Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Terjebak di Lubang Hitam

Seorang wartawan Irak ditahan militer Amerika selama 20 bulan tanpa dakwaan. Ia dituduh menjadi mata-mata pejuang Irak yang menyusup ke media Amerika.

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paul Gardephe, pengacara firma hukum Patterson, Belknap, Webb & Tyler, Amerika Serikat, keluar dari ruang sidang Pengadilan Kriminal Pusat Irak di Bagdad dengan wajah kesal, Senin pekan lalu. Ia tak bersama kliennya, Bilal Hussein, wartawan foto kantor berita Amerika, Associated Press, yang ditahan militer Amerika hampir 20 bulan tanpa tuduhan resmi. ”Masih belum ada dakwaan yang diajukan,” ujar bekas jaksa federal itu.

Tapi itulah pertama kalinya Bilal, 36 tahun, warga negara Irak, dan Gardephe selama tujuh jam memelototi bukti materiil yang disodorkan militer Amerika. ”Dia dituduh menjadi mata-mata media teroris yang menyusup ke AP,” ujar pejabat pers militer Amerika di Irak, Letnan Justin T. Cole. Tapi hakim Dhia al-Kinani memerintahkan semua detail materi tuduhan terhadap Bilal dirahasiakan. Tugas Dhia adalah menilai bahwa berdasarkan bukti-bukti itu kasus Bilal bisa dilanjutkan ke pengadilan kriminal Irak.

Bilal bukan tersangka kasus kriminal biasa. Dialah satu-satunya wartawan yang ditahan berkepanjangan oleh militer Amerika tanpa secuil dakwaan resmi. Pentagon yakin dengan bukti tak terbantahkan bahwa Bilal Hussein adalah ancaman terhadap stabilitas dan keamanan di Irak.

Bilal ditahan saat tentara Amerika mendobrak apartemennya di Ramadi pada 2006. Tentara menemukan bahan peledak, propaganda pejuang Irak anti-Amerika, dan foto pengawasan terhadap instalasi militer Amerika. Tapi AP membantah tuduhan itu. ”Associated Press percaya Bilal Hussein adalah seorang wartawan foto yang bekerja di wilayah perang. Sedangkan tuduhan bahwa ia terlibat kegiatan perlawanan adalah tuduhan palsu,” ujar juru bicara AP, Paul Colford.

Sebagai wartawan foto yang baru saja bekerja untuk kantor berita AP, Bilal secara sukarela bertahan di Fallujah ketika pasukan Amerika menyiapkan serangan besar untuk mengusir kelompok gerilyawan Sunni. Fallujah, yang pernah dijuluki sebagai ”kota masjid”, menjadi simbol perlawanan Arab Sunni terhadap militer Amerika: Fallujah menjadi tempat bom mobil disiapkan, tempat rencana serangan teror dibuat, dan tempat korban penculikan diseret ke tiang gantungan di bawah rekaman video.

Bilal, yang masih lajang, memutuskan bertahan di Fallujah karena itu kotanya dan ini kesempatan merintis karier baru sebagai wartawan foto. Kariernya berawal ketika Fallujah menjadi pusat perlawanan terhadap Amerika. Wartawan asing mengunjungi Fallujah secara reguler pada 2003 dan awal 2004 sembari mencari pemandu di kota yang dikuasai kelompok muslim Sunni itu. Bilal, yang periang, cerdas, dan tahu seluk-beluk kota, menjadi sosok yang dicari media asing. Semula sebagai pemandu, ia kemudian dipercaya sebagai wartawan foto. Tugas Bilal berfokus pada pengaruh perang terhadap penduduk sipil Irak.

Bilal menghasilkan foto saat kelompok perlawanan Irak menembaki pasukan koalisi, yang belakangan membuatnya ikut mendapatkan Hadiah Pulitzer untuk breaking news 2005. Ia memutuskan menyingkir dari Fallujah ke kantor AP di Bagdad setelah pasukan Amerika mengamuk menghadapi perlawanan sengit pejuang Irak pada November 2004. ”Kehancuran di mana-mana. Saya melihat orang tergeletak tewas di jalanan, luka yang berlumuran darah, dan tak ada orang yang datang menolong mereka,” ujar Bilal saat itu.

Bilal ditangkap di apartemennya di Ramadi bersama dua warga lain pada 12 April 2006. Saat itu Bilal baru tiga bulan menjadi wartawan foto dan tak ada wartawan yang berani datang ke Ramadi—sehingga dijuluki ”lubang hitam”. Militer Amerika mengumpulkan peralatan Bilal di apartemennya, termasuk komputer jinjing dan piring cakram berisi seri foto anak-anak Irak sedang bermain dengan kaki buntung akibat serangan Amerika.

Setelah ditahan dengan mata tertutup selama sembilan hari di Ramadi, ia dipindahkan ke penjara Abu Ghraib, dan akhirnya di kamp tahanan Cropper di dekat bandara Bagdad.

Sejak perang Irak dimulai, sekitar 130 wartawan, kebanyakan warga Irak, tewas ditembak, dipukul, atau disiksa hingga mati. Kelompok advokasi wartawan di seluruh dunia meminta Bilal mendapat pengadilan yang fair atau dibebaskan. ”Keterlibatan Hussein (Bilal) dalam aktivitas kriminal tak pernah dibuktikan. Jadi kenapa dia masih di penjara?” tulis pernyataan Reporters Without Borders.

Raihul Fadjri (AP, NY Times, Guardian, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus