Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Vladimir Putin Memuji Vietnam yang Dinilai Pragmatis soal Perang Ukraina

Vladimir Putin memuji Vietnam atas sikapnya terhadap perang Ukraina karena menerapkan kebijakan luar negeri netral

20 Juni 2024 | 17.00 WIB

Sekjen Partai Komunis Vietnam, Nguyen Phu Trong, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin (kanan) bertemu di Resor Laut Hitam Sochi pada 6 September 2018. Vietnam News
Perbesar
Sekjen Partai Komunis Vietnam, Nguyen Phu Trong, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin (kanan) bertemu di Resor Laut Hitam Sochi pada 6 September 2018. Vietnam News

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin memuji sikap Hanoi terhadap perang Ukraina. Dalam sebuah tulisan opini yang diterbitkan pada Rabu, 19 Juni 2024 di surat kabar Partai Komunis Vietnam, Putin juga menyinggung kemajuan Vietnam di bidang pembayaran, energi dan perdagangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sedangkan dalam komentar yang diterbitkan di surat kabar Nhan Dan, Putin memuji Vietnam karena mendukung “cara pragmatis untuk menyelesaikan krisis” di Ukraina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Vietnam, yang secara resmi menerapkan kebijakan luar negeri netral dalam hubungannya dengan negara-negara besar di dunia, tidak mengutuk invasi Rusia terhadap Ukraina, yang dimulai pada Februari 2022. Posisi itu dianggap negara-negara Barat kalau Vietnam terlalu dekat dengan Kremlin.

Bukan hanya itu, posisi Vietnam di Laut Cina Selatan berbeda dengan Cina, yang mengklaim hampir seluruh jalur perairan strategis tersebut, termasuk ladang gas dan minyak di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Vietnam tempat perusahaan-perusahaan Rusia mengekstraksi minyak dan gas.

Putin terakhir kali ke Vietnam pada 2017. Pada pekan ini, dia berkunjung lagi ke negara itu untuk menghadiri konferensi tingkat tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC). Menurut Putin, Rusia dan Vietnam juga memiliki “penilaian serupa mengenai situasi di kawasan Asia-Pasifik.” Energi merupakan bidang yang “memiliki memiliki kepentingan strategis dalam kerja sama bilateral” Vietnam dan Rusia. Ia menyinggung bisnis bersama Rusia-Vietnam dalam bidang bahan bakar fosil di Laut Cina Selatan dan di Rusia utara.

Ia juga mengutip inisiatif mendirikan pusat ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Vietnam dengan dukungan Rosatom, perusahaan energi nuklir raksasa milik negara Rusia. Sekitar satu dekade yang lalu, Vietnam menunda rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir dan belum jelas apakah ada proyek tersebut akan dilanjutkan.
 
Putin memuji Vietnam kemajuan di bidang keuangan dan perdagangan. Penyelesaian pembayaran antara kedua negara menjadi rumit karena sanksi Barat terhadap bank-bank Rusia, dan masalah ini telah lama menjadi prioritas dalam pertemuan bilateral, kata para pejabat yang dikutip Reuters.
 
Ia mencatat, transaksi dalam rubel dan dong Vietnam menyumbang 60 persen pembayaran perdagangan bilateral pada kuartal pertama tahun ini, naik dari lebih dari 40 persen tahun lalu.
 
“Bank Usaha Patungan Vietnam-Rusia memainkan peran penting dalam memastikan transaksi keuangan yang dapat diandalkan,” tulis Putin, mengacu pada lembaga pemberi pinjaman yang berbasis di Hanoi yang didirikan pada 2006.
 
Menurut kantor berita pemerintah Rusia TASS, perdagangan bilateral Rusia-Vietnam meningkat lebih dari delapan persen pada tahun lalu atau mencapai US$5 miliar (Rp82 triliun).  
 
Kedua negara bekerja sama di sektor-sektor seperti energi, pembuatan mesin, obat-obatan dan pertanian. Perusahaan-perusahaan Rusia seperti Gazprom, Zarubezhneft, Novatek, dan Rosatom sedang melaksanakan proyek di Vietnam, yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU).
 
Vietnam juga merupakan destinasi menarik bagi wisatawan Rusia. Sekitar 40 ribu orang Rusia mengunjungi negara itu pada 2022 dan 125 ribu orang pada tahun berikutnya. Namun, perdagangan Vietnam dengan Rusia masih terbatas dan Amerika Serikat serta Cina adalah mitra dagang utama Hanoi.
 
Putin dijadwalkan tiba di Hanoi pada Kamis, 20 Juni 2024, waktu setempat dan berencana bertemu dengan para pemimpin Vietnam, setelah melakukan perjalanan ke Korea Utara. Selama di Hanoi, ia akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Vietnam To Lam, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong, Perdana Menteri Pham Minh Chinh, dan ketua parlemen Tran Thanh Man. Pembicaraan mereka diperkirakan akan fokus pada isu kemitraan antara Moskow dan Hanoi dan bakal menghasilkan sejumlah dokumen bilateral.


 
REUTERS | TASS

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

Nabiila Azzahra

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menjadi reporter Tempo sejak 2023 dengan liputan isu internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus