Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUNGGUH berlebihan perlakuan pemerintah Malaysia terhadap kartunis Zulkiflee Anwar Haque. Seniman yang kerap mengkritik pemerintah lewat gambar ini berkali-kali dilarang menerbitkan buku, ditangkap, dan terakhir didakwa dengan tuntutan 43 tahun penjara.
Kartun politik seharusnya direspons sebagai salah satu cara melancarkan kritik, bukan ancaman yang ingin menjatuhkan pemerintahan. Zulkiflee-atau lebih dikenal sebagai Zunar-memang berbeda dengan rekannya sesama kartunis Malaysia, Mohammad Nor Chalid alias Lat. Sementara Lat lebih bermain "lunak" dalam kartun politiknya, Zunar, yang membuat karikatur di situs kelompok oposisi, Malaysiakini.com, lebih terasa "menohok" dalam melancarkan kritik terhadap pemerintahan Perdana Menteri Najib Abdul Razak.
Zunar, misalnya, pernah menggambar anatomi Najib dan dua pendahulunya, Mahathir Mohamad serta Abdullah Badawi. Ia menggambar Mahathir sebagai pemimpin berotak tapi tak berhati, sedangkan Abdullah digambar memiliki hati tapi tak berotak. Najib dikartunkan sebagai manusia tanpa otak dan hati.
Zunar sebetulnya lebih senang mengkartunkan istri sang Perdana Menteri, Datin Seri Rosmah Mansor, yang dianggap lebih berkuasa dan dituduh menghamburkan uang negara. Rosmah digambarkan sebagai nyonya besar dengan rambut sasak tinggi, cincin berlian berkarat besar, dan tas Birkin yang mahal. Tapi Zunar sebetulnya merupakan kanal dari kebuntuan demokrasi di Malaysia.
Ketika model Mongolia, Altantuya Shaariibuu, terbunuh pada 2006, pemerintah Malaysia melarang memberitakan dugaan keterlibatan pasangan Najib-Rosmah. Padahal ada rumor Altantuya dibunuh karena kedekatannya dengan Najib. Zunar datang dengan buku berjudul Gedung Kartun sebagai media alternatif. Sampulnya bergambar Najib berteriak merdeka dengan mengibarkan bendera Mongolia.
Protes yang digambarkan Zunar sebetulnya jauh lebih ringan dibanding tulisan di sejumlah situs milik oposisi yang mengkritik pemerintahan Najib. Seharusnya Najib bisa memanfaatkan protes ini sebagai katup melepaskan kejenuhan yang ditimbulkan oleh kebuntuan demokrasi. Ketakutan Najib akan kartun merupakan ketakutan khas para pemimpin antidemokrasi yang merasa tak aman. Ini pernah juga dilakukan Adolf Hitler terhadap kartunis Inggris, David Low. Pemimpin Jerman itu melarang The Evening Standard beredar di Jerman selama koran Inggris tersebut masih memuat karya Low.
Masalahnya-seperti kata Victor Navasky dalam bukunya, The Art of Controversy: Political Cartoons and Their Enduring Power-membantah kartun politik dengan tulisan atau langkah hukum bukanlah sesuatu yang bijak. Ia menyarankan langkah simpatik seperti yang dilakukan oleh Barack Obama dan istrinya, yang pada Juli 2008 digambar seperti sepasang teroris di sampul majalah The New Yorker. Ia tidak melihat itu sebagai penghinaan, karena penggambar hanya memvisualkan pikiran kelompok ultrakanan yang membenci Obama.
Jika memang Najib menganggap dirinya pemimpin negara modern-seperti yang selama ini kerap ia dengung-dengungkan-seharusnyalah ia bersikap seperti pemimpin negara maju, misalnya Obama tadi. Seberapa banyak pun buku kartun Zunar dirampas, selama apa pun kartunis itu diterungku, ide-idenya tak akan bisa dikekang. Kartun adalah sebuah ide, dan ide tak mungkin dilumpuhkan. "Pemerintah bisa melarang kartun saya, tapi tidak pikiran saya," kata Zunar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo