Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fransiska Rungkat Zakaria
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyakit tidak menular, seperti stroke, penyakit jantung, diabetes, dan kanker, merupakan penyakit yang menjadi pembunuh nomor satu di dunia maupun di Indonesia. Asupan garam yang tinggi adalah salah satu faktor utama penyebab tekanan darah tinggi atau hipertensi dan faktor risiko penyakit jantung koroner dan stroke.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Kesehatan pada 2014 melaporkan, prevalensi hipertensi penduduk Indonesia berumur di atas 18 tahun sebesar 25,8 persen dan sekitar 18,3 persen mengkonsumsi garam di atas rekomendasi Kementerian dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 gram per orang per hari atau setara 2.000 miligram sodium. Indonesia Family Life Survey pada 2007 melaporkan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 47,8 persen.
Beban penderitaan para penyandang penyakit tak menular terus meningkat, baik secara ekonomi dalam bentuk kehilangan potensi produktivitas kerja dan biaya pengobatan maupun secara non-ekonomi berupa kecacatan dan gangguan kesejahteraan keluarga. Fakta tersebut semakin meyakinkan bahwa konsumsi garam dalam diet orang Indonesia perlu dikendalikan.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi garam nasional pada 2015 mencapai 2,84 juta ton. Badan Pusat Statistik melaporkan kebutuhan garam nasional sebesar 3,75 juta ton. Dari jumlah tersebut, 647,6 ribu ton (17,3 persen) merupakan kebutuhan garam konsumsi dan 3,1 juta ton (82,7 persen) industri. Data dari Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menunjukkan kebutuhan garam dalam negeri setiap tahun mencapai 3,2 juta ton. Khusus terkait dengan pangan adalah sekitar 400 ribu ton garam untuk pengasinan ikan, konsumsi langsung rumah tangga 700 ribu ton, serta industri dan aneka pangan 400 ribu ton.
Dari data AIPGI itu dapat disimpulkan bahwa jumlah garam yang dikonsumsi masyarakat adalah 1 juta ton per tahun. Jika dibagi dengan populasi penduduk Indonesia sebesar 255 juta orang, rata-rata konsumsi garam sebesar 3,91 kilogram per orang per tahun atau 10,74 gram per orang per hari. Angka ini melebihi batas aman 5 gram per orang per hari.
Salah satu cara yang efektif menurunkan angka hipertensi dan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah adalah dengan menurunkan asupan garam. Kebijakan yang diterapkan di negara-negara Eropa yang terbanyak adalah penentuan batas atas pada berbagai jenis produk, seperti roti, makanan di kantin sekolah, keju, dan produk olahan daging semacam sosis. Ada pula penerapan peringatan akan produk-produk yang mengandung garam tinggi serta penerapan pajak produk dengan kandungan garam di atas 5 gram per 100 gram. Pendekatan hukum juga dilakukan melalui berbagai peraturan pemerintah.
AIPGI melaporkan impor garam industri pada 2014 sebanyak 2,16 juta ton digunakan sebagai bahan baku produksi industri. Walaupun penggunaan garam impor di industri pangan hanya sebagian dari garam impor, perlu dipertimbangkan bahwa kelebihan asupan garam yang berasal dari produk industri pangan merupakan garam yang diimpor.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2015 yang akan dilaksanakan pada 2019 mewajibkan pencantuman informasi kandungan gula, garam, dan lemak. Juga ada pesan pada pangan olahan dan siap saji bahwa konsumsi gula lebih dari 50 gram (empat sendok makan), garam lebih dari 5 gram (satu sendok teh), dan lemak/minyak total lebih dari 67 gram (lima sendok makan) per orang per hari akan meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung. Diharapkan penerapan peraturan ini dapat mengatasi peningkatan penderita penyakit tak menular.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo