Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Truk Senjata Turki Lewat

Turki mengeluarkan surat perintah penangkapan jurnalis Can Dündar, yang berada di pengasingan. Dia juga terancam diculik.

15 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANTAN pemimpin redaksi surat kabar oposisi Cumhuriyet, Can Dündar, yang kini tinggal di pengasingan, tak bereaksi banyak atas keluarnya surat perintah penangkapan terhadapnya dari Kepala Kantor Penuntut Umum Istanbul, Turki. Perintah itu bagian dari penyelidikan terkait dengan protes besar pada 2013 yang dikenal sebagai peristiwa Gezi Park. “Kami bangga dan kami semua di Gezi”, cuit Dündar di akun Twitternya menanggapi surat itu, Kamis dua pekan lalu.

Aksi massa lima tahun lalu itu mulanya menyoal rencana pemerintah membangun sebuah mal klasik bergaya era Utsmani dan replika barak militer di Taman Gezi, Alun-alun Taksim. Sasaran protes lalu meluas sampai ke sikap pemerintah Recep Tayyip Erdogan yang ingin mengubah wajah sekuler Turki. Reaksi keras pemerintah dalam menyikapinya membuat gerakan tersebut justru berkelanjutan sampai sekitar tiga bulan serta menyebabkan sekitar 22 orang tewas dan lebih dari 8.000 lainnya terluka.

Peristiwa Gezi Park adalah kasus kedua yang menjerat Dündar. Sebelumnya, dia dijerat dengan kasus dugaan membocorkan rahasia negara dan tudingan menjadi mata-mata karena Cumhuriyet menerbitkan berita serta video pengiriman senjata dari badan intelijen Turki kepada para pemberontak di Suriah. Menurut Reuters, kejaksaan Turki menyatakan Dündar terlibat kasus Gezi karena turut memprovokasi massa agar mengikuti demonstrasi melalui mobilisasi di media sosial.

Wartawan kelahiran Ankara pada 1961 ini menempuh sebagian besar pendidikannya di ibu kota Turki itu. Ia mempelajari jurnalisme di Fakultas Ilmu Politik Ankara University dan lulus pada 1982. Ia melanjutkan pendidikannya di London School of Journalism pada 1986 dan memperoleh gelar PhD di bidang ilmu politik dari Middle East Technical University, Ankara. Dündar menjadi kolumnis surat kabar Milliyet sebelum diberhentikan pada Agustus 2013 karena, antara lain, dianggap terlalu tajam dalam menulis tentang kasus protes di Gezi.

Setelah itu, ia pindah ke surat kabar Cumhuriyet dan menjadi pemimpin redaksi sejak 8 Februari 2015. Saat ia memimpin itulah Cumhuriyet mempublikasikan laporan tentang adanya rombongan truk milik Badan Intelijen Nasional Turki (MIT) yang mengirim senjata dan amunisi kepada kelompok pemberontak yang ingin menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada 2014. Belakangan diketahui truk itu mengangkut 1.000 mortir, 1.000 peluru artileri, 50 ribu senapan mesin, dan 30 ribu peluru senapan.

Berita tersebut memicu kecaman terhadap pemerintah Turki, yang dikuasai Partai Keadilan dan Pembangunan pimpinan Recep Tayyip Erdogan. Anggota parlemen dari Partai Republik, Huseyin Aygun, menuding pemerintah Erdogan melakukan pengkhianatan tingkat tinggi karena memasok senjata kepada musuh-musuh Turki. Saat berita itu keluar, Erdogan langsung mengerahkan upaya hukum. “Orang yang menulis ini sebagai laporan eksklusif akan membayar harga yang mahal untuk ini. Saya tidak akan membiarkannya lepas dari hukuman,” katanya.

Dua bulan kemudian, pemerintah menyelidiki Cumhuriyet. Tak berselang lama, Dündar dan kepala biro Ankara Cumhuriyet, Erdem Gül, ditangkap dengan tuduhan menjadi anggota organisasi teror, melakukan aktivitas spionase, dan membuka dokumen rahasia. Mereka terancam hukuman penjara seumur hidup. Setelah 92 hari di penjara, Dündar dan Gül dibebaskan pada 26 Februari 2016 lantaran Mahkamah Konstitusi menyatakan penahanan mereka sebagai “perampasan kebebasan yang tidak semestinya”.

Meski keduanya tak lagi ditahan, kasus hukum jalan terus. Pada 6 Mei 2016, Dündar kembali menghadiri sidang di pengadilan Istanbul. Saat sidang memasuki masa istirahat, Dündar berbicara kepada wartawan di luar pengadilan. “Kami sekarang diadili atas berita kami karena mendapatkan dan menerbitkan rahasia negara,” ujar Dündar. Pada saat itulah seseorang meneriakkan kata “pengkhianat” dan menembakkan pistol ke arahnya.

Sebelum melepaskan tembakan ketiga, penembak itu bisa dihentikan oleh istri Dündar dan seorang anggota parlemen, Muharrem Erkek. Dündar tidak terluka, tapi wartawan lain menderita cedera di kaki akibat tembakan tersebut. Upaya pembunuhan itu tak mempengaruhi sikapnya. Pada hari itu, hakim menjatuhkan hukuman penjara 5 tahun 10 bulan kepada Dündar karena ia membocorkan rahasia negara.

Lantaran mengajukan permohonan banding, Dündar tak langsung ditahan. Pada masa banding ini, Dündar terbang ke Jerman. Istrinya tak seberuntung dia karena paspornya disita saat sudah berada di bandar udara.

Pada 15 Juli 2016, terjadi sebuah percobaan kudeta. Upaya kudeta yang gagal itu diduga dilakukan faksi dalam Angkatan Bersenjata Turki, tapi Erdogan menuding kelompok Fethullah Gulen sebagai dalangnya. Gulen adalah ulama terkenal dan pengusaha Turki yang tinggal di pengasingan di Amerika Serikat sejak 1999. Upaya kudeta itu menewaskan ratusan orang, melukai lebih dari 2.185 orang, dan berujung pada penahanan serta penangkapan puluhan ribu orang.

Selama tinggal di Berlin, Dündar tak sepenuhnya bebas. Kota ini memiliki populasi warga keturunan Turki yang cukup besar. Dia mendapat perlindungan polisi bila berbicara di depan umum. “Berlin bukan tempat yang aman di dunia,” tuturnya. “Sebaliknya, ini kota yang sulit bagi lawan-lawan Erdogan karena ada begitu banyak pendukung fanatiknya di sini yang dipengaruhi propaganda pemerintah yang menyatakan bahwa saya adalah pengkhianat.”

Pengadilan banding Turki, Maret lalu, membatalkan vonis awal Dündar. Pengadilan menyatakan dia dijerat dengan pasal spionase, kejahatan yang bisa membuatnya dihukum 20 tahun bui. Dengan putusan ini, ia juga didakwa dengan pasal spionase—sebelumnya ia didakwa dengan pasal membocorkan rahasia negara. Pada awal April, pengadilan Turki mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Dündar dan meminta bantuan Interpol.

Menurut New York Times, Dündar mengaku telah menerima jaminan dari pemerintah Jerman untuk tidak mematuhi surat perintah penangkapan tersebut. Tapi ia kini menghadapi kemungkinan ancaman penculikan. Pejabat Turki menyatakan telah berhasil mendeportasi 80 warga Turki dari 18 negara. “Di media Turki, penulis pro-pemerintah menyebutkan bahwa kini giliranku,” kata Dündar.

Saat berkunjung ke Jerman, 28 September lalu, Erdogan mengatakan Turki berhak meminta ekstradisi Dündar dari Jerman karena dia agen yang telah dihukum atas kasus spionase. “Orang ini penjahat terpidana sesuai dengan hukum Turki,” ucap Erdogan dalam konferensi pers di Berlin setelah bertemu dengan Kanselir Jerman Angela Merkel. Sejauh ini, upaya Turki belum bisa membuat Dündar diekstradisi.

Dalam surat perintah penangkapan, awal Desember lalu, kejaksaan Istanbul menyatakan Dündar dituding berperan aktif dalam protes Gezi Park itu, menghasut kekacauan, dan mendorong terorisme melalui media sosial. Kejaksaan juga menuduh Dündar terkait dengan Osman Kavala, pebisnis dan kepala pusat Anadolu Kültür yang ditangkap pada 11 Oktober 2017. Lembaga pimpinan Kavala itu kerap mengkampanyekan hak asasi dan keberagaman budaya, termasuk isu-isu Kurdi. Kini ia masih ditahan meskipun belum ada dakwaan terhadapnya.

ABDUL MANAN (ANADOLU AGENCY, REUTERS, NEW YORK TIMES, GUARDIAN, DW, AHVALNEWS)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus