Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Imam Masjid Rawdah, Mesir, Imam Mohamed Abdelfatah, mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan pada Jumat, 24 November 2017, lebih dari 300 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketika pertistiwa itu berlangsung, jelas Imam Mohamed, dia sedang menyampaikan khutbah Jumat di depan sekitar 500 jamaah yang sedang mendengarkan isi ceramah dengan ta'zim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kelompok militan bersenjata melancarkan serangan ke Masjid Al Rawdah di Bir Al-Abed, sekitar 80 kilometer sebelah barat Kota Arish, Provinsi Sinai, Mesir, Jumat, 24 November 2017. AFPTV
"Tiba-tiba puluhan penyerang masuk ke dalam Masjid Rawdah di Bir al Abed berisi sekitar 500 jamaah dengan membuka tembakan. Aksi itu disusul dengan lemparan granat ke dalam masjid," ujarnya seperti dikutip Sky News.
Berbicara dari sebuah rumah sakit di Sharqiya, Imam Mohamed mengatakan, sekitar dua menit setelah kejadian, dia naik ke mimbar dan mendengar suara ledakan di luar masjid.
"Selanjutnya sejumlah orang masuk ke dalam masjid menembaki para jamaah," tuturnya.
Dia melanjutkan, "Setelah mendengar suara tembakan, seluruh jamaah berlarian sebagian naik ke mimbar. Saya melihat beberapa orang saling bertumpukan, sementara para penyerang memukuli siapa saja yang masih bernapas."Lampu Menara Eiffel di paris Perancis, jelang dimatikan sebagai penghormatan kepada 235 korban tewas atas serangan mematikan yang terjadi di Masjid Rawdah, Mesir, 24 November 2017. Serangan tersebut terjadi usai umat Muslim melakukan salat Jumat bersama. AFP PHOTO / Thomas SAMSON
Mesir kerap dihantam kekerasan mematikan akhir-akhir ini. Insiden pada Jumat tersebut menewaskan sedikitnya 300 orang, termasuk 27 anak dan melukai 128 korban lainnya.
Hingga saat ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas kejadian paling mematikan dalam sejarah modern Mesir. Namun beberapa pejabat mengatakan, serangan ini diduga dilancarkan oleh cabang ISIS.
Pada Sabtu, 25 November 2017, atau sehari setelah kejadian, Presiden Mesir Abdel Fatah al Sisi mengumumkan negara berkabung selama tiga hari dan bersumpah merespon dengan kekuatan brutal.