Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Halal Rugi, Haram Apalagi

20 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sampai sekarang, ada 24 perusahaan (milik 147 pengusaha) yang pernah beroperasi di dasar laut. Izinnya? Sejak 1989, Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga (selanjutnya disebut Pannas) telah memberikan izin kepada setiap peminat dengan sejumlah syarat (lihat tabel: Lubang-Lubang dalam Alir Perizinan). Mereka berlomba membidik harta karun di 487 titik. Di titik-titik inilah kapal-kapal dagang asal Cina, Inggris, Portugal, Prancis, dan Belanda tenggelam berabad-abad silam.

Lokasinya menyebar sepanjang Selat Malaka, Selat Bangka, Selat Karimata, Selat Bali, Selat Madura, Selat Makassar, Banten, Cirebon, Jepara, Tuban, Ternate, Tidore, serta derah kepala burung Papua. Nilainya? Andy Asmara, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Indonesia (Aspibbi), memperkirakan rata-rata kapal itu-muatannya antara lain berupa emas lantakan, keramik kuno, patung singa dan gajah emas, gading, dan mahkota bertatahkan ratna mutu manikam-senilai US$ 125 juta atau Rp 875 miliar lebih (kurs Rp 7.000 per dolar).

Apa yang didapat negara dari kekayaan sebesar ini? Cuma Rp 3 miliar lebih--itu pun setelah aturan diberlakukan. Riset Tim Investigasi TEMPO (1983-2000) menemukan, dengan atau tanpa aturan, pemerintah tetap merugi (lihat catatan infografik), dengan kinerja dan model pengawasan selama ini.


Riau, 1983
Muatan
22 ribu keping porselen Dinasti Ming (1368-1644)
Pemilik
United Sub Sea Services, Ltd. (Michael Hatcher)
Nilai lelang
US$ 2,1 juta, setara Rp 1,890 miliar pada kurs 900
Bagian Pemerintah
Tidak ada
Keterangan
Belum ada aturan resmi

Bintan Timur Riau, 1983
Muatan
239 ribu keping porselen dan 45 kg emas (nama kapal, Geldermalsen).
Pemilik
United Sub Sea Services, Ltd. (Michael Hatcher), Swartberg Ltd.
Nilai lelang
US$ 15 juta (setara Rp 16,6 miliar pada kurs Rp 1106)
Bagian Pemerintah
Tidak ada
Keterangan

  • Klaim Perairan Indonesia tak diakui Belanda
  • Indonesia terlambat mengajukan klaim

    Heloputan, Riau, 1999
    Muatan
    37 ribu keping keramik Dinasti Song
    Pemilik
    PT Ekalingga Adikencana (Herman Spiro)
    Bagian Pemerintah
    Belum pasti
    Keterangan
    Masuk tahap lelang di Amsterdam.

    Pulau Buaya, Riau, 1989
    Muatan
    31.370 keping guci, cupu, kendi, piring, pot keramik Dinasti Song (960-1279) dan Yuan (1279 - 1368)
    Pemilik
    PT Muara Wiwesa Samudra (Tommy Soeharto/Chepot Hanny Wiano)
    Nilai lelang
    US$ 15 juta (Nilai taksiran)
    Bagian Pemerintah
    Belum pasti
    Keterangan
    Tersimpan dalam gudang di Batam

    Bangka, Sumatra Selatan, 1999
    Muatan
    46 ribu keping barang antik Cina Dinasti Tang (618-907)
    Pemilik
    PT Sulung Segarajaya (Oky Otto-Otto)
    Bagian Pemerintah
    Belum pasti
    Keterangan
    Siap lelang di Jerman.

    Blanakan, Jawa Barat, 1999
    Muatan
    13 ribu keping keramik Thailand dan Vietnam abad ke-12, keramik Cina Dinasti Song (960-1279) dan Dinasti Yuan (1279-1368)
    Pemilik
    PT Lautan Mas Group (Andi Asmara)
    Keterangan
    Belum ada penawaran

    Jepara, Jawa Tengah, 1999
    Muatan
    28.500 ribu keping keramik Dinasti Ming
    Pemilik
    PT Ekalingga Adikencana (Herman Spiro)
    Nilai lelang
    Rp 800 juta
    Bagian Pemerintah
    Rp 400 juta
    Keterangan
    Diserahkan Depkeu

    Selat Gelasa, Sumatra Selatan, 1999
    Muatan
    350 ribu keping barang antik terdiri dari porselen jenis piring blue white abad ke-18, keramik seladon jenis piring besar abad ke-16, porselen poci berukir naga abad ke-15, dan patung granit
    Catatan: sebelumnya, barang yang sama sudah dilelang di Pangkalpinang, Bangka.
    Pemilik
    PT United Sub-Sea Services Indonesia (USSI) / (Suwanda dan Michael Hatcher)
    Nilai lelang
    DM 35 juta (setara Rp 140 miliar pada kurs Rp 4.000)

    Versi TNI AL:
    Rp 8 miliar. Bagian negara, 4 miliar tak disetorkan ke kas negara
    Versi Suwanda:
    Rp 2 miliar
    Versi Gasyim:
    Keterangan Suwanda bohong belaka. Hasil lelang itu cuma Rp 2,6 miliar dan PT Sinar Tiga Utama hanya mendapat uang jasa Rp 50 juta.
    Versi Investigasi TEMPO:
    Rp 6,033 miliar
    Bagian Pemerintah
    Belum pasti (Indonesia sedang berupaya mengklaim harta itu digaruk secara ilegal dari perairan Indonesia)
    Versi Suwanda: Rp 1 miliar
    Versi Gasyim:
    Rp 1,3 miliar
    Versi Investigasi TEMPO:
    Rp 3,018 miliar
    Keterangan
    Rencana lelang, 17 November 2000 di Stuttgart, Jerman-tidak dilaporkan kepada pemerintah Indonesia
    Versi TNI AL:
    Atas perintah mantan Sekretaris Pannas, Gasyim Aman, uang itu disetor ke PT United Sub Sea Services Indonesia (milik Suwanda & Hatcher) dengan memberi bagian kepada Gasyim
    Versi Suwanda:
    PT Sinar Tiga Utama (dimana Gasyim Amman menjadi komisaris) mendapat jasa lelang Rp
    2 miliar
    Versi Gasyim:
    Masuk ke Depkeu
    Versi Investigasi TEMPO:
    Masuk ke Depkeu

    Tuban, Jawa Timur, 1993
    Muatan
    Ratusan mangkuk Vietnam abad ke-4, tembikar Cina, Dinasti Han, 206 SM-220 M
    Pemilik
    PT Tuban Oceanic & Recovery / (Budi Prakosa)
    Bagian Pemerintah
    Tidak jelas
    Keterangan
    Nilai belumjelas. Taksiran, Rp 350-400 ribu / keping

    Tidore, Maluku, 1999
    Muatan
    keramik Dinasti Ming
    Pemilik
    PT Baruda Persada Internusa (Andy Asmara)
    Bagian Pemerintah
    Belum pasti
    Keterangan
    Hanya beberapa puluh keping dan belum terjual

    Selat Gelasa, Sumatra Selatan, 1999
    Muatan
    3 karung keramik
    Pemilik
    PT Samudera Kembar jaya
    Nilai lelang
    Perkiraan nilai per item Rp 150.000
    Keterangan
    Keramik diangkut KM Doa Ibu, KM Linda Jaya, dan KM Jali Jaya. Disergap TNI AL karena izin operasinya palsu.

    Selat Gelasa, Sumatra Selatan, 1999
    Muatan
    33 kontainer barang antik Dinasti Ching (1644-1911) Pemilik
    PT Sub Sea Services Indonesia dan PT Persada Cakrawala Dirga (Hatcher & Suwanda)
    Nilai lelang
    US$ 1,5 juta (setara Rp 10,5 miliar pada kurs Rp 7.000)
    Bagian Pemerintah
    Belum pasti
    Keterangan
    Ditahan polisi federal Australia di Pelabuhan Adelaide. Barang-barang ini sudah diteruskan ke Jerman. Tinggal 7 kontainer yang ada di Adelaide.

    CATATAN

    • Sebelum ada aturan perburuan harta karun, pemerintah telah merugi (yang terdeteksi) sekitar US$ 2,1 juta (Rp 1,890 miliar pada kurs Rp 900, era 1983).

    • Setelah 1989, pemerintah tetap merugi. Selama 11 tahun, pemerintah hanya menerima setoran Rp 2,5 miliar (versi Gasyim Aman). Investigasi TEMPO mencatat angka pemasukan ke negara sekitar Rp 3,418 miliar.

    • Bandingkan dengan fulus yang mengalir ke kantong pemburu harta: Rp 21,9 miliar. Padahal, aturannya bagi hasil 50 persen : 50 persen antara pengusaha dan pemerintah. Negara juga menanggung potensi kerugian (harta dalam sengketa/diangkat secara ilegal) sebesar Rp 75 miliar lebih (1989-2000).

    • Di luar itu, negara juga menanggung potensi kerugian belasan juta dolar karena setelah dikeduk, harta itu didiamkan di gudang selama bertahun-tahun. Alhasil, barang-barang berharga itu mulai rusak sembari dicuri sedikit demi sedikit pemiliknya dan dijual secara diam-diam (tanpa melalui lelang resmi).
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus