Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dengan tujuan menahan penularan Covid-19 baru rancak di atas kertas, tapi buruk dalam implementasi. Belum adanya perubahan perilaku masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan semakin melengkapi gagapnya pemerintah menegakkan aturan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peristiwa yang terjadi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Sabtu-Minggu lalu menunjukkan kalang kabutnya pemerintah. Para pembelanja yang mencari bahan kebutuhan hari raya memenuhi Pasar Tanah Abang dengan mengabaikan ketentuan kapasitas maksimal pengunjung dan jaga jarak. Kerumunan itu terjadi tepat di tengah meningkatnya jumlah wilayah zona merah dan kasus Covid-19 di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanpa penerapan dan pengawasan protokol kesehatan, pasar dan pusat belanja bisa menjadi tempat baru penularan Covid-19 secara cepat. Di Pasar Tanah Abang, misalnya, jumlah pengunjung dalam dua hari itu mencapai 80 ribu orang, tumplek dalam waktu yang sama. Pengunjung pasar grosir itu bukan hanya warga Jakarta, tapi juga berasal dari kota-kota besar lain di Indonesia.
Kondisi buruk di Pasar Tanah Abang terjadi karena tidak tanggapnya pemerintah DKI Jakarta atas potensi kerumunan menjelang musim belanja sebelum hari raya. Padahal langkah antisipasi mencegah membeludaknya pengunjung bisa disiapkan pengelola pasar. Contohnya menempatkan petugas untuk mengatur keluar-masuk pengunjung, atau jika perlu menutup pusat belanja untuk sementara waktu.
Gelombang besar kasus Covid-19 yang terjadi di India seharusnya menjadi perhatian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mencegah menumpuknya orang di satu tempat. Di India, munculnya ratusan ribu kasus positif setiap hari dan meninggalnya ribuan orang juga berawal dari kerumunan-kerumunan besar acara keagamaan. Euforia vaksinasi dan pengabaian protokol kesehatan bertemu dengan mutasi virus corona yang lebih cepat menular.
Tidak ada cara lain, pemerintah harus bersikap tegas untuk mencegah kerumunan besar itu terulang di Tanah Abang dan pusat belanja lainnya. Aturan pembukaan mal dan pusat belanja ditegakkan kembali: jumlah pengunjung 50 persen dari kapasitas dan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini juga demi mencegah inkonsistensi ketika pemerintah sedang "galak-galaknya" mencegah lonjakan jumlah kasus yang sama dari aktivitas mudik warga. Harus diingatkan kembali bahwa, kendati tak ada penyekatan mobilitas warga di Jabodetabek, bukan berarti pasar dan mal boleh berlaku seperti tak ada pandemi—sekalipun itu menjelang hari raya.
Pemerintah DKI Jakarta harus tegas dan konsisten menerapkan kebijakan memberlakukan jam operasional pasar serta mencegah pembelanja berhimpun di waktu dan lokasi yang sama. Demikian juga keputusan PT Kereta Commuter Indonesia meniadakan kereta komuter berhenti di Stasiun Tanah Abang pada jam-jam tertentu.
Tapi itu saja tentu tidak cukup. Sikap tegas penerapan protokol kesehatan harus semakin ditingkatkan. Tanpa sikap tegas itu, “tsunami” Covid-19 serupa di India, yang sekarang ini masih dalam bentuk ancaman, akan nyata hadir di Jakarta.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo