Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kriminal Internasional (ICJ) telah memerintahkan Israel untuk menghentikan serangan militernya di kota Rafah, Gaza selatan, pada Jumat, 24 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lembaga independen itu menyatakan bahwa situasi kemanusiaan di Rafah telah "semakin memburuk" sejak perintah sebelumnya, dan menggolongkan keadaan di sana sebagai "bencana." Kepala ICJ, Hakim Nawaz Salam, menyatakan bahwa situasi saat ini menimbulkan risiko kerugian yang tidak dapat diperbaiki terhadap hak-hak masyarakat di Gaza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain itu, ICJ memerintahkan Israel untuk membuka perlintasan perbatasan Rafah dengan Mesir guna memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan dalam skala besar. Memastikan akses ke Gaza bagi penyelidik dan misi pencarian fakta, serta melaporkan kemajuannya kepada pengadilan dalam waktu satu bulan. Perintah ini dikeluarkan setelah Afrika Selatan mengajukan permintaan darurat agar ICJ memerintahkan Israel menghentikan serangannya di Rafah.
Pada Januari, Afrika Selatan secara resmi menuduh Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina dalam sidang di pengadilan PBB. Seorang pengacara dari Afrika Selatan dalam argumen pembukanya mengatakan bahwa perang terbaru ini adalah bagian dari penindasan Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Israel dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan diperkirakan tidak akan mematuhi perintah ICJ.
Mengutip dari Reuters.com, Israel melanjutkan serangannya di Gaza untuk menumpas kelompok militan Islam Palestina Hamas meskipun ada perintah dari pengadilan tinggi PBB untuk menghentikan serangan di Gaza selatan. Dalam dua minggu terakhir, serangan Israel telah menghancurkan wilayah Rafah dan menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi secara paksa. Israel beralasan bahwa serangan ini bertujuan untuk menumpas pejuang Hamas yang bersembunyi di Rafah dan menyelamatkan sandera yang diyakini ditahan di wilayah tersebut, meskipun serangan ini memperburuk penderitaan warga sipil dan memicu kecaman internasional.
Di Gaza utara, pekerja medis Palestina melaporkan serangan udara baru oleh Israel yang menewaskan sedikitnya 17 orang. Salah satu warga, Abu Mohammad, mengatakan dia berlindung bersama keluarganya di sebuah sekolah ketika sebuah rudal Israel menghantam halaman sekolah tersebut.
“Kami duduk dengan damai, lalu ada ledakan, sebuah rudal dari drone yang dikendalikan atau drone biasa, namun menimbulkan kerusakan besar,” katanya kepada Reuters. Dia mengatakan beberapa orang tewas, dan menambahkan: “Bahkan sekolah pun tidak aman lagi.”
Pada awal perang, Rafah menjadi tempat perlindungan bagi warga Gaza yang melarikan diri dari pertempuran di tempat lain, tetapi setelah Rafah juga menjadi sasaran, ratusan ribu warga Palestina terpaksa meninggalkan kota tersebut.
Israel menyatakan bahwa operasi di Rafah diperlukan untuk menyelesaikan misinya mengalahkan Hamas. Namun, ICJ memutuskan bahwa tujuan perang Israel melanggar hak-hak warga Palestina di bawah Konvensi Genosida. Para pejabat Israel merespons dengan sikap menantang, banyak di antaranya menuduh pengadilan membantu "teroris." Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, menulis di media sosial bahwa Israel sedang berperang untuk mempertahankan eksistensinya dan menghentikan invasi ke Rafah sama dengan menuntut Israel untuk "lenyap."
Keputusan ICJ pada hari Jumat bersifat mengikat, tetapi di masa lalu, keputusan pengadilan sering diabaikan karena tidak memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum. Para pejabat Israel menyatakan bahwa perintah Pengadilan Dunia tidak mengesampingkan semua tindakan militer di wilayah tersebut.
SHARISYA KUSUMA RAHMANDA | SITA PLANASARI | IDA ROSDALINA
Pilihan editor: Ratusan Truk Bantuan Kemanusiaan dari Mesir Masuk ke Gaza Lewat Kerem Shalom