Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Top 3 dunia pada 17 Maret 2024, di urutan pertama berita tentang mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sangat percaya diri bisa memenangkan pemilu Presiden Amerika pada November 2024. Dia sampai sesumbar jika sampai kalah lagi dalam pemilu, maka seharusnya tidak ada lagi pemilu presiden di Negeri Abang Sam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di urutan kedua top 3 dunia, berita mengenai pencemaran ekosistem laut di Laut Cina Selatan. Banyak pembahasan soal keamanan dan ancaman keamanan di area perairan yang dipersengketakan tersebut, namun minim perhatian pada kerusakan lingkungan laut di wilayah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1.Donald Trump Sebut Tak Akan Ada Pemilu Lagi Jika Ia Kalah
Mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump sesumbar tidak akan ada pemilu lagi di negaranya jika ia tidak menang pada pemilu presiden pada 5 November 2024 mendatang. Dalam pemilu nanti, Trump akan kembali berduel dengan rivalnya dari Partai Demokrat, Presiden Joe Biden, setelah kalah darinya pada pemilu presiden 2020.
Trump sedang berpidato di depan para pendukungnya di Ohio pada Sabtu, 16 Maret 2024 ketika melontarkan komentar tersebut. Ia juga mengklaim kekalahannya dari Biden dalam pilpres 2020 adalah akibat dari kecurangan pemilu.
Pekan ini, Trump memenangkan suara delegasi dalam jumlah yang cukup banyak untuk meraih nominasi Partai Republik. Hal ini memungkinkan pertarungan ulang dengan Biden, yang juga mendapat dukungan yang cukup dari partainya untuk tampil dalam pemungutan suara
Baca selengkapnya di sini
2. Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang
Peneliti dan Wakil Direktur Asia Maritime Transparency Initiative CSIS Harrison Prétat mengingatkan ekosistem laut di Laut Cina Selatan, memprihatinkan. Dalam acara press briefing bertajuk 'Deep Blue Scars Environmental Threats to the South China Sea', disampaikan ada tiga masalah terbesar di Laut Cina Selatan. Pertama pembangunan pulau-pulau buatan di Laut Cina Selatan yang dilakukan beberapa negara bersengketa. Pembangunan ini merusak ekosistem laut karena mengeruk sebagian besar dari terumbu karang (coral reef) hingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat besar.
Kedua, pengambilan giant clams di Laut Cina Selatan secara besar-besaran. Di Cina, giant clams harganya sangat mahal. Giant clams seharusnya diambil di area permukaan saja, namun yang terjadi di Laut Cina Selatan, pengambilan giant clams sampai dikeruk sehingga menimbulkan banyak baret (scars) di dareah coastal, dan membahayakan lingkungan laut.
Ketiga, aktivitas yang mengganggu seperti penangkapan ikan berlebihan atau penangkapan ikan secara ilegal. Aktvitas memancing di Laut Cina Selatan baru naik pada 1980 atau ketika Beijing memberi subsidi perikanan sehingga semakin banyak nelayan Cina mencari ikan di Laut Cina Selatan. Stok ikan di seluruh dunia sudah mulai turun sejak 1990-an dan sekarang untuk mendapatkan ikan usaha yang dilakukan para nelayan harus sampai dua kali lipat
Baca selengkapnya di sini
3. Tiga Jenazah ABK WNI dari Kapal Ikan di Korea Selatan Diserahkan ke Keluarga
Kementerian Luar Negeri RI pada 16 Maret 2024, memfasilitasi dan menyerahkan tiga jenazah ABK WNI atas nama Safrudin, R Arie Permana, dan Maulana Mansyur. Ketiga jenazah tersebut tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten pada pukul 15.55 WIB.
Serahterima jenazah kepada pihak keluarga dihadiri pula oleh perwakilan agen perusahaan pengirim para ABK WNI tersebut. Ketiga ABK WNI itu, bagian dari sembilan ABK WNI di kapal penangkap ikan bernama 2 Haesinh yang tenggelam.
Sebelumnya Kementerian Luar Negeri RI mengkonfirmasi pada Sabtu, 9 Maret 2024, telah menerima laporan dari Pemerintah Korea Selatan perihal tenggelamnya kapal penangkap ikan 2 Haesinho di perairan Korea karena kecelakaan hingga membuat kapal seberat 29 ton tersebut terbalik. Musibah persisnya terjadi di 68 kilometer wilayah selatan Tongyeong, Provinsi Gyeongsang
Baca selengkapnya di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini