Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto: Siapa Bilang Gagal?

Wawancara dengan Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto tentang impor bawang putih dan program wajib tanam yang tak terpenuhi untuk mencapai swasembada.

8 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Soal dugaan permainan dalam impor bawang putih.

  • Soal importir nakal yang masuk daftar hitam tapi masih bisa mengimpor.

  • Soal wajib tanam yang gagal memenuhi target swasembada bawang putih.

CITA-CITA pemerintah mencapai swasembada bawang putih pada 2021 agaknya jauh panggang dari api. Program wajib tanam bawang putih yang dibebankan kepada importir untuk meraih target itu sejak 2017 tak bisa memenuhi kekurangan bawang 500 ribu ton per tahun. Pengusaha pun, di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada 20 Januari 2020, menyerah memenuhinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal mereka sudah menikmati untung besar dari impor bawang. Setelah dianggap memenuhi wajib tanam 5 persen dari kuota yang mereka minta, para importir mendatangkan bawang dari Cina dengan keuntungan hampir Rp 20 ribu per kilogram. Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto tak terima program wajib tanam bawang putih disebut gagal, meski ia tak memungkiri pemerintah tak bisa mendeteksi kecurangan importir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka yang gagal menanam bawang seharusnya tak mendapat kuota impor pada tahun berikutnya. Tapi Tempo menemukan para importir menyiasati ketentuan itu dengan mengganti nama perusahaan agar tetap mendapat kuota. “Memang susah mengatasi ganti baju ini,” kata Prihasto pada Jumat, 10 Januari lalu.

Ketika disinggung soal kemungkinan pejabat Kementerian mendapat sogok dari pengusaha sehingga lalai menindak importir nakal, Prihasto melirik anak buah yang mendampinginya dalam wawancara. “Berani sumpah pocong enggak?”

Pada 2018, ada 38 perusahaan yang gagal memenuhi program wajib tanam. Apa tindakan Kementerian?

Langsung blacklist. Dalam sistem, nama perusahaan yang mengajukan sudah terkunci.

Menanam bawang kan kewajiban mereka karena sudah mendapat kuota impor….

Kami kejar terus. Lapor ke Satuan Tugas Pangan, Kementerian Perdagangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Kami menemukan mereka yang masuk daftar hitam tetap mendapat kuota....

Ini memang repot, bukan persoalan mudah. Saya juga menyampaikan soal ini ke Kementerian Perdagangan dan KPPU.

Apa Kementerian Pertanian tak memverifikasi perusahaan?

Kami cuma mengunci nama perusahaan.

Kami saja bisa menemukan kaitan pemilik lama dengan nama perusahaan baru....

Ini permasalahan hukum yang sangat kompleks. Untuk mengatakan ganti baju bukan sesuatu yang mudah. Kalau nama pemilik dan alamat sama, bisa jadi ada modus. Tapi bagaimana membuktikan bahwa perusahaan ini ganti baju? Saya sudah lama menduga soal ini, tapi kami tak punya tools untuk membuktikannya.

Ada batas bagi pengusaha dalam mengajukan permintaan kuota impor bawang?

Kami tidak bisa membatasi siapa pun untuk berusaha.

Artinya, satu pengusaha bisa meminta kuota impor lewat tiga perusahaan secara bersamaan?

Saya bekerja sesuai dengan aturan. Jika tidak ada dalam peraturan, saya tak mengatur-atur.

Itu persaingan tak sehat....

Saya bekerja mengacu pada peraturan Menteri Pertanian nomor 39 dan 46. Kalau di sana ada aturan mencegah monopoli, akan saya implementasi.

Program wajib tanam bawang putih untuk swasembada ini gagal. Kenapa dipertahankan?

Siapa bilang gagal? Orang-orang itu saja yang tidak mau menyelesaikannya.

Importir kan tidak punya kemampuan menanam komoditas?

Kami membuat grup dan petunjuk teknis. Tujuan dibuat grup itu adalah mempercepat diseminasi teknologi. Jika mereka minta dikawal dan dibantu, kami siap memberikan pendampingan dari aspek budi daya dan teknologi. Tanpa biaya.

Mengapa dasar permintaan kuota impor tidak dibuat berdasarkan kebutuhan saja?

Kami tidak mengatur volume. Kami mengatur mutu dan kualitas produk impor yang akan dikonsumsi masyarakat. Jangan sampai saat masuk ke Indonesia produknya kotor, banyak kuman dan bakteri, terkena hama penyakit.

Mengapa penerbitan rekomendasi impor lama?

Kalau belum lengkap, akan dikembalikan terus berkasnya. Tapi model single authority ini mulai kami tinggalkan. Sebelum terbit, saya ajak tim rapat untuk memeriksa semua dokumen. Ini terdokumentasi dengan baik oleh notulis. Dalam dokumen rekomendasi impor produk hortikultura, semua yang bertanggung jawab harus memberi paraf. Ada tujuh orang.

Bukan karena ada permainan?

Tanya staf saya, pernah tidak saya menyuruh aneh-aneh bertemu dengan importir. Berani sumpah pocong enggak? Sekarang semua proses sudah terbuka.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus