Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Tunisia menolak tuduhan rasisme pada Minggu, 5 Maret 2023 dan menunjukkan kemungkinan konsekuensi hukum bagi para pelaku serangan terhadap imigran ilegal, 10 hari setelah mengumumkan tindakan keras terhadap migrasi ilegal dengan menggunakan bahasa yang dikutuk oleh Uni Afrika sebagai "pidato kebencian yang dirasialisasikan".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pernyataan 21 Februari yang memerintahkan pasukan keamanan untuk mengusir semua imigran gelap, Presiden Kais Saied menyebut migrasi sebagai konspirasi untuk mengubah demografi Tunisia dengan menjadikannya lebih Afrika dan kurang Arab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi menahan ratusan migran, para majikan yang dengan cepat mengusir ratusan pekerja dari rumah mereka dan ratusan lainnya dipecat dari pekerjaan, kata kelompok-kelompok HAM.
Banyak migran mengatakan mereka telah diserang, termasuk dilempari batu oleh geng pemuda di lingkungan mereka, dan kelompok-kelompok HAM ini mengatakan polisi lambat menanggapi serangan semacam itu.
Meskipun Saied menolak dituduh rasis, dalam sebuah pernyataannya 23 Februari, ia mengulangi pandangannya tentang imigrasi sebagai plot demografis. Sebelum Minggu, Saeid belum memperingatkan secara terang-terangan konsekuensi legal untuk serangan-serangan itu.
Dalam pernyataan Minggu, ia menggambarkan tuduhan-tuduhan rasisme sebagai sebuah kampanye melawan negara tersebut “dari sumber-sumber yang diketahui”, tanpa mengelaborasinya.
Tetapi ia menambahkan Tunisia merasa terhormat menjadi sebuah negara Afrika dan mengumumkan pelonggaran aturan visa untuk warga Afrika, dan mengizinkan mereka tinggal hingga enam bulan, dan bukan lagi tiga bulan, tanpa mencari rumah, dan setahun untuk para pelajar.
Ia mengatakan para migran yang kelebihan tinggal dapat pergi tanpa hukuman setelah banyak dari otoritas-otoritas di sana berusaha mendeportasi yang berbukti tak mampu membayar denda untuk kelebihan masa tinggal.
Dia melukis tindakan kerasnya pada migrasi ilegal sebagai kampanye melawan perdagangan manusia dan menunjuk pada undang-undang yang disahkan pada 2018 terhadap diskriminasi untuk mengatakan bahwa serangan verbal atau fisik terhadap orang asing akan dituntut.
Partai-partai oposisi dan kelompok-kelompok HAM mengatakan tindakan keras Saied terhadap imigran, yang bertepatan dengan penangkapan tokoh-tokoh oposisi senior, ditujukan untuk mengalihkan perhatian dari krisis ekonomi Tunisia.
Saied merebut sebagian besar kekuatan pada 2021, menutup Parlemen terpilih, bergerak untuk memerintah berdasarkan keputusan dan menulis ulang Konstitusi, langkah-langkah, dan termasuk partai-partai politik utama..
Dia mengatakan tindakannya legal dan perlu menyelamatkan Tunisia dari kekacauan.
REUTERS
Pilihan Editor: Ribuan Protes di Athena setelah Kecelakaan Kereta Api Maut