Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sangat disayangkan di kota semodern Jakarta ini masih ada 5 persen populasi atau 500 ribu penduduknya yang buang air besar sembarangan, di pinggir laut, drainase, dan sungai. Hal ini menjadi penyebab 13 sungai di ibu kota negara ini tercemar tinja dan limbah rumah tangga, sehingga tidak dapat diolah menjadi sumber air baku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kebiasaan buruk warga Ibu Kota itu terungkap dari survei Perusahaan Daerah Pengolahan Air Limbah Jakarta Raya. Temuan itu jauh lebih tinggi daripada angka yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) maupun Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Menurut laporan BPS, ada 541 rumah tangga di Jakarta yang tidak menggunakan tempat buang air besar dan 4.336 rumah tangga yang tak memiliki sarana sanitasi. Jika satu rumah tangga rata-rata beranggota 3,8 orang, artinya ada 18.536 orang yang buang hajat sembarangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adapun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyebut ada 42 ribu penduduk yang masih buang hajat di tempat terbuka. Akses warga Jakarta terhadap sanitasi layak sebenarnya mencapai 90,37 persen, tapi baru 19,07 persen populasi yang memiliki sarana sanitasi yang terhubung dengan tempat pengolahan limbah sehingga tak mencemari air tanah.
Berapa pun angkanya, persoalan buang hajat sembarangan ini merupakan masalah serius yang harus dituntaskan karena berkaitan dengan upaya memperbaiki kualitas kesehatan, memberantas stunting, meningkatkan mutu sumber daya manusia, dan membangun perekonomian yang berkelanjutan. Menurut survei Bank Dunia, kerugian akibat sanitasi buruk mencapai Rp 56 triliun atau 2,3 persen dari produk domestik bruto lantaran masyarakat harus membayar ongkos berobat atau kehilangan pendapatan karena sakit.
Pemerintah harus bekerja keras memenuhi target pembangunan sarana sanitasi ini. Meskipun pemenuhan Target Pembangunan Berkelanjutan adalah tahun 2030, sebenarnya pemerintah telah menargetkan sanitasi layak mencapai seratus persen dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Namun, hingga akhir 2018, baru tercapai 74,58 persen. Karena itu, pembangunan sistem pengolahan air limbah di Jakarta yang masuk program strategis nasional mendesak dipercepat realisasinya.
Persoalan buang hajat sembarangan ini bukan masalah Jakarta semata. Dari 34 provinsi di seluruh Indonesia, baru Daerah Istimewa Yogyakarta yang seratus persen masyarakat di seluruh kabupaten dan kotanya tidak lagi buang air besar sembarangan. Keberhasilan Yogyakarta terutama didorong peran aktif masyarakat untuk mengubah perilaku serta menyadari pentingnya kesehatan diri dan lingkungan. Salah satu perubahan budaya itu adalah bagaimana masyarakat memperlakukan sungai.
Indonesia mesti belajar dari India yang berupaya menghapus predikat Negeri Terjorok di Dunia. Perdana Menteri Narendra Modi pada 2014 menginisiasi "Swachh Bharat Abhiyan", yang menargetkan 100 juta toilet seantero India pada 2019. Setahun berjalan, jumlah orang yang buang hajat sembarangan turun dari 626 juta pada 2012 menjadi 522 juta orang. Setelah empat tahun, cakupan sanitasi pedesaan mencapai 93 persen.
Keberhasilan Gerakan India Bersih ini karena melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan dikampanyekan oleh tokoh agama, atlet top, pebisnis kakap, hingga pesohor Bollywoodsalah satunya melalui film drama berjudul Toilet, Ek Prem Katha (2017). *