Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Pencemaran Lingkungan Smelter Nikel Bantaeng

Pabrik smelter di Bantaeng, Sulawesi Selatan, menimbulkan dampak lingkungan ke warga sekitar. Apa saja?

6 Maret 2025 | 13.30 WIB

Rumah panggung milik Kamil yang rusak akibat terpapar polusi Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan, 9 Februari 2025. Tempo/Praga Utama
material-symbols:fullscreenPerbesar
Rumah panggung milik Kamil yang rusak akibat terpapar polusi Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan, 9 Februari 2025. Tempo/Praga Utama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Polusi dari smelter nikel membuat atap rumah warga keropos dan cepat rusak.

  • Warga juga mengeluhkan kekeringan dan polusi di Kawasan Industri Bantaeng.

  • Kawasan Industri Bantaeng digagas Nurdin Abdullah yang kini tersandung kasus gratifikasi proyek infrastruktur.

RUMAH panggung di Dusun Mawang, Desa Papan Loe, Kecamatan Pa'jukukang, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, itu nyaris ambruk. Dindingnya yang terbuat dari kayu juga lapuk. Di dalam rumah, potongan seng, kayu, dan perkakas berhamburan bersama sampah plastik. Sekitar satu jam sebelumnya, ruang utama bangunan itu diguyur hujan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kamil, warga Dusun Mawang yang punya rumah itu, sudah pasrah dan membiarkan pesanggrahannya tersebut ambruk sendiri. "Percuma dibetulin, nanti rusak lagi,” ujar pria 42 tahun itu saat ditemui Tempo pada Ahad, 9 Februari 2025. Kamil kini menjadikan teras rumah yang rusak itu lokasi mencetak bata dengan tungku pembakaran dan area penjemuran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kamil dan keluarganya sudah hengkang dari rumah panggung itu sejak setahun lalu. Ia kini tinggal di rumah dengan dinding bata yang didirikan di lahan kosong, persis di samping rumahnya yang lawas. Kamil bercerita, ongkos pembangunan rumah baru diperoleh dari hasil penjualan tanah dan kompensasi yang diberikan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia, perusahaan pemurnian atau smelter nikel yang fasilitasnya cuma berjarak sekitar 200 meter dari rumah Kamil. Smelter dan rumah Kamil hanya dibelah oleh jalan desa dan tembok beton setinggi orang dewasa.

Kehadiran smelter nikel di Dusun Mawang membawa petaka bagi Kamil dan warga sekitar. Salah satu dampaknya adalah rumah warga yang cepat rusak. Debu dari smelter menempel di atap rumah warga yang kebanyakan masih memakai seng. Debu yang menumpuk membuat seng cepat berkarat. Kamil mengaku bisa mengganti atap setiap sepuluh tahun sekali sebelum ada pabrik pemurnian nikel. "Sekarang setahun sekali mesti ganti," tuturnya.

Kondisi penampungan air di Rumah milik Kamil, warga Dusun Mawang, Desa Papan Loe, yang bertetangga langsung dengan area Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan, 9 Februari 2025. Tempo/Praga Utama

Tak hanya itu, sumur yang menjadi sumber air bersih bagi warga Dusun Mawang juga mengering. Mengatasi problem itu, Kamil membuat kolam kecil di depan rumahnya untuk menampung air hujan. Ia juga menyediakan tangki plastik untuk menampung pasokan air bersih dari truk yang dikirim PT Huadi. Pasokan air dari truk itu merupakan hasil tuntutan warga kepada perusahaan karena sumber air bersih lesap setelah ada penambangan. Namun truk air tak rutin berkeliling ke dusun.

Dampak aktivitas smelter PT Huadi memang terasa dari rumah Kamil. Gemuruh suara mesin pabrik peleburan bijih nikel itu terdengar jelas. Aroma belerang dari cerobong asap pabrik tercium meski samar-samar. Menurut Kamil, bau belerang masih tipis karena diguyur hujan dan angin membawanya ke arah barat. Kata dia, "Baunya menyengat pada musim kemarau."

Fasilitas pemurnian nikel di Kabupaten Bantaeng bermula dari keinginan mantan Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah, yang memimpin wilayah itu pada 2008-2018. Ia ingin mendorong industrialisasi di wilayah Bantaeng. Pada 2021, Nurdin yang menjabat Gubernur Sulawesi Selatan divonis 5 tahun penjara dalam kasus gratifikasi proyek infrastruktur.

Nurdin kemudian mencanangkan pendirian Kawasan Industri Bantaeng (Kiba) dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantaeng 2012-2032. Dalam peraturan itu, Kecamatan Pa'jukukang di pesisir timur Bantaeng ditetapkan menjadi lokasi industri besar. Total luas kawasan industri itu mencapai 3.254 hektare yang terdiri atas 3.151 hektare wilayah darat dan 103 hektare wilayah reklamasi laut.

Laporan Lembaga Bantuan Hukum Makassar berjudul "Bertaruh pada Smelter" yang terbit pada 2023 menyebutkan pemerintah Bantaeng membangun dua perusahaan daerah untuk memancing investor agar mau masuk ke Kiba. Perusahaan itu adalah PT Global Seafood yang bergerak di sektor pengalengan ikan di Desa Pa'jukukang dan pabrik pupuk di Desa Papan Loe. “Perusahaan itu tak beroperasi dengan baik, bahkan tak lama langsung tutup,” kata Direktur LBH Makassar Abdul Azis Dumpa. 

Keinginan Nurdin memiliki kawasan industri besar di Bantaeng klop dengan program Presiden Joko Widodo. Bekas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu memerintahkan Kementerian Perindustrian memetakan kawasan industri baru di luar Pulau Jawa. Bantaeng masuk menjadi salah satu opsi bagi pemerintah pusat.

Gagasan Jokowi untuk mencari kawasan industri baru diimplementasikan lewat penerbitan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Selain itu, Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Kawasan Industri Nasional Tahun 2015-2035. Regulasi itu menetapkan sejumlah kawasan, termasuk Bantaeng, menjadi pusat industri pemurnian nikel dengan sebutan wilayah pusat pertumbuhan industri. 

Posisi Bantaeng sebagai sentra pemurnian nikel makin kuat setelah terbit Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Bantaeng menjadi salah satu wilayah yang mendapat status kawasan ekonomi khusus.

Rencana pemerintah pusat terhadap Bantaeng membuat daerah bergeliat. Harga tanah tiba-tiba melambung karena ada ancang-ancang pembebasan lahan. "Harganya dari semula Rp 25 juta per hektare menjadi ratusan juta rupiah," kata Abdul Azis.

Abdul Azis menjelaskan, berdasarkan catatan LBH Makassar, warga di sekitar lokasi industri tak pernah mendapat informasi utuh mengenai pembebasan lahan. Pada tahap awal pendirian Kiba, pemerintah Bantaeng menyatakan industri yang masuk ke Kiba adalah pabrik mobil dan warga sekitar akan direkrut menjadi pegawai.

Namun warga baru mengetahui bahwa pabrik yang mula-mula masuk ke Kiba adalah pemurnian nikel milik PT Huadi setelah fasilitas itu beroperasi pada 2018. “Pendirian smelter nikel di Bantaeng janggal karena di sini tidak ada tambang nikel,” tutur Abdul Azis.

PT Huadi sedikitnya telah membebaskan 219 hektare lahan warga di Desa Papan Loe dan Desa Borong Loe. Perusahaan asal Cina itu menargetkan pembebasan lahan seluas 928.857 hektare yang akan dibangun menjadi kawasan industri Huadi Bantaeng Industrial Park (HBIP). Namun pembebasan lahan itu tak berjalan mulus karena sejumlah warga belum mau melepas tanahnya. Akibatnya, kawasan itu tampak seperti petak-petak pagar yang tak beraturan. Area berpagar menandakan perusahaan telah membelinya.

Huadi Group terus berekspansi. Mereka membuka empat smelter lain, yakni PT Huadi Wuzhou Nickel Industry, PT Huadi Yatai Nickel Industry, dan PT Huadi Yatai Nickel Industry II. Semuanya telah beroperasi. Perusahaan itu mengolah nikel menjadi feronikel.

Jumlah smelter yang makin banyak menimbulkan dampak lingkungan bagi warga setempat. Beni, 51 tahun, petani padi dari Desa Borong Loe, kerap menghadapi gagal panen karena polusi dari kawasan industri pemurnian. Padahal ia bisa menghasilkan rata-rata 6 ton beras pada sawahnya yang seluas 1 hektare. Di Desa Borong Loe, ada sekitar 33 hektare sawah yang produktif. “Kami mendapat ganti rugi seharga beras waktu itu,” katanya saat ditemui di sawahnya.

Beni sedang menebarkan pupuk di sawahnya saat dijumpai pada awal Februari 2025. Padi-padi yang ditanamnya tampak hijau. Menurut Beni, perubahan musim biasanya akan membawa debu mengarah ke sawahnya pada pertengahan tahun. “Saya mengandalkan hasil panen pada awal tahun saja," tuturnya.

Kawasan persawahan di Desa Borong Loe, Pajukukang, Bantaeng, Sulawesi Selatan. Pada 2024 sawah ini rusak akibat polusi dari pengolahan nikel di Kawasan Industri Bantaeng, 9 Februari 2025. Tempo/Praga Utama

Pada 2022, Tempo mendeteksi adanya pencemaran air dari limbah yang mengalir ke kolam penampungan dan muara sungai di Bantaeng. Waktu itu Tempo menguji sampel air limbah sebanyak dua kali. Sampel air limbah yang diambil di dua titik, yaitu kolam penampungan dan rawa di dekat bibir pantai.

Pengujian pertama dilakukan di laboratorium uji Akademi Kimia Analis Bogor, Jawa Barat. Sampel diserahkan pada 29 Maret 2022 dan hasilnya keluar pada 11 April 2022. Hasil uji sampel menunjukkan semua parameter yang diuji tidak melewati baku mutu yang ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.

Pada pengujian kedua, Tempo mengirim sampel air limbah ke Laboratorium Sucofindo di Kota Makassar. Sampel diberikan pada 22 Juni 2022 dan hasilnya keluar pada 14 Juli 2022. Lokasi pengambilan sampel juga sama, di kolam penampungan air limbah yang berada di luar pagar pabrik PT Huadi dan di muara pantai. Hasil uji untuk sampel yang diambil dari kolam menunjukkan dua unsur melewati baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah, yakni nikel (Ni) terlarut sebanyak 12,5 miligram per liter (mg/l). Padahal batas maksimumnya 0,5 mg/l.

Parameter lain yang melampaui baku mutu air limbah adalah logam besi (Fe) terurai sebesar 7,28 mg/l. Adapun batas maksimumnya, menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014, adalah 5 mg/l. Sementara itu, pada sampel yang diambil di muara pantai, hasil uji laboratorium menunjukkan semua parameternya berada di bawah baku mutu.

Tempo berupaya meminta konfirmasi Bupati Bantaeng Fathul Fauzy Nurdin. Fathul tak lain adalah anak Nurdin Abdullah. Ia belum merespons permintaan wawancara hingga Kamis, 6 Maret 2025.

Tempo juga menghubungi General Affair and External Relation Manager PT Huadi Lily Dewi Candinegara pada 5 Maret 2025. Ia berjanji akan mengirim jawaban tertulis. Namun Lily tak kunjung merespons kembali saat liputan ini terbit pada 6 Maret 2025.

Meski demikian, pada 2022, Lily pernah menjelaskan bahwa perusahaan rutin mengirim laporan rencana pengelolaan lingkungan-rencana pemantauan lingkungan setiap enam bulan ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bantaeng dan Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan. 

"Ini masih pembangunan. Bisa saja ada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi secara teori," kata Lily waktu itu. Ia mencontohkan perusahaan pernah meninjau ulang motor smelter yang mengeluarkan asap. "Kami melapor ke pemerintah setiap semester."

Irsyan Hasyim berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Artikel ini merupakan serial liputan mengenai dampak tambang nikel dan didukung oleh The China Global South Project

Praga Utama

Lulusan Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran pada 2011. Bergabung dengan Tempo di tahun yang sama sebagai periset foto. Pada 2013 beralih menjadi reporter dan saat ini bertugas di desk Wawancara dan Investigasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus