Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Thaksin Masih Belum Pulang

Adik bungsu Thaksin Shinawatra menang pemilu. Amnesti bagi Thaksin akan menjadi perdebatan yang panas dalam hari-hari pertamanya sebagai perdana menteri kelak.

11 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari itu lobi OAI Tower, Bangkok, yang disulap menjadi markas Partai Pheu Thai, hiruk-pikuk. Setiap orang sibuk dengan urusan kelompok yang diwakilinya, sambil mencuri-curi pandang ke salah satu dari dua pesawat televisi 23 inci yang tengah menyiarkan perolehan suara pemilihan umum 2011.

Ruangan besar yang penuh sesak itu, Ahad dua pekan lalu, seperti mau pecah ketika perolehan suara partai yang didirikan para pendukung mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra tersebut melesat, tak terkejar lawan-lawannya. Semuanya jelas sudah: Yingluck Shinawatra, adik bungsu Thaksin Shinawatra, akan menduduki kursi perdana menteri yang lima tahun lalu direbut paksa dari kakaknya.

Yingluck akan menjadi perdana menteri perempuan pertama di Thailand setelah partainya merebut 265 kursi dari 500 kursi parlemen. Jumlah itu melampaui Partai Demokrat, yang dipimpin Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, yang hanya mendapat 159 kursi.

Kemenangan perempuan 44 tahun yang lama bergelut di dunia bisnis ini sebuah keajaiban. Enam bulan lalu memasuki dunia politik, sekarang ia sudah menjadi orang nomor satu di Thailand. Dan ia mendapat sokongan luar biasa dari para pendukung mantan perdana menteri Thaksin. "Dia pasti bisa menjalankan pemerintahan," ujar Wakil Ketua Partai Pheu Thai, Kanawat Wasinsungworn, saat ditemui Tempo di markas partainya.

Dua bulan lagi, sejak hari pertama menjabat perdana menteri, Yingluck langsung menghadapi masalah raksasa: adakah ia akan menggunakan kekuasaannya untuk memberikan amnesti kepada sang kakak, lantas membiarkannya kembali ke Thailand. Rekonsiliasi nasional adalah masalah berat selanjutnya yang harus ia hadapi.

Thaksin terjungkal pada 2006 akibat kudeta militer yang diawali dengan demonstrasi besar yang melumpuhkan Bangkok. Dua tahun kemudian  Mahkamah Agung Thailand menjatuhinya hukuman dua tahun penjara karena penyelewengannya: mencampuradukkan urusan negara dengan bisnis keluarga. Ketika vonis jatuh, Thaksin Shinawatra tidak lagi berada di Thailand.

Rakyat negeri itu terbelah dalam urusan Thaksin. Bagi kebanyakan warga miskin dan pedesaan, Thaksin adalah pahlawan. "Saya suka keluarga Shinawatra," kata Apichart, seorang sopir taksi di Bangkok. Ia mengakui Thaksin korup seperti kebanyakan politikus, tapi ia cepat membelanya, "Paling tidak Thaksin memberi banyak buat rakyat kecil." Itulah kenapa partai Yingluck menang.

Di mata kelas menengah, terutama di perkotaan, Thaksin adalah penipu. "Thaksin terlalu korup. Saya tak akan membiarkannya pulang," kata Natchapon Akararojit, mahasiswa Universitas Chulalongkorn di Bangkok, kepada Reuters.

Pheu Thai (artinya untuk orang Thai) tak memiliki program khusus untuk amnesti Thaksin. Langkah yang menjadi prioritasnya adalah kebijakan rekonsiliasi, yang salah satu programnya adalah amnesti umum untuk banyak orang. Inilah jalan elegan untuk mengatasi dilema itu. "Saya tak bisa melakukan hal yang khusus untuk kakak saya," kata Yingluck kepada CNN.

Yingluck juga menyatakan proses rekonsiliasi akan dilakukan oleh lembaga yang bekerja independen. "Semuanya bergantung pada Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi," janjinya.

Namun oposisi tidak percaya. Partai Demokrat yakin amnesti pada dasarnya hanyalah alat untuk membebaskan dan memaafkan Thaksin dari kesalahan-kesalahannya. Rekonsiliasi akan digunakan untuk menyatukan dan merekatkan segenap anggota parlemen. Ketika parlemen tidak lagi galak terhadap pemerintah, amnesti pun bisa dijalankan tanpa menimbulkan banyak keributan.

"Satu tahun ini, rekonsiliasi akan diwacanakan dan direalisasi, tahun berikutnya ya amnesti," kata seorang anggota Partai Demokrat yang tak ingin namanya disebut kepada Tempo.

Kelompok-kelompok anti-Thaksin, kelompok yang dulu berkaus kuning, bergerak cepat. Mereka menyatakan siap turun ke jalan lagi. Kelompok lain malah telah bertindak. Tul Suttisomwong melaporkan Yingluck ke Departemen Investigasi Khusus bahwa Yingluck melakukan sumpah palsu dalam kasus penyembunyian aset yang melibatkan kakaknya, tiga tahun lalu. Tul Suttisomwong melakukan ini semua untuk mencegah Yingluck melindungi kakaknya.

Dari Dubai, Thaksin menyatakan tak akan segera pulang. "Itu bukan hal yang utama. Prioritas sekarang adalah melakukan rekonsiliasi," katanya. Meskipun demikian, sebelum ada kejelasan kemenangan Pheu Thai, dia menyatakan akan pulang pada Desember mendatang untuk menghadiri pernikahan putrinya. Dia mengaku sudah bisa menikmati hidup jauh dari kampung halaman. "Saya akan pulang hanya kalau keadaan sudah tenang dan baik." 

Purwani Diyah Prabandari (The Nation, Bangkok Post, Reuters), Yophiandi (Bangkok)


Tetap Nyaman dan Berkuasa

Di Dubai, Thaksin Shinawatra tak kalah sibuk dibanding para kader Pheu Thai. Begitu partai itu menang, 4.800 kilometer dari Bangkok, mantan Perdana Menteri Thailand ini menghabiskan banyak waktu dengan menelepon. Ia berbicara dengan para petinggi partai kecil, membahas koalisi untuk pembentukan kabinet baru, termasuk mendiskusikan kursi menteri apa saja yang bisa mereka dapatkan.

Di antara yang ditelepon adalah para petinggi Partai Chart Thai Pattana, Chart Pattana Puea Pandin, dan Palang Chong. "Kami hanya bisa memilih yang terbaik yang ditawarkan Thaksin ke kami," kata seorang sumber The Nation dari salah satu partai yang ditawari koalisi. "Keputusan terakhir ada di tangan Thaksin sendiri," sumber lainnya menambahkan, seolah menegaskan betapa sentralnya peran kakak calon perdana menteri ini.

Thaksin memang memegang kunci Pheu Thai.  Meski berada di luar negeri, dialah yang mendirikan partai ini. Bahkan, dalam sebuah wawancara, dia menyebut Yingluck sebagai "klon"-nya. Dia banyak menyumbang untuk Partai Pheu Thai dan kelompok Kaus Merah Thailand yang mendukungnya.

The Independent menuliskan bagaimana Thaksin terlihat membawa enam telepon seluler ketika ditemui beberapa waktu lalu di lapangan golf tak jauh dari kediamannya. Setiap pesawat telepon memiliki fungsi tersendiri. Ada yang untuk kontak bisnis, pendukung politik, atau keluarga. Masing-masing menderingkan nada yang berbeda, sehingga dia bisa langsung tahu siapa yang menelepon.

Thaksin tak hanya masih begitu berkuasa. Terpidana korupsi dengan hukuman dua tahun penjara ini juga bebas pergi ke mana-mana dan tetap bisa hidup mewah serta nyaman. Dalam 10 bulan terakhir, pria pemegang paspor Montenegro ini telah terbang kian-kemari selama sekitar 750 jam, dengan jet pribadinya.

Sejak melarikan diri dari pemerintahan negerinya sekitar lima tahun silam,  ia berkendara dengan jet pribadinya, Bombardier Global Express, yang membawanya ke berbagai negara. Dia pernah tinggal di Hong Kong, Singapura, Cina, Brunei, Inggris, Nikaragua, Montenegro, dan juga Kamboja, tempat dia diangkat menjadi penasihat khusus urusan ekonomi Perdana Menteri Hun Sen.

Namun, sejak dua setengah tahun lalu, ia menetap di Dubai. Thaksin, yang telah bercerai dengan istrinya, Potjaman Na Pombejra, tinggal di sebuah vila di kompleks mewah, yang di depannya terbentang lapangan golf dan danau. The Independent juga menuliskan, di vilanya bertengger pula dua mobil mewah, Lexus LS 600h L dan Jaguar hitam.

Mantan pemilik klub sepak bola Manchester City ini terus berjaya di dunia bisnis. Belakangan, dia melakukan investasi di pertambangan di Afrika. Yang saat ini telah berjalan adalah tambang emas di Uganda, tambang batu bara di Afrika Selatan, dan tambang platinum di Zimbabwe. Dia pun belum puas dan masih mencari kemungkinan berinvestasi di Sierra Leone, Republik Demokratik Kongo, dan Ghana.

Kini, selain sibuk mengurusi bisnis dan politik jarak jauh, Thaksin memiliki kesibukan baru yang menyenangkannya. Ia mempersiapkan buku tentang dirinya, yang ditulis seorang wartawan televisi. Judulnya Thaksin, Kamu di Mana.

Purwani Diyah Prabandari (The Independent, The Nation)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus