Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampai sekarang, ada 24 perusahaan (milik 147 pengusaha) yang pernah beroperasi di dasar laut. Izinnya? Sejak 1989, Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga (selanjutnya disebut Pannas) telah memberikan izin kepada setiap peminat dengan sejumlah syarat (lihat tabel: Lubang-Lubang dalam Alir Perizinan). Mereka berlomba membidik harta karun di 487 titik. Di titik-titik inilah kapal-kapal dagang asal Cina, Inggris, Portugal, Prancis, dan Belanda tenggelam berabad-abad silam.
Lokasinya menyebar sepanjang Selat Malaka, Selat Bangka, Selat Karimata, Selat Bali, Selat Madura, Selat Makassar, Banten, Cirebon, Jepara, Tuban, Ternate, Tidore, serta derah kepala burung Papua. Nilainya? Andy Asmara, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Indonesia (Aspibbi), memperkirakan rata-rata kapal itu-muatannya antara lain berupa emas lantakan, keramik kuno, patung singa dan gajah emas, gading, dan mahkota bertatahkan ratna mutu manikam-senilai US$ 125 juta atau Rp 875 miliar lebih (kurs Rp 7.000 per dolar).
Apa yang didapat negara dari kekayaan sebesar ini? Cuma Rp 3 miliar lebih--itu pun setelah aturan diberlakukan. Riset Tim Investigasi TEMPO (1983-2000) menemukan, dengan atau tanpa aturan, pemerintah tetap merugi (lihat catatan infografik), dengan kinerja dan model pengawasan selama ini.
Riau, 1983
Muatan
22 ribu keping porselen Dinasti Ming (1368-1644)
Pemilik
United Sub Sea Services, Ltd. (Michael Hatcher)
Nilai lelang
US$ 2,1 juta, setara Rp 1,890 miliar pada kurs 900
Bagian Pemerintah
Tidak ada
Keterangan
Belum ada aturan resmi
Bintan Timur Riau, 1983
Muatan
239 ribu keping porselen dan 45 kg emas (nama kapal, Geldermalsen).
Pemilik
United Sub Sea Services, Ltd. (Michael Hatcher), Swartberg Ltd.
Nilai lelang
US$ 15 juta (setara Rp 16,6 miliar pada kurs Rp 1106)
Bagian Pemerintah
Tidak ada
Keterangan
Heloputan, Riau, 1999
Muatan
37 ribu keping keramik Dinasti Song
Pemilik
PT Ekalingga Adikencana (Herman Spiro)
Bagian Pemerintah
Belum pasti
Keterangan
Masuk tahap lelang di Amsterdam.
Pulau Buaya, Riau, 1989
Muatan
31.370 keping guci, cupu, kendi, piring, pot keramik Dinasti Song (960-1279) dan Yuan (1279 - 1368)
Pemilik
PT Muara Wiwesa Samudra (Tommy Soeharto/Chepot Hanny Wiano)
Nilai lelang
US$ 15 juta (Nilai taksiran)
Bagian Pemerintah
Belum pasti
Keterangan
Tersimpan dalam gudang di Batam
Bangka, Sumatra Selatan, 1999
Muatan
46 ribu keping barang antik Cina Dinasti Tang (618-907)
Pemilik
PT Sulung Segarajaya (Oky Otto-Otto)
Bagian Pemerintah
Belum pasti
Keterangan
Siap lelang di Jerman.
Blanakan, Jawa Barat, 1999
Muatan
13 ribu keping keramik Thailand dan Vietnam abad ke-12, keramik Cina Dinasti Song (960-1279) dan Dinasti Yuan (1279-1368)
Pemilik
PT Lautan Mas Group (Andi Asmara)
Keterangan
Belum ada penawaran
Jepara, Jawa Tengah, 1999
Muatan
28.500 ribu keping keramik Dinasti Ming
Pemilik
PT Ekalingga Adikencana (Herman Spiro)
Nilai lelang
Rp 800 juta
Bagian Pemerintah
Rp 400 juta
Keterangan
Diserahkan Depkeu
Selat Gelasa, Sumatra Selatan, 1999
Muatan
350 ribu keping barang antik terdiri dari porselen jenis piring blue white abad ke-18, keramik seladon jenis piring besar abad ke-16, porselen poci berukir naga abad ke-15, dan patung granit
Catatan: sebelumnya, barang yang sama sudah dilelang di Pangkalpinang, Bangka.
Pemilik
PT United Sub-Sea Services Indonesia (USSI) / (Suwanda dan Michael Hatcher)
Nilai lelang
DM 35 juta (setara Rp 140 miliar pada kurs Rp 4.000)
Versi TNI AL:
Rp 8 miliar. Bagian negara, 4 miliar tak disetorkan ke kas negara
Versi Suwanda:
Rp 2 miliar
Versi Gasyim:
Keterangan Suwanda bohong belaka. Hasil lelang itu cuma Rp 2,6 miliar dan PT Sinar Tiga Utama hanya mendapat uang jasa Rp 50 juta.
Versi Investigasi TEMPO:
Rp 6,033 miliar
Bagian Pemerintah
Belum pasti (Indonesia sedang berupaya mengklaim harta itu digaruk secara ilegal dari perairan Indonesia)
Versi Suwanda: Rp 1 miliar
Versi Gasyim:
Rp 1,3 miliar
Versi Investigasi TEMPO:
Rp 3,018 miliar
Keterangan
Rencana lelang, 17 November 2000 di Stuttgart, Jerman-tidak dilaporkan kepada pemerintah Indonesia
Versi TNI AL:
Atas perintah mantan Sekretaris Pannas, Gasyim Aman, uang itu disetor ke PT United Sub Sea Services Indonesia (milik Suwanda & Hatcher) dengan memberi bagian kepada Gasyim
Versi Suwanda:
PT Sinar Tiga Utama (dimana Gasyim Amman menjadi komisaris) mendapat jasa lelang Rp
2 miliar
Versi Gasyim:
Masuk ke Depkeu
Versi Investigasi TEMPO:
Masuk ke Depkeu
Tuban, Jawa Timur, 1993
Muatan
Ratusan mangkuk Vietnam abad ke-4, tembikar Cina, Dinasti Han, 206 SM-220 M
Pemilik
PT Tuban Oceanic & Recovery / (Budi Prakosa)
Bagian Pemerintah
Tidak jelas
Keterangan
Nilai belumjelas. Taksiran, Rp 350-400 ribu / keping
Tidore, Maluku, 1999
Muatan
keramik Dinasti Ming
Pemilik
PT Baruda Persada Internusa (Andy Asmara)
Bagian Pemerintah
Belum pasti
Keterangan
Hanya beberapa puluh keping dan belum terjual
Selat Gelasa, Sumatra Selatan, 1999
Muatan
3 karung keramik
Pemilik
PT Samudera Kembar jaya
Nilai lelang
Perkiraan nilai per item Rp 150.000
Keterangan
Keramik diangkut KM Doa Ibu, KM Linda Jaya, dan KM Jali Jaya. Disergap TNI AL karena izin operasinya palsu.
Selat Gelasa, Sumatra Selatan, 1999
Muatan
33 kontainer barang antik Dinasti Ching (1644-1911) Pemilik
PT Sub Sea Services Indonesia dan PT Persada Cakrawala Dirga (Hatcher & Suwanda)
Nilai lelang
US$ 1,5 juta (setara Rp 10,5 miliar pada kurs Rp 7.000)
Bagian Pemerintah
Belum pasti
Keterangan
Ditahan polisi federal Australia di Pelabuhan Adelaide. Barang-barang ini sudah diteruskan ke Jerman. Tinggal 7 kontainer yang ada di Adelaide.
CATATAN
- Sebelum ada aturan perburuan harta karun, pemerintah telah merugi (yang terdeteksi) sekitar US$ 2,1 juta (Rp 1,890 miliar pada kurs Rp 900, era 1983).
- Setelah 1989, pemerintah tetap merugi. Selama 11 tahun, pemerintah hanya menerima setoran Rp 2,5 miliar (versi Gasyim Aman). Investigasi TEMPO mencatat angka pemasukan ke negara sekitar Rp 3,418 miliar.
- Bandingkan dengan fulus yang mengalir ke kantong pemburu harta: Rp 21,9 miliar. Padahal, aturannya bagi hasil 50 persen : 50 persen antara pengusaha dan pemerintah. Negara juga menanggung potensi kerugian (harta dalam sengketa/diangkat secara ilegal) sebesar Rp 75 miliar lebih (1989-2000).
- Di luar itu, negara juga menanggung potensi kerugian belasan juta dolar karena setelah dikeduk, harta itu didiamkan di gudang selama bertahun-tahun. Alhasil, barang-barang berharga itu mulai rusak sembari dicuri sedikit demi sedikit pemiliknya dan dijual secara diam-diam (tanpa melalui lelang resmi).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo