Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH tak pernah jeri melahirkan kebijakan parsial dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Alih-alih mempercepat program transisi energi, langkah-langkah yang diambil pemerintah tak ubahnya kebijakan tambal sulam, yang efektivitasnya meragukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana pemerintah membagikan 500 ribu alat penanak nasi bertenaga listrik alias rice cooker secara gratis untuk masyarakat miskin bisa menjadi contoh terbaru. Program yang akan memakan anggaran Rp 347 miliar tersebut bukanlah solusi yang tepat untuk menghemat anggaran subsidi elpiji kemasan 3 kilogram dan mengurangi tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor elpiji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan regulasi yang mengatur pembagian alat masak berbasis listrik. Salah satu tujuan peraturan menteri itu adalah mengurangi impor elpiji. Selama ini sekitar 80 persen elpiji yang diperlukan untuk rumah tangga serta usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam negeri didatangkan dari luar negeri.
Adapun konsumsi elpiji dari tahun ke tahun terus saja meningkat. PT Pertamina (Persero) memperkirakan konsumsi elpiji bersubsidi 3 kilogram sampai akhir tahun ini mencapai 8,28 juta metrik ton atau melampaui kuota 8 juta metrik ton untuk tahun anggaran 2023. Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius agar tak terulang pada tahun-tahun berikutnya karena hanya menjadi beban keuangan negara.
Dengan kalkulasi tersebut, rencana pembagian rice cooker gratis kepada masyarakat itu tidak akan efektif menurunkan konsumsi elpiji. Kita tahu bahwa alat seperti rice cooker hanya berfungsi menanak dan menghangatkan nasi serta mengukus makanan. Alat tersebut tak bisa digunakan untuk menggoreng lauk-pauk atau memasak sayur yang masih membutuhkan bahan bakar elpiji untuk pengolahannya. Dengan kata lain, masyarakat masih tetap memerlukan elpiji yang sebagian besar masih diimpor.
Walhasil, yang paling utama dilakukan pemerintah adalah membagikan kompor listrik, program bagus yang batal diluncurkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pada September 2022. Kompor listrik jelas jauh dibutuhkan masyarakat karena akan digunakan sepanjang hari, tak hanya untuk menanak nasi, tapi juga untuk memasak lauk-pauk. Maka menjadi ganjil ketika program pembagian kompor listrik yang dominan menekan pemakaian elpiji dibatalkan, tapi pemerintah jalan terus dengan program pembagian rice cooker gratis.
Ihwal konsumsi elpiji dalam negeri yang terus meningkat, hal yang lebih mendesak dilakukan adalah kontrol terhadap masyarakat golongan mampu yang masih menggunakan elpiji bersubsidi kemasan 3 kilogram. Hal itulah yang menjadi penyebab subsidi dari pemerintah menjadi tidak tepat sasaran. Pemerintah seharusnya lebih berfokus menjalankan program distribusi elpiji subsidi tepat sasaran. Dengan tak adanya kontrol yang ketat terhadap barang bersubsidi ini, kebocoran subsidi elpiji kemasan 3 kilogram akan terus berlangsung dan jelas sangat merugikan.
Selain itu, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2023 tersebut bertujuan meningkatkan konsumsi listrik per kapita. Program bagi-bagi rice cooker secara gratis yang menyasar pelanggan PT PLN berdaya 450-1.300 VA yang belum punya alat masak listrik ini bertujuan menggenjot pemanfaatan listrik dalam negeri yang kelebihan pasokan sekitar 7 gigawatt hingga akhir tahun lalu.
Tujuan itu tidak akan efektif karena sangat bergantung pada sejumlah faktor. Salah satunya adalah lama waktu memasak. Dengan frekuensi satu kali menanak nasi, rice cooker dengan rata-rata daya 300 watt sangat kecil menyerap listrik. Apalagi menanak nasi bukan kegiatan yang terus-menerus dilakukan sepanjang waktu.
Karena itu, program tersebut bukanlah solusi yang pas untuk menyerap kelebihan pasokan listrik. Pengurangan pasokan listrik sebetulnya bisa dilakukan dengan menahan keran produksi listrik di hulu, yakni pembangkit listrik batu bara. Caranya adalah mempercepat pensiun dini pembangkit listrik batu bara, bukan dengan bagi-bagi rice cooker. Jangan sampai masalah terjadi di hulu, tapi solusi hadir di hilir.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo