Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Empat Cerita Ray di Tangan Sineas Masa Kini

Empat cerita pendek karya sutradara Satyadjit Ray di masa muda kini diadaptasi menjadi antologi film pendek oleh sutradara angkatan baru.

23 Juli 2021 | 06.40 WIB

Film RAY. Foto: Netflix
Perbesar
Film RAY. Foto: Netflix

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kreasi: Sayantan Mukherjee
Sutradara: Srijit Mukherjee, Vasan Bala, dan Abhishek Chaubery
Skenario: Niren Bhatt dan Siraj Ahmed
Berdasarkan cerita-cerita pendek karya Satyadjit Ray
Pemain: Manoj Bajpayee, Ali Fazal, Harshvardhan Kapoor, and Kay Kay Menon

Ray diambil dari nama Satyadjit Ray.

Seorang maestro sinema India (1921-1992) yang dikenal dunia bukan saja karena The Apu Trilogy (Pather Panchali, Aparajito dan The World of Apu pada 1959) yang kemudian menerima berbagai penghargaan internasional. Ray mengaku terinspirasi film "Bycicle Thieves" (1948) karya sineas neorealis Italia Vittorio De Sicca. Setelah The Apu Trilogi dan puluhan karya sesudahnya, Ray kelak malah menjadi inspirasi begitu banyak sineas terkemuka termasuk seperti Martin Scorsese yang mengatakan, "karya (Ray) sejajar dengan para sineas kontemporer seperti Ingmar Bergman, Akira Kurosawa, dan Federico Fellini."

Adapun mini seri berjudul "Ray" yang berisi antologi empat film pendek yang baru ditayangkan di saluran digital Netflix diadaptasi dari beberapa cerita pendek karya Satyadjit Ray. Tentu saja Ray, seorang seniman multitalenta yang bukan saja seorang sutradara film, tetapi dia juga seorang eseis, editor majalah, ilustrator, komposer musik, dan penulis cerita. Keempat cerita yang diadaptasi menjadi film-film pendek ini ditulis di masa mudanya dan dimaksudkan untuk segmentasi 'young adult'. Karena itu, ketiga sutradara India masa kini. seperti Srijit Mukherjee, Vasan Bala, dan Abhishek Chaubery yang ditugaskan mengadaptasi empat cerpen Ray ini tampaknya tidak bertumpu pada karya klasik arthouse Satyadjit Ray, melainkan lebih memiliki refrensi pada film-film pendek Ray yang lucu, cerkas, urban tetapi masih tetap berbicara soal kesenjangan miskin dan kaya seperti film pendek "Two" (1964).

Empat film pendek itu adalah "Forget Me Not", yang disutradarai Srijit Mukherji; "Bahurupia" juga disutradarai Srijit Mukherji; "Spotlight" arahan Vasan Bala dan Hungama Hai Kyon Barpa yang disutradarai Abhishek Chaubery. Kedua film yang disutradarai Srijit Mukherji meski semula memberikan kesan sebuah drama urban, ternyata semakin cerita bergulir, film-film pendek ini sesungguhnya adalah film thriller. Paling tidak Mukherji membuat adaptasi cerita ini menjadi film yang lebih gelap.

Di dalam film "Forget Me Not", tokoh Ipsit Nair (Ali Fazal) adalah seorang pemilik perusahaan IT terkemuka yang dijuluki 'manusia komputer' karena dia memiliki ingatan yang kuat tentang apapun. Kemampuan photographic memory dan keberhasilan perusahannya yang tentu saja membuat dia arogan hingga suatu saat dia bertemu dengan seorang perempuan yang mengaku pernah berhubungan intim dengannya di sebuah hotel. Perlahan-lahan Ipsit merasa kemampuan untuk mengingat seolah tergerus, sementara pekerjaan kacau dan tuntutan untuk bertanggung jawab atas tingkah laku di masa lalu mengejar-ngejarnya.

Film pendek ini jelas betul-betul diadaptasi dengan masa kini, sebuah periode yang tak dialami oleh penulisnya sendiri. Tetapi sutradara Mukherji bukan saja berhasil membuat cerita ini relevan dan 'masa kini', kita tetap melihat benang merah Ray yang selalu berpihak pada kaum marjinal.

Di dalam film pendek Bahurupia sang tokoh utama adalah lelaki berkacamata 'berpenampilan biasa' bernama Indrashish Shah (Kay Kay Menon). Seorang pegawai yang sering diabaikan di dalam kantornya, dibentak atasan, dibentak pemilik kos. Si lelaki berkacamata yang diam-diam mempunyai keahlian mendadani aktris-aktor –sebuah warisan yang diperoleh ibunya- kemudian memanfaatkan kemampuannya untuk berubah-ubah wajah.

Dengan dandanan, prostetik, dan wig, dia bisa berubah menjadi siapa saja sehingga orang-orang yang sembarangan menginjak harga dirinya bisa dia hajar bagai seekor ular yang diam-diam mematuk. Tetapi tentu saja Ray tak akan membiarkan cerita berhenti di sana, karena karma selalu terjadi. Segmen ini mungkin yang terbaik dan paling lengkap dari sisi cerita dan eksekusi, meski agak panjang.

Segmen "Spotlight" tentang seorang aktor terkenal Vikram Arora (Harshvardhan Kapoor) yang merasa jengkel karena perhatian dan sinar panggung masyarakat beralih pada seorang perempuan cantik bernama "Didi". Perempuan jelita itu dipercaya sebagai seorang figur 'sakti' yang dipuja khalayak. Ini satu-satunya segmen yang lucu dan manusiawi. Aktor Harshvardan Kapoor menampilkan seni peran yang bagus sebagai aktor arogan yang kemudian harga dirinya habis-habisan terkikis.

Keempat film pendek ini memperlihatkan Satyadjit Ray adalah seorang pendongeng hebat. Cerpen-cerpennya memperlihatkan dia pernah bereksperimen dengan berbagai genre: thriller, mistik, drama dengan berbagai tokoh yang ganjil. Para sutradara muda itu mengadaptasinya dengan India masa kini dengan baik dan relevan.

Bentuk antologi film pendek seperti ini mungkin salah satu format yang menarik dan tepat untuk beradaptasi di masa sulit seperti dua tahun terakhir. Selain kita berkenalan dengan karya klasik seniman besar seperti Ray, kita juga sekaligus bersentuhan dengan arah sutradara-sutradara India generasi masa kini.

LEILA S. CHUDORI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Leila S. Chudori

Kontributor Tempo, menulis novel, cerita pendek, dan ulasan film.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus