Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUTUSAN Mahkamah Agung yang menghapus keharusan Surya Darmadi mengganti kerugian perekonomian negara sebesar Rp 39,7 triliun mencederai rasa keadilan publik. Meniadakan hukuman tersebut sama dengan membebaskan pelaku kejahatan lingkungan dari tanggung jawab membayar kerusakan alam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis hakim kasasi Mahkamah Agung sesungguhnya menyatakan pemilik grup PT Duta Palma itu terbukti bersalah melakukan korupsi alih fungsi lahan di Indragiri Hulu, Riau, dalam sidang pada 14 September 2023. Tiga hakim agung yang menyidangkan kasus ini, Dwiarso Budi Santiarto, Sinintha Yuliansih Sibarani, dan Yohanes Priana, memperberat hukuman kurungan Surya, dari 15 tahun menjadi 16 tahun penjara. Surya juga divonis membayar denda Rp 1 miliar dan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 2,23 triliun. Namun kewajiban Surya membayar kerugian perekonomian negara sebesar Rp 39,7 triliun meruap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angka kerugian keuangan dan perekonomian negara tersebut sebenarnya jauh lebih kecil daripada penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang mencapai Rp 104,1 triliun. Adapun dalam dakwaan, angka tersebut menjadi Rp 78,8 triliun. Dalam putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, jumlahnya dikorting menjadi Rp 42 triliun, yang terdiri atas kerugian keuangan negara Rp 2,23 triliun dan kerugian perekonomian negara Rp 39,7 triliun.
Putusan MA yang menghapus denda kerugian perekonomian negara ini janggal. Fungsi kasasi semestinya memeriksa sejauh mana hakim di pengadilan tingkat sebelumnya menerapkan hukum. Majelis hakim tidak berwenang menguji pokok perkara dan bukti-bukti tindak pidana yang sebelumnya telah diuji di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi tersebut. Menurut Undang-Undang MA, apabila MA membatalkan putusan pengadilan dan mengadili sendiri perkara tersebut, hukum-hukum pembuktian yang dipakai adalah yang berlaku di pengadilan tingkat pertama.
Di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim telah mengakui adanya kerugian perekonomian negara. Adapun kalkulasi kerugian negara, berdasarkan bukti yang diajukan ahli dalam persidangan, berasal dari kerusakan lingkungan yang timbul akibat perbuatan Surya mengalihkan hutan secara ilegal menjadi perkebunan sawit. Penghitungan kerusakan lingkungan tersebut tak mengada-ada, melainkan berbasis regulasi, yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang kerugian lingkungan hidup akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Majelis hakim kasasi semestinya tak mengabaikan hal tersebut dalam memutus perkara Surya.
Putusan MA ini merupakan preseden buruk dalam penegakan hukum kasus korupsi yang berimbas pada kerusakan lingkungan. Padahal, dalam kerusakan lingkungan, Surya dinyatakan terbukti membuka lahan perkebunan sawit dan menguasai kawasan hutan di Indragiri Hulu secara ilegal dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu sejak 1999 hingga 2008. Perkebunan sawit itu memakan lahan seluas 37.095 hektare. Putusan ini juga menjegal upaya mengembalikan kerugian negara akibat korupsi dan tindak pidana korporasi di sektor sumber daya alam.
Di tengah maraknya kerusakan hutan akibat perambahan, putusan kasasi tersebut memberi angin kepada para perusak lingkungan. Meski sudah habis-habisan mengeksploitasi alam, mereka lepas dari tanggung jawab untuk mengganti kerusakan yang ditimbulkan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo