Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TINDAKAN Yusril Ihza Mahendra mempersoalkan legalitas Jaksa Agung Hendarman Supandji terkesan amat mengada-ada. Secara gamblang orang melihat langkah bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini tak lebih dari usaha meloloskan diri dari tuduhan korupsi dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum, yang menetapkan Yusril sebagai tersangka.
Harus diakui bahwa Yusril ahli hukum yang lihai. Dengan menuding Hendarman tidak sah sebagai Jaksa Agung, ia beranggapan bahwa semua produk hukum yang dikeluarkan Kejaksaan Agung juga tidak sah. Hendarman dianggapnya bagian dari Kabinet Indonesia Bersatu yang sudah dibubarkan. Menurut Yusril, sampai saat ini tidak ada keputusan presiden yang mengangkat kembali Hendarman sebagai Jaksa Agung.
Berbekal anggapan itulah Yusril menyerang balik Kejaksaan Agung dengan menggelar berbagai manuver hukum. Dia melaporkan Jaksa Agung Hendarman Supandji ke polisi dengan sejumlah tuduhan: melakukan perbuatan yang bukan kewenangannya, melakukan perbuatan tidak menyenangkan, dan melakukan tindak pidana korupsi karena dianggap menerima gaji yang bukan haknya.
Untuk memperkuat tuduhan bahwa Hendarman adalah Jaksa Agung yang tidak sah, Yusril juga meminta Mahkamah Konstitusi melakukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan Agung. Dia mempersoalkan tafsir pasal 19 dan 22 undang-undang itu, yang mengatur batas masa jabatan Jaksa Agung.
Gampang ditebak ujung perlawanan Yusril: ia meminta Mahkamah Konstitusi menerbitkan putusan provisi agar Kejaksaan Agung menunda seluruh proses penyidikan terhadap dirinya. Dia beralasan, kedudukan pihak yang menyidiknya sedang dipermasalahkan dalam sidang uji materi Undang-Undang Kejaksaan Agung itu.
Melengkapi manuver hukumnya, Yusril juga telah melaporkan tiga pejabat Kejaksaan Agung ke polisi dengan tuduhan melakukan perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik, dan penyalahgunaan wewe nang.
Serangkaian atraksi hukum ini mungkin belum merupakan akhir petualangan Yusril Ihza. Tapi rasanya kali ini ia tak akan begitu mudah lepas dari jerat perkara yang membelitnya.
Langkah Yusril mempersoalkan legalitas Jaksa Agung Hendarman Supandji sesungguhnya terasa janggal. Andai kata benar ia sudah lama mengetahui jabatan Hendarman bermasalah, mengapa pula baru sekarang dia ribut ketika dirinya sedang tersangkut perkara?
Mungkin saja Yusril benar bahwa ada kelalaian administrasi negara dalam pengangkatan Hendarman. Kita mencatat Sekretariat Negara beberapa kali melakukan kelalaian administrasi yang fatal, seperti pengangkatan Anggito Abimanyu sebagai Wakil Menteri Keuangan. Pengangkatan itu akhirnya dibatalkan tanpa pemberitahuan pada yang bersangkutan.
Seandainya pun terjadi kelalaian administrasi, itu tidak otomatis mempengaruhi keabsahan pemeriksaan terhadap diri Yusril. Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang Kejaksaan, tiap jaksa merupakan pejabat fungsional yang berwenang menjadi penuntut umum. Jadi, sepanjang jaksa yang langsung menyidik seorang tersangka tidak cacat hukum, proses penyidikan dan hasilnya sah adanya.
Bila nalar hukum Yusril diikuti, ada risiko yang menge rikan: semua proses penyidikan di Kejaksaan Agung selama hampir setahun ini harus dinyatakan tidak sah. Tentu Mahkamah Konstitusi akan menimbang semua aspek ini dalam memutuskan uji materi yang diajukan Yusril Ihza. Sebelum putusan jatuh, sebagai bekas orang nomor satu kementerian yang ikut membuat hukum, ia mesti memberi contoh untuk menghormati hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo