Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Permintaan Dewan Perwakilan Rakyat agar anggarannya ditambah sebesar Rp 2 triliun pada 2019 sangatlah tidak wajar. Anggaran DPR akan menggelembung menjadi Rp 7,7 triliun dari sebelumnya Rp 5,7 triliun (2018) dan Rp 4,8 triliun (2017). Usul kenaikan yang fantastis ini diajukan di ujung masa tugas mereka yang akan berakhir pada April 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penambahan anggaran DPR tak bisa dihindari, mengingat ada tambahan pimpinan sebagai implikasi dari perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Demikian pula, penambahan 15 anggota Dewan sehingga menjadi 575, seturut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tentu menimbulkan biaya baru. Tapi kenaikan sebesar itu sungguh tak masuk akal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
DPR berdalih, selain untuk biaya rutin, tambahan yang signifikan tersebut dibutuhkan buat pembangunan gedung baru beserta alun-alun Dewan. Padahal rencana itu sudah berkali-kali ditolak masyarakat karena dipandang bukan prioritas.
Semestinya DPR bisa mengerem nafsu menghabiskan uang rakyat. Ketimbang memboroskan anggaran belanja yang saat ini sedang diperlukan untuk pembangunan dan pemerataan, lebih terpuji jika DPR melakukan penghematan, seperti menunda kenaikan gaji dan tunjangan atau mengurangi studi banding ke luar negeri, yang terbukti tidak banyak manfaatnya. Apalagi defisit anggaran masih sangat besar, yaitu Rp 300 triliun lebih per tahun.
Dewan semestinya malu meminta tambahan anggaran sementara kinerja masih tetap jeblok. Sebagai contoh, dari 49 rancangan undang-undang yang masuk Program Legislasi Nasional 2017, hanya 17 yang dirampungkan DPR menjadi undang-undang. Sedangkan pada 2018, DPR cuma menambah dua RUU baru untuk dibahas. Selebihnya adalah tunggakan lama.
Dalam hal pemihakan kepada rakyat secara langsung, upaya Dewan juga terasa kurang. Pada 2018 terjadi peningkatan anggaran di sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan rakyat. Misalnya di bidang pendidikan, yang naik dari Rp 414 triliun menjadi Rp 440 triliun, dan bidang infrastruktur, yang naik Rp 21 triliun menjadi Rp 409 triliun. Namun kenaikan anggaran di berbagai sektor, termasuk kesehatan, kedaulatan pangan, dan transfer daerah, ini lebih merupakan inisiatif pemerintah.
Demi kemaslahatan masyarakat, Dewan harus membatalkan usul penambahan anggaran jumbo itu. Lebih baik DPR pada akhir masa kerjanya berkonsentrasi menuntaskan tugas politiknya. Tumpukan rancangan perundang-undangan harus menjadi prioritas untuk diselesaikan. Jangan sampai mengulang anggota Dewan periode sebelumnya, yang mewariskan RUU untuk diselesaikan anggota Dewan periode berikutnya.
Pemerintah juga perlu lebih berani menolak permintaan Dewan yang berlebihan ini. Pos-pos anggaran yang tidak penting dan merupakan pemborosan harus dipangkas. Ketimbang digunakan untuk hal-hal yang kurang berguna, lebih baik uang itu dimanfaatkan sepenuhnya buat kepentingan rakyat banyak.