Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Presiden Joko Widodo seharusnya tidak perlu mengumbar kemarahan di depan publik ketika para menterinya dinilai tidak bekerja maksimal dalam menangani pandemi Covid-19. Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri. Jika tidak puas dengan kinerja para menterinya, Jokowi dapat mencopot mereka kapan pun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jokowi kesal atas penanganan wabah corona selama tiga bulan terakhir. Dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 18 Juni lalu, Presiden menyebutkan masih banyak menteri dan kepala lembaga yang menghadapi pandemi dengan kinerja biasa-biasa saja. Tidak ada perkembangan signifikan dalam penanganan wabah. Jokowi pantas marah karena pemerintah membutuhkan langkah luar biasa menghadapi krisis yang menyebabkan ekonomi negara terpuruk ini. Presiden pun mengingatkan, berdasarkan catatan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan berada di kisaran -4,9 dan -5 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Salah satu yang menjadi sorotan Jokowi adalah program pemulihan ekonomi di bidang kesehatan. Dengan kucuran dana sebesar Rp 75 triliun, serapan anggarannya baru mencapai 1,53 persen. Dalam rekaman video yang baru diunggah Sekretariat Presiden pada Ahad, 28 Juni lalu itu, dengan suara meninggi, Jokowi bahkan mengancam akan melakukan reshuffle dan membubarkan lembaga jika mengganggu langkah pemerintah dalam menangani pandemi.
Kemarahan Jokowi menjawab kekhawatiran publik selama ini. Warga masyarakat sudah sejak awal mengeluhkan langkah penanganan wabah corona. Banyak pejabat menganggap Indonesia sebagai pengecualian ketika wabah Covid-19 merebak di Wuhan, Cina, dan menyebar ke sejumlah negara. Publik mengkritik sikap Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dianggap sembrono dalam menangani wabah. Dalam berbagai pernyataan publik, Terawancenderung meremehkan cepatnya penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Saat pandemi benar-benar melanda Tanah Air, pemerintah kelabakan menanganinya.
Sejumlah kalangan menilai kurangnya ekonom dalam Kabinet Indonesia Maju membuat pemerintah kedodoran dalam menghadapi krisis ekonomi. Kementerian-kementerian yang berkaitan dengan bidang ekonomi bahkan banyak diisi orang-orang yang bukan berlatar belakang ekonom. Jokowi membutuhkan ahli ekonomi mumpuni untuk mengatasi masalah berat yang sedang melanda negeri ini, bukan cuma persoalan ekonomi, tapi juga masalah kesehatan akibat pandemi corona yang berimbas pada terpuruknya perekonomian Indonesia.
Ibarat menepuk air di dulang tepercik muka sendiri, buruknya kinerja kabinet adalah buah dari pilihan Jokowi sendiri, yang mengangkat menteri tidak berdasarkan kompetensi melainkan pertimbangan akomodasi politik. Jokowi harus menanggung konsekuensi atas pilihannya tersebut. Mengumbar kemarahan tidak ada artinya jika Jokowi tidak membenahi kinerja kabinetnya.
Reshuffle kabinet seharusnya tak sekadar ancaman, melainkan tindakan nyata. Setelah reshuffle, Jokowi harus sanggup mengarahkan para pembantunya untuk merealisasi target yang dia tetapkan. Kini, publik menunggu langkah konkret Presiden untuk memberhentikan menteri dan kepala lembaga yang tidak becus bekerja.