Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Yugoslavia. Josef Broz Tito tiba di Peking hari Senin
pekan silam. Ini merupakan peristiwa amat penting dalam
kalangan negara-negara sosialis. Sebelumnya, kantor berita
Yugoslavia, Tanjug menyebut kunjungan ini sebagai "salah satu
kejadian inter nasional bersejarah tahun ini."
Bagi Tito pribadi, kunjungan ini nampaknya akan jadi salah satu
tonggak peristiwa sejarah hidupnya sejak lama Peking
mengambil tokoh yang berusia 85 tahun ini sebagai contoh
"revisionis modern" bahkan jauh sebelum Khruschev mendapat
julukan yang sama. Ini sebagai akibat dari usaha-usha Tito yang
"pragmatis" untuk mengelola ekonomi negerinya yang mendapat cap
Peking sebagai "kebangunan kembali kapitalisme." Selain dari
itu, kebijaksanaan Tito yang mencegat keluar dari pengendalian
Stalin telah jadi sasaran umpatan keras dari dunia komunis pada
umumnya. Syahdan, Tito pernah bersumpah ia tak akan mengunjungi
Cina selama Mao masih hidup, kendati RRC pun telah keluar dari
orbit Moskow.
Tapi dewasa ini tokoh Tito dapat tempat cukup tinggi di mata
Peking. Ia dianggap sebagai simbol pemimpin yang berurat saraf
baja dalaun menghadapi Rusia. Dan Peking kini ingin
memanfaatkannya dalam permusuhan dengan negara komunis nomor
satu itu.
Bagi Tito sendiri, ini mungkin meru pakan langlang buananya yang
terakhir. Diduga ini jadi salall satu usaha akhir Tito dalam
memperjelas jalinan hubungannya dengan negara-negara komunis
terutama di masa depan negaranya yang belum jelas, apabila ia
telah tiada.
Dalam perjalanan menuju Peking, Tito singgah di Moskow dan
Pyongyang. Ini melambangkan tekad Tito untuk terus berpegang
pada garis bebas tak ingin terlibat dalam pertentangan idologi
kedua raksasa dunia komunis itu. Tak Terelakkan Garis independen
ini diuji Cina pada hari pertama, dan ternyata tak tergoyahkan.
Dalarn upacara penyambutan, Hua Kuo-feng mengingatkan tamunya
akan kemungkinan peperangan yang mengerikan di hari depan.
Menurut Hua kedua superpower sedang berlumba memperkuat dirinya
dengan senjata-senjata yang penghancur hebat. "Mereka telah
terjebak ke dalam suatu persaingan untuk memperebutkan hegemoni
dunia. Dengan demikian perang tak terelakkan. Inilah yang harus
diperhatikan secara saksama oleh para pemimpin dunia," sambung
Hua. Doktrin "perang tak terelakkan" merupakan salah satu dalih
kunci perselisihan Peking-Moskow.
Tito tenyata berpendapat lain Katanya: "Keadaan internasional
penuh dengan liku-liku. Ini merupakan tantangan bagi para
pemimpin dunia. Tapi ini tak berarti bahwa perang tak dapat
dielakkan."
Perbedaan itu cuma samar tentu dan Tito disambut meriah. Kurang
lebih seratus ribu orang artis turun ke jalan. Menyanyi dan
menari-nari. Peking menyelenggarakan resepsi yang paling megah
dalam tahun ini. Pesta ini lebih besar ketimbang upacara-upacara
yang diselenggarakan di Moskow untuk menyambut Tito beberapa
hari sebelumnya. Di lapangan udara. Hua pribadi disertai empat
anggota politbiro lain datang menyambut di tangga pesawat.
Pada mulanya kekuatan bahwa Cina ingin memanfaatkan kunjungan
Tito ini untuk menyerang Rusia. Sepanjang jalan menuju lapangan
terbang dan jalan-jalan utama Peking penuh dengan slogan-slogan
dukungan kepada perjuangan bangsa yan melawan hegemoni -
istilah tersamar Cina untuk menyerang Uni-Soviet.
Melihat Tito tak berminat menyerang Rusia, Jen-min Jihao, tak
memuat tulisan serangan terhadap Uni Soviet. Biasanya tulisan
sejenis ini hadir tiap hari. Namun, tak urung Moskow diserang
dengan sindiran. Katanya, " . . . kita percaya bahwa siapa pun
yang menyimpan keinginan di hatinya untuk menggerogoti kebebasan
yang dianut Yugo, pada suatu saat ia akan hancur dengan
sindirinya . . . "
Lebih Santai
Di balik itu semua, para peninjau berspekulasi bahwa para
pemimpin pragmatis Cina yang baru saja naik panggung, sehenarnya
ingin belajar dari pragmatisme yang sejak lama dipraktekkan Tito
di negerinya. Peking ingin mempelajari sistim pengelolaan
sendiri yang dijalankan kaum buruh dalam usaha untuk memperoleh
cara baru dalam memberikan motifasi kepada kaum buruh Cina yang
sejak lama tidak puas. Ini juga dilakukan demi mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Suatu sumber di Peking mengatakan bahwa suatu delegasi yang
dipimpin oleh seorang anggota pengganti politbiro telah datang
mengunjungi Yugoslavia beberapa bulan yang lalu. Di sana rnereka
mempelajari sistim yang memberi tanggung jawab kepada buruh
dalam menjalankan perusahaan negara dan sekaligus membagi-bagi
keuntungan di kalangan mereka sendiri. Katanya, delegasi Cina
tersebut telah meminta bahan-bahan tertulis tentang cara
tersebut. Ini merupakan indikasi paling menyolok bahwa Peking
sedang merencanakan kebijaksanaan yang lebih santai setelah
kematian Mao tahun silam. Di masa lalu Cina selalu memaki Yugo
sebagai "revisionis" kalena sangat mengutamakan keuntungan
materiil dalam menjalakan ekonominya.
Menurut kabar, kebijaksanaan baru yang diambil para penguasa di
Peking antara lain diakibatkan oleh adanya semacam
ketidak-puasan di kalangan buruh Cina yang sejak tahun 50-an tak
pernah mendapat kenaikan gaji, pembagian leuntungan atau pun
perbaikan nasib. Buruh yang berjasa dalam menaikkan produksi
paling-paling mendapat gelar sebagai "Buruh Teladan" yang tak
berpengaruh banyak terhadap nasib diri dan keluarganya.
Frustrasi semacam ini telah merendahkan produktivitas buruh dan
menghambat perkembangan ekonomi.
Penyegaran hubungan dengan Yugo barangkali merupakan resep yang
sedang dicoba. Sistim ekonomi Yugo mungkin .jalan keluar bagi
Cina. Ini kalau berhasil. Kalau gagal, sejaran lama pasti
berulang: muncul kembalinya suatu Revolusi Kebudayaan atau
gerakan sejenisnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo