Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Darurat BPJS Kesehatan

Keterlambatan pembayaran tagihan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada sejumlah rumah sakit umum daerah di Jakarta merupakan tindakan tak bertanggung jawab.

13 September 2018 | 00.00 WIB

Verifikasi Klaim BPJS Bermasalah
Perbesar
Verifikasi Klaim BPJS Bermasalah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Keterlambatan pembayaran tagihan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada sejumlah rumah sakit umum daerah di Jakarta merupakan tindakan tak bertanggung jawab. Hal ini juga semakin menunjukkan tata kelola di lembaga ini memang tidak beres.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Akibat keterlambatan pembayaran tagihan biaya pelayanan kesehatan ini, sejumlah rumah sakit tidak bisa berbelanja obatan-obatan. Tak tersedianya obat di rumah sakit tentu sangat merugikan masyarakat, yang hak perlindungan kesehatannya dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Keterlambatan pembayaran yang berlarut-larut juga bisa menimbulkan akibat yang jauh lebih buruk. Rumah sakit daerah bisa berhenti beroperasi. Sebab, menurut data Dinas Kesehatan Jakarta, sebagian besar pasien rumah sakit daerah di Ibu Kota adalah peserta BPJS Kesehatan. Kondisi ini menunjukkan likuiditas keuangan rumah sakit daerah sangat bergantung pada pembayaran dari BPJS Kesehatan.

Alasan BPJS Kesehatan bahwa keterlambatan pembayaran terjadi karena kekurangan dana sulit diterima. Lembaga ini sesungguhnya memiliki program supply chain financing hasil perjanjian kerja sama dengan empat bank pelat merah sebagai solusi keterlambatan pembayaran. Rumah sakit provider bisa mendapat pinjaman biaya operasional dengan jaminan tagihan BPJS yang belum dibayar. Tapi program ini juga tak berjalan.

Tahun lalu, BPJS Kesehatan tekor hingga Rp 9,75 triliun. Tahun ini nilai defisitnya diperkirakan lebih besar. Guna mengatasi defisit, direksi BPJS kembali menggunakan jalan pintas: meminta suntikan dana ke pemerintah pusat. Karena pengajuan kekurangan dana belum disetujui Kementerian Keuangan, BPJS belum bisa membayar tagihan ke sejumlah rumah sakit.

Masalah ini terus berulang karena pemerintah lamban membenahi lembaga pengganti PT Askes ini. Saat berusia satu tahun, BPJS Kesehatan sesungguhnya sudah menanggung defisit Rp 1,5 triliun. Angkanya terus membengkak setiap tahun hingga Rp 9,75 triliun. Dengan kondisi seperti ini, pemerintah harus segera melakukan reformasi total terhadap sistem dan manajemen di badan usaha milik negara ini.

Di sisi lain, pemerintah perlu menyadarkan warga bahwa sistem jaminan kesehatan nasional ini pada dasarnya memiliki skema asuransi, bukan fasilitas negara. Selain berhak mendapat jaminan pembiayaan, warga punya kewajiban membayar premi yang masuk akal. Jika tidak, sampai kapan pun, penerimaan BPJS Kesehatan tak akan pernah cukup menutup seluruh biaya pembayaran dokter, obat, dan pelayanan rumah sakit peserta jaminan.

Ketaatan perusahaan swasta dan pemerintah daerah membayar kontribusi iuran BPJS Kesehatan juga harus mendapat perhatian serius. Sebab, masih banyak pemerintah daerah yang menunggak iuran bahkan sampai puluhan miliar rupiah. Jika pembenahan mendasar tak segera dilakukan, BPJS Kesehatan akan menjadi "lembaga sakit" yang setiap tahun harus mendapat suntikan dana pemerintah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus