Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Visi Hak Asasi Manusia Calon Presiden

Calon presiden 2024 haruslah memiliki visi dan sikap mengenai hak asasi manusia. HAM adalah tanggung jawab kepala negara.

14 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Menurut undang-undang, hak asasi manusia adalah tanggung jawab kepala negara.

  • Karena itu, calon presiden haruslah memiliki visi mengenai hak asasi manusia.

  • Calon presiden punya jawaban mengenai masalah diskriminasi dan pelanggaran HAM berat.

Amiruddin al-Rahab

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hak-hak asasi manusia (HAM) sekarang sudah menjadi keniscayaan dan hukum positif di Indonesia. Karena itu, seorang calon presiden dalam Pemilihan Umum 2024 tidak boleh “buta huruf” tentang HAM, baik dalam skala nasional maupun internasional. Menentang norma-norma HAM adalah tabu bagi seorang calon presiden.

Dalam prinsip dasar hak asasi manusia, begitu seorang calon presiden terpilih menjadi presiden, otomatis kewajiban untuk melindungi, memenuhi, dan menegakkan HAM akan melekat pada dirinya. Dalam konteks Indonesia, kewajiban itu terkandung dalam konstitusi, khususnya Pasal 28 UUD 1945. Bahkan, jika diselami lebih dalam, inti sari Pancasila adalah pelindungan dan pemenuhan HAM. Dengan demikian, seorang calon presiden harus menunjukkan kecakapan dalam menggunakan bahasa HAM sekaligus berkomitmen menjadikan norma HAM sebagai titik tumpu dalam membuat dan menjalankan kebijakan serta program kerjanya.

Dasar Hukum HAM

Saat ini telah ada serangkaian undang-undang yang menegaskan kewajiban negara terhadap HAM. Prinsip-prinsip untuk mengimplementasikan norma HAM tersusun dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Undang-undang ini menjadi dasar hukum hadirnya Komisi Nasional HAM. Agar norma HAM dijalankan oleh kepala negara, Komnas HAM diberi kewenangan dalam melakukan pengkajian, pemantauan, penyelidikan, dan mediasi terhadap isu HAM.

Di samping itu, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Pengadilan HAM. Inti dari undang-undang ini adalah aparatur negara bisa dipidana jika melakukan dua jenis kejahatan, yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dua jenis kejahatan serius itu hanya bisa terjadi jika ada penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur negara atau, dalam bahasa undang-undang disebut, “rangkaian perbuatan dilakukan terhadap penduduk sipil sebagai kelanjutan dari kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan organisasi.”

Indonesia juga sudah meratifikasi dua kovenan induk HAM internasional, yaitu Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik serta Kovenan Hak-hak Sosial, Ekonomi, dan Budaya. Dengan demikian, tidak ada lagi norma HAM yang bisa diingkari oleh Indonesia dengan alasan apa pun karena norma HAM sudah menjadi hukum positif Indonesia.

Bahkan, untuk lebih memajukan dan melindungi HAM, pada 2008 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pesan dari undang-undang ini sangat jelas bahwa tindakan diskriminatif itu bertentangan dengan norma HAM. Seseorang yang bersikap dan bertindak diskriminatif bisa dipidana.

Itulah beberapa norma HAM yang telah menjadi hukum positif dan mengikat penyelenggara negara, khususnya presiden, dalam mengelola negara ini. Sesungguhnya banyak sekali norma-norma HAM yang telah menjadi norma hukum di Indonesia.

Fasih Berbahasa HAM

Pemilihan presiden tinggal menghitung hari. Partai-partai politik sibuk menghitung peruntungan dengan kasak-kusuk menjodohkan beberapa nama elite untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Dalam kasak-kusuk itu, kita belum menemukan makna menjadi “manusia Indonesia” yang berdarah-daging dan berperasaan. Yang tampak hanya warga negara ini diperlakukan sekadar angka pemilih dalam kalkulasi kuantitatif.

Koalisi-koalisi yang dibangun laksana aksi tukar tampah antarpartai dan elite, seperti tukar-tambah di pasar ternak. Hal itu terjadi akibat miskinnya gagasan tentang HAM dan disorientasi dalam pengelolaan politik bernegara.

Karena itu, sudah saatnya para calon presiden dan partai koalisi pendukungnya menyampaikan gagasan serta agenda politiknya yang bertumpu pada pelindungan dan pemenuhan HAM. Hal itu dibutuhkan karena banyak sekali persoalan HAM yang belum tertangani sampai sekarang.

Persoalan HAM yang mendesak untuk disikapi adalah terus-menerusnya muncul persoalan diskriminasi, ujaran kebencian, dan politik identitas. Sejarah kehidupan sosial-politik Indonesia selalu dihantui oleh hal-hal demikian. Karena itu, kita perlu tahu, apa gagasan seorang calon presiden dan calon wakilnya mengenai persoalan-persoalan tersebut.

Selain itu, ada persoalan kekerasan politik serta komunal yang sangat mengancam hak-hak kebebasan menyatakan pendapat, berserikat, dan berkumpul. Banyak terjadi peristiwa kekerasan yang menelan korban jiwa dan harta benda warga negara di masa lalu.

Bahkan, dari beberapa peristiwa kekerasan itu, ada yang masuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan. Komnas HAM paling tidak telah menetapkan 16 peristiwa kekerasan jenis ini. Sampai sekarang seluruh peristiwa itu belum tuntas tertangani. Meskipun ada pengadilan HAM untuk memeriksa beberapa peristiwa, peristiwanya bukan menjadi terang, melainkan malah bertambah buram.

Ancaman terhadap HAM juga datang dalam konflik pertanahan. Paling tidak ada dua hak yang terancam. Pertama, hak atas kesejahteraan. Masyarakat yang berada di lahan sengketa bisa serta-merta sumber penghidupannya rusak; kehilangan kemampuan ekonomi untuk menafkahi keluarganya; dan kehilangan harta miliknya yang paling berharga, yaitu tanah. Kedua, bebas dari rasa takut dan penyiksaan. Masyarakat yang lahannya direbut oleh perusahaan besar atau proyek besar negara akan selalu berada dalam ketakutan akibat diancam dan bisa pula menjadi obyek penyiksaan oleh aparatur negara karena dianggap melawan.

Di samping itu, ada persoalan HAM yang sungguh-sungguh mendesak untuk ditangani, yaitu persoalan Papua. Papua adalah wajah situasi HAM terburuk hari ini. Permasalahan HAM yang muncul itu dari pelayanan kesehatan dan pendidikan yang buruk di beberapa daerah, perampasan dan pengalihan fungsi lahan yang masif, pelayanan publik yang kurang terurus, sampai aksi kekerasan bersenjata yang mematikan.

Singkat kata, segala persoalan yang muncul di Papua bisa dilihat sebagai persoalan HAM. Hal ini bisa pula disebut sebagai lalainya kewajiban negara (presiden) ditunaikan terhadap masyarakat Papua. Karena itu, adalah kewajiban negara untuk menghentikan kekerasan bersenjata, memperbaiki fasilitas kesehatan dan pendidikan, serta melindungi hak ulayat atas tanah mereka.

Sekarang kita dihadapkan pada persoalan-persoalan HAM yang nyata dan mendesak untuk ditangani. Apa persiapan para calon presiden untuk melindungi dan memenuhi HAM? Tanpa masyarakat mengetahui jalan pikiran calon presiden tentang HAM ini, calon akan mudah membawa publik ke jalan pikiran yang sesat. Calon presiden yang tidak paham kewajibannya terhadap HAM, jika terpilih sebagai presiden, akan mudah terperosok ke dalam kubangan pelanggaran HAM. Pengalaman Indonesia sudah pernah menunjukkan hal tersebut.

Apa sikap para calon presiden mengenai tindakan diskriminatif berdasarkan ras, etnis, agama, dan gender? Apakah mereka bersedia mengadili para terduga pelanggaran HAM berat? Apakah mereka lebih mementingkan investasi ketimbang melindungi lahan milik masyarakat dan lingkungan hidup? Apakah calon presiden akan terus-menerus menggunakan kekuatan senjata untuk mengelola Papua? Paling tidak itulah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh para calon presiden sebelum meminta rakyat memilihnya.

Di tataran internasional, kini muncul arus pengungsian; terorisme; ancaman perang yang bahkan bisa menggunakan nuklir; serta ancaman kelangkaan energi, air bersih, dan pangan. Apa gagasan calon presiden agar bisa berperan untuk mengatasi hal-hal tersebut sekaligus menghitung akibatnya bagi Indonesia? Dengan kata lain, jalan apa yang akan ditawarkan Indonesia untuk mengatasi konflik regional dan ancaman perang di kawasan Laut Cina Selatan dan Pasifik dalam upaya melindungi hak asasi manusia serta perdamaian?

Jika calon presiden tidak fasih berbahasa HAM, dapat dipastikan bahwa hak-hak warga negara akan terancam jika dia nanti terpilih. Pemilihan umum legislatif dan presiden akan menjelma menjadi ajang pengingkaran terhadap kemanusiaan. Karena itu, sudah saatnya kita bersama-sama menuntut calon presiden menunjukkan gagasannya mengenai pelindungan dan pemenuhan HAM.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Amiruddin al-Rahab

Amiruddin al-Rahab

Anggota Komnas HAM Periode 2017-2022

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus