Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Insiden Jim Foley

Amerika Serikat mempertahankan sikap tak berkompromi, tapi membolehkan keluarga membayar tebusan. Dikhawatirkan akan terus memicu penyanderaan.

6 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap kali melewati tangga rumahnya yang memajang deretan foto keluarga, Marc Tice, warga Houston, Amerika Serikat, selalu mengingat anaknya, Austin Tice. Mantan marinir yang kemudian menjadi jurnalis lepas di Suriah itu tak pernah terdengar lagi kabarnya sejak diculik pada 2011. Marc yakin anaknya masih hidup. "Jika punya kesempatan untuk membawa pulang Austin, kami akan melakukan semua yang kami bisa," kata pria 56 tahun itu dalam wawancara dengan CBS News, Kamis dua pekan lalu.

Sebagai orang tua yang sudah tak pernah mendengar kabar tentang nasib anaknya yang diculik selama empat tahun, Marc mengapresiasi pengumuman yang disampaikan Presiden Barack Obama sehari sebelumnya. Debra, ibu Austin Tice, menambahkan, "Bukti utama dari efektivitas perubahan kebijakan ini adalah ketika kami mendapatkan anak kami lagi."

Obama, pada Rabu dua pekan lalu, mengumumkan perubahan penting mengenai kebijakan dalam menangani warga Amerika yang disandera kelompok teroris atau penjahat di seluruh dunia. Amerika, seperti halnya Inggris, memiliki kebijakan "tak mau melakukan konsesi" dengan para penjahat itu. Sikap ini berbeda dengan sejumlah negara Eropa, seperti Prancis, Spanyol, dan Swiss.

Kebijakan tanpa kompromi ini didasarkan pada Antiterrorism and Effective Death Penalty Act Tahun 1996, yang diperkuat oleh Financial Anti-Terrorism Act Tahun 2001. Kedua undang-undang ini mengkategorikan sebagai pelanggaran orang atau lembaga yang berada di Amerika memberikan dukungan material kepada organisasi teroris. Kebijakan tanpa kompromi ini, menurut The Guardian dan The New York Times, akhirnya dikaji ulang setelah insiden James Wright "Jim" Foley.

Foley adalah jurnalis Amerika yang bekerja sebagai koresponden peliput perang saudara di Suriah untuk GlobalPost dan sejumlah kantor berita, termasuk Agence France-Presse (AFP). Pria kelahiran Evanston, Illinois, 18 Oktober 1973, ini disandera kelompok kriminal sesaat setelah keluar dari warung Internet bersama penerjemah, sopirnya, dan jurnalis Inggris, John Cantlie, di tenggara Suriah. Pada 22 November 2012 itu mereka dalam perjalanan menuju perbatasan Turki. Sopir dan penerjemah dibebaskan. Foley dan Cantlie disandera. Penyandera meminta tebusan sekitar US$ 132 juta.

Amerika memang tak tinggal diam. Pada Juli 2014, Obama melakukan otorisasi operasi penyelamatan setelah data intelijen menunjukkan bahwa Foley diyakini ditahan di sebuah tempat di Suriah. Operasi penyelamatannya melibatkan Delta Force, helikopter, pesawat tempur, dan pesawat tanpa awak. Ketika pasukan khusus itu mendarat di Kota Raqq, tenggara Suriah, mereka diberondong tembakan. Operasi ini juga gagal membebaskan Foley karena dia sudah dipindahkan.

Meski ada operasi penyelamatan, keluarga Foley kecewa dan menyebut pemerintah tak mengambil tindakan yang cukup keras untuk membebaskan anaknya. "Biro Penyelidik Federal (FBI) Amerika tidak banyak membantu kita-mari kita hadapi itu," ujar Diane Foley dalam sebuah wawancara telepon. "Pemerintah kami sangat jelas bahwa tidak ada uang tebusan yang akan atau harus dibayar," katanya saat itu, seperti dilansir The New York Times.

Keberadaan Foley tak diketahui hingga 19 August 2014, ketika kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengunggah video ke YouTube berjudul "A Message to America". Dalam video itu ada adegan Foley berlutut di gurun di sebelah seseorang yang bertopeng, yang kemudian diketahui bertindak sebagai algojo. Setelah Foley berbicara, giliran orang di sebelahnya yang mengutuk serangan udara Amerika dan mengancam setiap agresi Amerika "akan mengakibatkan tumpahnya darah orang-orang Amerika". Foley akhirnya dipenggal dan menjadi warga Amerika pertama yang tewas di tangan ISIS-dan bukan sandera Amerika terakhir yang kehilangan nyawa.

Setelah itu setidaknya ada tiga warga Amerika yang juga menjemput ajal setelah disandera kelompok teroris: Kayla Jean Mueller, Warren Weinstein, dan Luke Daniel Somers. Kayla disandera pada Agustus 2013 di Aleppo, Suriah, dan tewas pada 6 Februari 2015. Weinstein disandera Al-Qaidah pada 13 Agustus 2011 di Lahore, Pakistan, dan tewas pada 14 Januari 2015. Somers disandera Al-Qaidah di Kota Sana'a, Yaman, September 2013, dan tewas pada 6 Desember 2014.

Dalam kasus Foley dan lainnya, Amerika bukannya diam saja. Tapi yang menjadi pangkal frustrasi keluarga korban sandera adalah penanganannya yang dianggap membingungkan karena kebijakan "tak mau bernegosiasi" itu. Keluarga tak mendapat informasi yang memadai, atau simpang-siur, mengenai apa saja yang dilakukan pemerintah. Mereka merasa diganggu oleh ancaman penjara kalau memberi uang tebusan dan merasa terjebak dalam pusaran birokrasi pejabat tingkat rendah.

Sikap Amerika itu sangat kontras dengan kolega Eropanya. Menurut investigasi The New York Times, Al-Qaidah dan afiliasinya memperoleh pendapatan setidaknya US$ 125 juta dari penculikan sejak 2008. Dari jumlah ini, US$ 66 juta dibayar tahun lalu. Taksiran yang dibuat Departemen Keuangan Amerika malah menyebutkan uang tebusan itu, bila digabungkan, jumlahnya sekitar US$ 165 juta pada periode yang sama. Kementerian luar negeri Austria, Prancis, Jerman, Italia, dan Swiss secara resmi membantah membayar tebusan kepada teroris.

Setelah memerintahkan pejabatnya melakukan kajian selama sekitar enam bulan, Obama menyatakan ada sekitar 80 orang Amerika yang ditahan kelompok teroris, kriminal, sejak 2001. Sekitar separuhnya sudah dibebaskan, tapi masih ada 30-an yang masih dalam penyanderaan. Buah dari kajian itu, Obama mengumumkan perubahan kebijakan di Gedung Putih, Washington, 24 Juni lalu.

Perubahannya signifikan, tapi seperti kolega Eropanya. Seperti ditegaskan Obama, "Amerika tak akan membuat konsesi, seperti membayar tebusan kepada kelompok teroris yang menyandera warga Amerika. Saya tahu ini bisa menjadi subyek debat publik yang signifikan. Saya sangat percaya bahwa jika pemerintah Amerika membayar tebusan untuk teroris, itu berisiko membahayakan lebih banyak orang Amerika dan berarti mendanai terorisme yang sedang hendak kita hentikan."

Perbedaannya, pemerintah tak akan mempidanakan keluarga yang membayar uang tebusan. Dengan regulasi sebelumnya, mereka bisa diancam 15 tahun penjara. "Secara khusus saya ingin menegaskan bahwa tidak ada keluarga sandera Amerika yang akan dituntut karena membayar tebusan bagi kembalinya orang yang mereka cintai," kata Obama.

Selain itu, akan ada Hostage Response Group, yang terdiri atas pejabat senior dari seluruh pemerintah yang akan bertanggung jawab memastikan penanganan sandera dilaksanakan dengan cepat dan efektif. Mereka akan bertanggung jawab kepada presiden. Ia juga berjanji menunjuk utusan khusus presiden bidang sandera. Efektivitas kebijakan baru ini akan dikaji enam bulan mendatang.

Keluarga korban sandera, seperti Marc Tice, menyambut gembira perubahan ini dan menyebutnya "langkah yang sangat baik untuk masa mendatang". Namun ada juga yang khawatir terhadap dampak selanjutnya. David Cohen, kini Wakil Direktur CIA, dalam pidato pada Agustus 2014, berkata, "Pembayaran tebusan dikhawatirkan mengakibatkan adanya penculikan.... Hal itu juga akan meningkatkan kemampuan organisasi teroris melakukan serangan." Tim Constantine, kolumnis washingtontimes.com, menyebutkan kebijakan Obama ini buruk karena dua alasan: melanggar hukum federal dan membahayakan lebih banyak orang Amerika.

Abdul Manan (the Guardian, The New York Times, Cnn, Foreign Policy, The Washington Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus