakan melalui Twitter, kemarin, bahwa ia telah menyerahkan senapan semi-otomatisnya. "Saya adalah salah satu warga yang memiliki senapan semi-otomatis. Di pertanian, senjata itu adalah alat yang berguna dalam beberapa keadaan, tapi kenyamanan saya tidak lebih penting daripada risiko penyalahgunaan. Kami memastikan #NeverAgain."

Pasar online teratas Selandia Baru, Trade Me Group, menyatakan menghentikan penjualan senjata semi-otomatis setelah serangan pada Jumat lalu. Selandia Baru, negara yang hanya berpenduduk 5 juta orang, diperkirakan memiliki 1,5 juta senjata api.

Seperti dilaporkan New Zealand Radio, berdasarkan data polisi, terdapat lebih dari 99 persen orang yang mengajukan izin senjata api pada 2017 dan berhasil memilikinya. Lisensi senjata api kategori-A Selandia Baru dikeluarkan setelah pemeriksaan oleh polisi, juga latar belakang. Hanya pemilik senjata api yang dilisensikan, bukan senjata, jadi tidak ada pemantauan berapa banyak senjata yang dimiliki seseorang.

Namun kejahatan dengan kekerasan jarang terjadi di Selandia Baru dan polisi biasanya tidak membawa senjata. Sebelum peristiwa pada Jumat lalu, penembakan massal terburuk di Selandia Baru terjadi pada 1990 ketika seorang pria menewaskan 13 laki-laki, perempuan, dan anak-anak dalam serangan di desa tepi laut Aramoana. Pelaku kemudian dibunuh oleh polisi. REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus