Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Phuket Dibuka

Jumlah kasus Covid-19 melonjak di Thailand, terutama setelah pemerintah membuka tempat wisata Phuket untuk turis global. Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha didesak mundur.

24 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Jumlah kasus Covid-19 Thailand melonjak mencapai 10 ribu per hari.

  • Pemerintah masih menjalankan program wisata untuk turis asing di tengah pandemi.

  • Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha dinilai gagal menangani krisis Covid-19.

WABAH penyakit yang dipicu oleh virus corona, Covid-19, kian merongrong Bangkok. Kota itu menjadi lokasi penularan Covid-19 terbesar di Thailand. Bangkok bahkan sudah “dikunci” sejak pemerintah menetapkan aturan karantina wilayah pada 12 Juli lalu. Acara publik yang mengundang kerumunan lebih dari lima orang sudah dilarang. Tempat-tempat umum dan taman bahkan sudah ditutup total menyusul angka infeksi Covid-19 melonjak. “Ada pembatasan jam malam mulai pukul 9 malam hingga 4 pagi,” kata Ivana, warga Indonesia yang tinggal di Bangkok, kepada Tempo pada Jumat, 23 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bangkok salah satu wilayah yang ditandai sebagai zona merah tua atau status pengawasan tertinggi dalam peta penularan Covid-19. Pada 21 Juli lalu, pemerintah Thailand merilis aturan karantina baru untuk membatasi aktivitas bisnis dan masyarakat yang berlaku selama 14 hari. Aktivitas belajar di sekolah dan perguruan tinggi digelar secara daring. Untuk berurusan dengan kantor pemerintah, masyarakat harus mendaftar secara online lebih dulu. “Sektor swasta hampir 100 persen work from home,” ujar Ivana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski daerah mereka berada di zona pembatasan aktivitas paling ketat, sebagian warga Bangkok justru menggelar unjuk rasa di jalan-jalan Ibu Kota. Mereka memprotes pemerintah Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha yang dinilai tak cakap menangani krisis Covid-19. Masyarakat juga menumpahkan kekecewaan mereka terhadap pemerintah karena program vaksinasi yang dinilai lamban dan tak efektif. Mereka menuntut Prayut mundur. “Belakangan, banyak demonstrasi soal penanganan Covid-19,” kata Ivana.

Banyak demonstran yang datang menggunakan sepeda motor dan mobil untuk menghindari risiko penularan Covid-19. Dalam unjuk rasa pada 18 Juli lalu, ratusan demonstran berjalan kaki ke kantor Perdana Menteri Prayut. Polisi memasang barikade kawat berduri di luar kompleks kantor. Sekitar 1.500 personel dan truk-truk penyemprot air bertekanan tinggi dikerahkan untuk menghadang demonstran.

Para demonstran menuntut Perdana Menteri Prayut mundur karena ia dinilai tak becus menangani krisis pandemi. Mereka juga mendesak anggaran untuk kerajaan dan militer dipotong selama pandemi. Selain itu, mereka menilai Prayut gagal mengamankan stok vaksin Covid-19. Dalam konferensi pers pada Kamis, 22 Juli lalu, Kepala Institut Vaksin Nasional Nakorn Premsri meminta maaf karena program vaksinasi berjalan lambat.

Pemerintah Thailand berencana memberikan 100 juta vaksin pada tahun ini. Hingga saat ini, baru sekitar 14,8 juta dosis yang diberikan kepada penduduk. Sebanyak 11,3 juta penduduk atau sekitar 16 persen populasi Thailand sudah mendapat setidaknya satu dosis vaksin. Nakorn mengatakan Thailand sedang menjalani proses untuk bergabung dalam program penyedia vaksin global, Covax, yang berada dalam pengawasan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pemerintah juga akan mengkombinasikan vaksin Sinovac dan AstraZeneca dalam program vaksinasi massal.

Thailand sempat disebut-sebut sebagai model penanganan Covid-19 terbaik di Asia Tenggara pada tahun lalu karena minimnya angka kasus di sana. Namun, belakangan, jumlah kasus Covid-19 malah melonjak. Sejak 17 Juli, laju infeksi bahkan menembus angka 10 ribu kasus per hari. Pada Jumat, 23 Juli, ada 14.575 kasus Covid-19 baru di Thailand. Pada hari yang sama, satuan tugas penanganan Covid-19 melaporkan 114 kematian terkait dengan Covid-19. Kini ada 467 ribu kasus terkonfirmasi dan 3.811 orang meninggal di sana.

Penambahan drastis jumlah kasus harian dan sebagian besar kematian akibat Covid-19 ini terjadi sejak April lalu. Hal ini ditengarai sebagai dampak perayaan tahun baru Songkran. Pada saat jumlah kasus Covid-19 melonjak, pemerintah justru membuka pintu kunjungan untuk turis global ke sejumlah tempat wisata ternama di Provinsi Phuket pada 1 Juli lalu. Para turis bisa langsung datang dengan menunjukkan bukti sudah divaksin dan sertifikat negatif Covid-19. Mereka juga tidak perlu menjalani karantina 14 hari. Program wisata yang dikenal sebagai Phuket Sandbox itu terbuka untuk turis dari 63 negara yang, menurut pemerintah, berada dalam status risiko rendah dan sedang Covid-19.

Program Phuket Sandbox itu langsung menuai bala. Awalnya, otoritas Phuket mendapati seorang turis dari grup wisata asal Uni Emirat Arab terinfeksi Covid-19. Pria itu langsung dibawa ke rumah sakit, sementara rekan-rekannya di grup wisata yang sama menjalani karantina 14 hari di hotel. Pada 17 Juli lalu, ada 16 turis asing yang terbukti positif Covid-19. Separuh di antaranya ketahuan saat diperiksa di Bandar Udara Phuket.

Otoritas Phuket pun menyampaikan kekhawatiran mereka kepada Kementerian Luar Negeri dan Otoritas Turisme Thailand setelah menerima laporan bahwa hampir separuh turis yang dinyatakan positif Covid-19 itu terdeteksi dalam pemeriksaan di bandara, padahal mereka sudah diwajibkan membawa surat keterangan negatif Covid-19 sebelum terbang dari negara asal. Dalam periode itu diperkirakan ada lebih dari 7.000 turis asing yang masuk ke Phuket.

Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha (tengah sambil menunjuk) menyambut wisatawan, menyusul kebijakan membuka Phuket sebagai lokasi wisata ditengah meningkatnya angka penyebaran Covid 19, di Thailand, 1 Juli 2021. Pemerintah Thailand/Handout via REUTERS

Gubernur Provinsi Phuket, Narong Woonciew, memperketat pembatasan aktivitas publik agar penularan Covid-19 tak meluas. Pemerintah menutup sementara pub, bar, tempat karaoke, dan lokasi-lokasi hiburan di sana. Pusat belanja dan restoran yang menjual minuman beralkohol harus ditutup pada pukul 9 malam. Narong juga melarang pesta digelar di pantai, taman, dan lokasi publik lain. Mereka yang melanggar aturan ini bisa dihukum 1-2 tahun penjara atau denda sebesar 20-100 ribu baht atau Rp 9-44 juta.

Jumlah turis yang datang dalam program Phuket Sandbox masih jauh dari periode sebelum pandemi, yang bisa mencapai 175 ribu orang sepekan. Namun bisnis wisata mulai bergeliat di sana. Meski demikian, masyarakat khawatir jika gelombang penularan Covid-19 membesar. Tanpa informasi program yang jelas dari pemerintah, warga Phuket ragu akan keberhasilan program ini. “Banyak misinformasi dari pemerintah,” tutur warga Phuket, Pimchanok, seperti dilaporkan Insider. “Kami butuh informasi dan jadwal yang pasti supaya pebisnis lokal bisa menyiapkan diri.”

Saat warga Phuket bergulat dengan kelangsungan bisnis wisata di tengah pandemi, penduduk Bangkok kian terjepit Covid-19. Layanan paramedis dan ambulans tak cukup untuk mengangkut semua orang yang dilaporkan sedang sakit. Pemerintah Thailand menuai kritik setelah sejumlah orang yang menunggu perawatan ditemukan meninggal di jalanan dan rumah mereka di Bangkok.

Tiga orang—satu di antaranya terinfeksi Covid-19—ditemukan meninggal di jalanan Kota Bangkok. Juru bicara Partai Bergerak Maju dan anggota parlemen Thailand, Nattacha Boonchaiinsawat, menyebutkan Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha tak punya rencana untuk menangani krisis kesehatan. Menurut dia, seperti dilaporkan Bangkok Post pada 21 Juli lalu, kondisi itu membuat orang-orang kehilangan nyawa di jalanan.

Masalah orang meninggal di jalanan ini dibawa Prayut ke pertemuan daring dengan bawahannya pada Kamis, 22 Juli lalu. Dia mendesak mereka mencari cara mengurangi jumlah kasus ini. “Ini tanggung jawab semua lembaga, bukan hanya Kementerian Kesehatan,” ujar Prayut. “Lembaga yang terlibat perlu mencari cara untuk membawa pasien-pasien itu ke rumah sakit.”

Ketua Unit Penanggulangan Bencana Poh Teck Tung Foundation, Somboon Kwan-on, mengatakan timnya kini mengangkut 8-10 jenazah dalam sehari. Rumah sakit di Thailand mengisolasi siapa pun yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Akibatnya, fasilitas kesehatan mulai kewalahan menangani aliran pasien Covid-19.

Menurut juru bicara Pusat Administrasi Covid-19, Apisamai Sirangsan, seperti dilaporkan Channel News Asia, pada Jumat, 23 Juli lalu, hampir 4.000 pasien kini sedang ditangani di rumah sakit, tapi lebih dari 20 ribu warga Bangkok masih antre untuk mendapatkan perawatan. Ini belum termasuk lebih dari 2.500 orang Thailand yang rawat jalan atau menjalani isolasi mandiri di rumah.

THE GUARDIAN, NIKKEI ASIA, THAIGER
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gabriel Wahyu Titiyoga

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus