Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Tercekik Harga Obat

Harga obat di Indonesia lima kali lebih mahal dibanding di negara ASEAN lain. Akibat tata kelola dan riset yang lemah.

10 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RASA obat makin pahit karena harganya makin mahal. Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, harga obat di Indonesia tiga-lima kali lebih mahal dibanding di negara ASEAN lain, seperti Malaysia dan Singapura. Harga obat kita bahkan enam kali lebih mahal dibanding di India. Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyebutkan harga obat di Indonesia nomor tiga paling mahal di dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Budi Gunadi menduga harga obat mahal akibat inefisiensi perdagangan. Selain impor dan biaya produksi yang tinggi, harga obat dipengaruhi biaya angkut, distribusi, bea impor, hingga pemasaran dan dugaan suap industri farmasi kepada para dokter. Bertahun-tahun, masalah yang sudah lama terang benderang ini tak kunjung bisa diselesaikan. Solusi pemerintah juga tak kunjung jelas. Pekan lalu, dalam rapat kabinet, Presiden Joko Widodo meminta para menteri mencari solusi untuk mengatasi mahalnya harga obat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yang tak disebut Budi Gunadi adalah buruknya tata kelola obat dari hulu hingga hilir. Harga obat mahal, terutama obat nongenerik, karena bahan bakunya diimpor dari luar negeri. Menurut data Kementerian Kesehatan, hanya 3 persen obat yang beredar di Indonesia diproduksi di dalam negeri. Untuk obat produksi dalam negeri pun 90 persen bahan bakunya diimpor dari negara lain.

Pemerintah mencoba mencegahnya dengan membuat regulasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan pembatasan bagi 10 jenis barang impor sejak 2021. Obat tradisional dan kosmetik termasuk produksi yang impornya dibatasi. Namun cara ini hanya menyentuh penanganan hilir industri obat. Selain mengancam industri obat dalam negeri, pembatasan akan memicu kelangkaan obat. Ujungnya, harga akan tetap mahal.

Problem harga obat juga ada di hulu. Pemerintah tak pernah menyentuh urusan riset bahan baku obat. Padahal, selain memicu kemandirian bahan baku industri obat, riset bisa menggairahkan paten. Harga bahan baku obat mahal karena ada komponen paten yang kini dikuasai Cina dan India.

Maka, untuk menekan harga obat, caranya adalah melawan tata kelola yang berlaku sekarang. Pertama-tama, pemerintah mesti membenahi riset jika ingin menurunkan harga obat sekaligus menguasai rantai pasok bahan bakunya. Selain bisa menekan harga, riset dan paten akan mendorong nilai ekonomi.

Contoh negara yang bisa memanfaatkan kekayaan alam untuk bahan baku obat adalah Kosta Rika. Negara kecil di Amerika Tengah ini memanfaatkan kekayaan hutan tropis tanpa mengeksploitasinya. Mereka mengembangkan bioprospeksi: pengambilan ekstrak tanaman hutan sebagai bahan baku obat.

Nilai bioprospeksi Kosta Rika mencapai US$ 14,5 miliar pada 2020, sekitar 26 persen dari produk domestik bruto. Dengan riset dan berlimpahnya bahan baku, industri obat dunia berbondong-bondong mendirikan pabrik di negara ini. Kosta Rika berhasil memetik manfaat ekonomi dari konservasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa menobatkan negara ini sebagai negeri paling hijau di dunia.

Adapun di Indonesia, bioprospeksi belum menjadi tujuan pemanfaatan hutan. Kita masih berkutat di industri ekstraktif dan eksploitatif yang memicu kerusakan lingkungan. Tanpa riset bioprospeksi yang serius, industri obat Indonesia akan terus bergantung pada bahan baku impor yang ujungnya mencekik konsumen yang mendorong pasien memilih berobat ke luar negeri.

Setelah riset, pembenahan mesti merambah industri. Perlakuan terhadap bahan baku obat seperti barang lain yang dikenai pajak pertambahan nilai yang tinggi membuat harga obat jadi melambung. Insentif pajak bagi industri obat seperti di Malaysia bisa mendorong harga obat turun dan terjangkau oleh masyarakat.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus