Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sengketa Perbatasan Ambalat Belum Tuntas

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menegaskan bahwa sengketa Ambalat belum tuntas setelah perjanjian dengan Jokowi.

25 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Malaysia menyatakan sengketa perbatasan Ambalat belum tuntas.

  • Partai Gerakan Maju dan Pheu Thai berunding untuk membentuk pemerintahan baru Thailand.

  • Perempuan Jerman anggota ISIS dihukum penjara dalam kasus perbudakan kaum Yazidi.

Malaysia

Sengketa Perbatasan Ambalat Belum Diselesaikan

PEMERINTAH Malaysia menyatakan perjanjian mengenai perbatasan maritim dengan Indonesia telah menimbang pandangan para ahli dari Kementerian Luar Negeri dan lembaga lain. Perjanjian mengenai perbatasan di Selat Malaka dan Laut Sulawesi itu ditandatangani Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dan Presiden RI Joko Widodo pada Kamis, 8 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Malaysia menegaskan bahwa kesepakatan itu tidak mencakup zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen kedua negara. "Dengan kata lain, kesepakatan itu tidak mencakup wilayah yang disebut Malaysia sebagai Blok ND6 dan Blok ND7 atau disebut Indonesia sebagai Ambalat," begitu menurut Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam pernyataannya pada Selasa, 20 Juni lalu. Ambalat adalah kawasan seluas sekitar 15 ribu meter persegi yang kaya minyak di Laut Sulawesi. "Dengan demikian, klaim yang dibuat pihak-pihak tertentu (mengenai Ambalat) tidak berdasar."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya sempat tersebar kabar bahwa kesepakatan itu mengakhiri sengketa kedua negara selama 18 tahun mengenai Ambalat. Namun, dalam jawabannya kepada parlemen, Perdana Menteri Anwar menegaskan bahwa sengketa Ambalat itu belum diselesaikan dan Malaysia tetap teguh pada klaimnya di Laut Sulawesi dan bagian paling selatan Selat Malaka.



Thailand

Ribut-ribut Membentuk Pemerintahan Baru

KOMISI Pemilihan Umum Thailand telah mengesahkan hasil pemilihan umum legislatif pada Senin, 19 Juni lalu. Keputusan ini membuka jalan bagi partai pemenang pemilu untuk mulai membentuk pemerintahan baru.

Partai Gerakan Maju (Move Forward) pimpinan Pita Limjaroenrat meraih jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat terbanyak pertama dengan 151 kursi. Posisi kedua dipegang Pheu Thai pimpinan Paetongtarn Shinawatra, putri bungsu mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, dengan 141 kursi. Kedua partai itu bersama enam partai lain telah membentuk koalisi yang menguasai 313 dari total 500 kursi DPR, jumlah yang cukup untuk membentuk pemerintahan baru.

Kandidat perdana menteri, dan pemimpin Move Forward Party Pita Limjaroenrat, di Bangkok, Thailand, 14 Mei 2023. Reuters/Jorge Silva

Pita Limjaroenrat dipastikan akan diajukan sebagai calon perdana menteri. Namun formasi lain di pemerintahan baru nanti masih belum jelas. Anggota parlemen dari Pheu Thai menghendaki kursi Ketua DPR dipegang partainya. "Gerakan Maju akan memimpin cabang eksekutif, tapi terlalu banyak bila mereka juga memegang pos Ketua DPR," kata Adisorn Piengkes, legislator Pheu Thai, dalam sebuah seminar partai di Bangkok, Rabu, 21 Juni lalu, seperti dikutip Bangkok Post.

Phumtham Wechayachai, Wakil Ketua Pheu Thai, memimpin tim negosiator yang merundingkan alokasi kursi kabinet dengan Gerakan Maju. Menurut dia, dalam perundingan itu ia mengusulkan partainya dan Gerakan Maju masing-masing mendapat 14 kursi di kabinet dan Gerakan Maju memegang kursi perdana menteri. Perundingan itu belum mencapai kata sepakat.


Jerman

Anggota ISIS Dipenjara karena Perbudakan

PENGADILAN Koblenz di Jerman menjatuhkan vonis sembilan tahun penjara kepada perempuan Jerman anggota kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang disebut sebagai “Nadine K” pada Rabu, 21 Juni lalu. Dia dinyatakan bersalah telah memperbudak seorang perempuan Yazidi, terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, dan menjadi anggota organisasi teroris asing. Kaum Yazidi adalah penganut agama Persia kuno yang banyak tinggal di Irak dan Suriah.

Menurut BBC, Nadine telah memperbudak perempuan Yazidi itu selama tiga tahun saat bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak. Dia juga mendorong suaminya untuk memperkosa dan memukuli perempuan itu. "Semua ini memenuhi tujuan yang dinyatakan ISIS, yakni untuk menghapus kepercayaan Yazidi," ujar jaksa penuntut di persidangan.

Saat menyerbu Irak utara pada 2014, ISIS mempersekusi kaum Yazidi. Orang-orang Yazidi berusaha melarikan diri ke berbagai negara, tapi banyak yang terbunuh. Sekitar 7.000 perempuan dan gadis ditangkap dan diperbudak.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus