Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kembali memperlihatkan wajah buruknya. Kali ini korbannya adalah Saiful Mahdi, dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Mulai 2 September, ia dihukum 3 bulan penjara ditambah denda Rp 10 juta subsider 1 bulan kurungan. Vonis itu dijatuhkan Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 21 April 2020 yang dikuatkan di tingkat banding dan kasasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saiful dilaporkan oleh Taufik Saidi, Dekan Fakultas Teknik universitas yang sama, karena tersinggung oleh komentar Saiful di grup WhatsApp "Unsyiah Kita" pada Maret 2019. Saiful mengkritik hasil penerimaan pegawai negeri sipil di lingkungan Fakultas Teknik pada 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alih-alih menyelesaikan secara kekeluargaan, Taufik melaporkan Saiful ke polisi. Pihak kampus gagal memediasi keduanya. Kasus ini telah mempermalukan civitas academica dan mengolok-olok kebebasan akademik. Kampus, yang semestinya egaliter, menjunjung tinggi kebebasan berpikir dan berpendapat, serta kritis, nyatanya membiarkan kasus Saiful.
Kritik yang disampaikan Saiful Mahdi di grup internal seyogianya bisa dijawab. Masing-masing pihak bisa saling mendebat dan memaparkan data dan fakta. Membawa kasus keluar, sampai pemidanaan, oleh sesama civitas academica, merupakan langkah ironis.
Patut disayangkan polisi memproses perkara ini hingga masuk pengadilan. Polisi, jaksa, dan hakim segendang-sepenarian dengan pimpinan kampus yang gagal merawat kebebasan akademiknya. Institusi hukum mendukung runtuhnya iklim kritis dan egaliter di kampus dengan memidanakan Saiful Mahdi. Bahkan, di tingkat kasasi di MA pun, yang diharapkan lebih cermat, Saiful masih dipersalahkan.
Kasasi Saiful Mahdi ditolak oleh Mahkamah Agung pada 29 Juni 2021, tak lama setelah terbitnya SKB tentang pedoman implementasi pasal-pasal tertentu UU ITE pada 23 Juni. Salah satu isi SKB itu, “Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.” Bertolak dari klausul ini, Saiful Mahdi seharusnya dibebaskan.
Presiden punya kesempatan menyelamatkan Saiful dengan memberikan amnesti. Saiful dapat pula mengajukan peninjauan kembali jika memiliki bukti baru.
Kebebasan akademik harus dijaga. Kriminalisasi harus dihentikan agar komunitas kampus dan masyarakat sipil tidak takut bersuara kritis. Pemerintah juga harus memastikan bahwa penegak hukum dan peradilan berpedoman pada SKB di atas dalam menangani kasus-kasus yang memakai UU ITE.
Yang tak kalah mendesak tentulah mencabut pasal-pasal karet dalam undang-undang itu. Agar daftar korban tak makin panjang. ***
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo