Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden AS Joe Biden menemui para korban penembakan massal, Selasa, 14 Maret 2023, beberapa jam setelah ia mengeluarkan sebuah perintah eksekutif untuk memperkuat pengecekan latar belakang penjualan senjata dalam apa yang disebut Gedung Putih sebagai kebijakan yang paling komprehensif yang dapat diberlakukan presiden tanpa Kongres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengunjungi kantong Amerika-Asia di kawasan Monterey Park, Los Angeles, Biden menyatakan empatinya pada para penyintas penembakan massal 21 Januari yang menewaskan 11 orang. Dia juga menggembar-gemborkan perintah eksekutif yang mendukung pemeriksaan latar belakang untuk pembeli senjata dan memperkuat dukungan federal untuk undang-undang red flag atau “bendera merah” negara bagian yang bermaksud menghentikan penjualan senjata kepada orang-orang yang dianggap berbahaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya berada di sini atas nama rakyat Amerika yang berduka bersama Anda, berdoa bersama Anda, dan memberitahu bahwa Anda dicintai dan tidak sendiri,” kata Biden kepada yang hadir di Monterey Park, sebuah kota berisi 60 ribu penduduk yang 65% Asia, menurut data U.S. Census.
Setelah pidatonya, Biden bertemu secara pribadi dengan keluarga para korban, kata Gedung Putih.
Penembakan massal di aula dansa pada Tahun Baru Imlek membunuh 11 dan melukai sembilan orang, membuat komunitas di sekitarnya ketakutan. Perintah eksekutif Biden juga menyerukan kepada pemerintah federal untuk menanggapi penembakan massal, seperti halnya bencana alam, menyarankan Washington memberikan konseling trauma dan bantuan keuangan kepada komunitas seperti Monterey Park.
Perintah Eksekutif
Inti dari perintah eksekutif berusaha untuk memperluas pemeriksaan latar belakang yang dimaksudkan untuk mencegah penjahat atau pelaku kekerasan dalam rumah tangga membeli senjata api, sebagian besar dengan mengandalkan para dealer senjata berlisensi federal untuk mematuhi atau mendidik orang lain yang mungkin tidak menyadari bahwa mereka diwajibkan untuk menjalankan pemeriksaan latar belakang berdasarkan undang-undang yang ada, kata Gedung Putih.
Dengan lebih dari 40 ribu kematian akibat senjata per tahun, Biden memperkirakan para pemilih pada pemilihan presiden 2024 akan lebih memilih pengendalian senjata yang proaktif. Republikan yang sedang mencari calon partainya untuk menantang Biden pada 2024 pasti akan mendukung hak penggunaan senjata yang lebih luas.
Beberapa penganjur hak menggunakan senjata menentang pengecekan latar belakang, dengan mengatakan hal itu melanggar hak konstitusional untuk memiliki senjata sementara gagal menghentikan penjahat untuk mendapatkannya. Mereka juga berpendapat banyak undang-undang bendera merah menginjak-injak hak proses hukum.
Dudley Brown, presiden National Association for Gun Rights, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Biden "bertujuan untuk menjadi presiden paling anti-senjata dalam sejarah bangsa kita."
Presiden tahun lalu menandatangani Bipartisan Safer Communities Act, undang-undang kontrol senjata yang paling signifikan dalam 30 tahun.
Sejak itu, Partai Republik memperoleh kendali Dewan Perwakilan Rakyat, mengakhiri hampir semua kemungkinan undang-undang senjata lebih banyak untuk dua tahun ke depan, seperti larangan yang diusulkan Biden atas senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi.
Meski begitu, Biden meminta Kongres untuk bertindak, menyesali larangan atas senjata-senjata serbu pada 1994 dihentikan 10 tahun kemudian.
"Jadi mari kita tuntaskan pekerjaan ini,” kata presiden. “Larang senjata-senjata serbu. Larang lagi. Lakukan sekarang. Cukup. Lakukan sesuatu, lakukan sesuatu yang besar.”
REUTERS
Pilihan Editor: Italia Tegaskan Larangan Adopsi untuk Pasangan Sesama Jenis