Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berbagi tiga upaya Indonesia dalam melakukan rehabilitasi dan reintegrasi mantan teroris dalam Ministerial Plenary Meeting of the Global Counter-Terrorism Forum ke-13, rapat pleno kontraterorisme yang diadakan di sela-sela pekan tingkat tinggi Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Rabu, 20 September 2023.
Dalam pidatonya, Retno menyampaikan bahwa ancaman global terorisme terus meningkat dan bentuknya semakin berevolusi, mulai dari propaganda online hingga eksploitasi teknologi baru seperti drone dan kecerdasan buatan (AI).
Selain itu, Retno juga mengatakan bahwa angka kematian akibat terorisme dalam lima tahun terakhir dilaporkan meningkat.
“Bagi Indonesia, rehabilitasi dan reintegrasi (R&R) harus mencakup semua aspek, tidak hanya terbatas pada mantan narapidana teroris, tetapi juga harus memperkuat ketahanan masyarakat dan lingkungan yang menerima mereka,” kata dia.
Di hadapan PBB, Retno menyampaikan tiga upaya yang dilakukan Indonesia dalam menanggulangi terorisme dan radikalisasi.
Pertama adalah mengedepankan pendekatan “whole-of-government” dan “whole-of-society", yaitu pendekatan yang melibatkan peran sinergis antara pemerintah dan masyarakat, sebagaimana dimandatkan dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme.
“Butuh dukungan semua pihak untuk mengubah pemikiran ekstremisme menjadi pemikiran yang damai,” ucap Retno.
Kedua, hal yang dilakukan Indonesia adalah memastikan kemajuan teknologi dan riset agar tidak disalahgunakan, karena perkembangannya yang pesat dapat memberi ruang bagi ide-ide ekstremisme.
“Kita harus tetap waspada,” ujarnya. Dalam hal ini, Indonesia telah meluncurkan Pusat Pengetahuan Indonesia (I-KHub) untuk mengintegrasikan sistem data dan mendukung pengambilan keputusan berbasis penelitian dalam upaya memerangi ekstremisme, sekaligus memastikan keamanan negara.
Hal ketiga yang Indonesia lakukan adalah memastikan lingkungan yang aman untuk menangkal ekstremisme melalui program pendidikan bagi perempuan dan anak.
“Karena pemikiran ekstremis hanya dapat tumbuh di tempat yang dipenuhi dengan kebencian,” ujar Menlu.
Sebagai penutup, Retno menyampaikan harapannya agar negara-negara yang terlibat dalam forum ini berkomitmen kuat untuk memastikan implementasi yang inklusif dari strategi R&R ini.
GCTF merupakan forum utama di luar kerangka PBB yang membahas upaya kerja sama dan pertukaran informasi global dalam isu penanggulangan terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan. Menlu Retno hadir dalam kapasitasnya sebagai Co-Chair Countering Violent Extremism (CVE) Working Group (WG). Indonesia telah menjabat sejak 2017 bersama Australia.
NABIILA AZZAHRA ABDULLAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini