Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Ankara -- Pemerintah Turki menyesalkan sikap pemerintah Amerika Serikat yang melakukan veto terhadap draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait status Kota Yerusalem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, juga dikabarkan berkomunikasi lewat sambungan telepon dengan Perdana Menteri Inggris, Theresa May, soal veto AS terkait status Kota Yerusalem. Keduanya dikabarkan bersepakat ketegangan baru yang terjadi bisa membahayakan proses perdamaian antara Palestina dan Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: AS Veto Draf Resolusi DK PBB Soal Status Yerusalem, Kenapa?
Draf resolusi DK PBB menyatakan setiap keputusan dan tindakan yang bertujuan untuk mengubah karakter, status atau komposisi demografi Kota Suci Yerusalem tidak memiliki efek legal, batal dan harus dicabut sesuai dengan ketentuan resolusi DK PBB.
Baca: Begini Sejarah Perebutan Yerusalem Sejak Ribuan Tahun Lalu
AS menggunakan hak veto untuk menolak draf resolusi rancangan Mesir, yang menyatakan sangat menyayangkan keputusan akhir-akhir ini mengenai status Yerusalem. Draf rancangan Mesir ini mendapat dukungan dari 14 anggota DK PBB meskipun draf itu tidak menyebut nama AS secara khusus terkait isu status Kota Yerusalem.
"Amerika Serikat sendirian melakukan veto dan ini menunjukkan tanda kongkrit bahwa keputusannya ilegal mengenai status Kota Yerusalem," kata Kementerian Luar Negeri Turki, Senin, 18 Desember 2017.
Kemenlu Turki menyatakan veto AS tadi menunjukkan Washington telah kehilangan obyektivitasnya. Dewan Keamanan PBB tidak bisa dibiarkan menjadi tidak efektif dalam menjalankan fungsinya karena langkah veto itu.
Erdogan mengambil posisi terdepan dalam isu status Kota Yerusalem ini dengan menolak keputusan Trump. Erdogan baru saja menggelar pertemuan darurat Organisasi Kerjasama Islam di Istanbul, yang mendukung kemerdekaan Palestina dengan ibu kota Yerusalem Timur. Konferensi ini dihadiri sekitaar 50 negara berpenduduk Muslim, termasuk dari Indonesia.
Reuters melansir keputusan Trump soal status Kota Yerusalem bertentangan dengan kebijakan luar negeri AS selama tujuh dekade bahwa status kota itu ditentukan lewat proses perundingan antara Israel dan Palestina. Sekutu terdekat AS, Uni Eropa, juga menolak keputusan Trump dan menyebutnya bisa membawa kawasan Timur Tengah ke masa-masa kegelapan.
Kota Yerusalem merupakan tempat bagi rumah ibadah bagi kaum Yahudi, Kristen dan Muslim. Israel menganeksasi Kota Yerusalem Timur pada perang 1967 namun tidak diakui dunia internasional.
REUTERS