Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMUAN kargo ilegal dalam pesawat Airbus A300-900 Neo yang baru didatangkan maskapai Garuda Indonesia dari pabriknya di Toulouse, Prancis, amatlah memalukan. Tidak hanya melanggar ketentuan kepabeanan, manajemen Garuda Indonesia terkesan membiarkan terjadinya pelanggaran dalam pesawat barunya itu. Praktik lancung ini juga menunjukkan penyalahgunaan wewenang dengan memanfaatkan kelonggaran pemeriksaan pabean untuk penerbangan perdana dan juga fasilitas VIP para penumpangnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Skandal ini terbongkar setelah petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta memeriksa pesawat anyar Garuda tersebut, yang baru mendarat dari Prancis dan langsung masuk ke Hanggar 4 Garuda Maintenance Facility, kompleks Bandara Soekarno-Hatta, pada Ahad, 17 November lalu. Ada 22 orang yang menjadi penumpang kategori VIP, termasuk Direktur Utama I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, dalam penerbangan bernomor GA 9721 dengan sepuluh awak itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada pemeriksaan awal di kokpit dan kabin, petugas tidak menemukan pelanggaran. Namun, dalam pemeriksaan lanjutan di lambung pesawat atau tempat bagasi penumpang, petugas mendapati 18 boks berwarna cokelat berlabel bagasi penumpang. Paket tersebut tidak dilaporkan dalam manifes pesawat. Sebanyak 15 paket berisi bagian-bagian sepeda motor Harley Davidson, dua paket berisi sepeda Brompton, dan satu lagi adalah suku cadang sepeda tersebut.
Petugas Bea dan Cukai harus mengungkap tuntas skandal ini. Mereka mesti membuka pengungkapan kasusnya ke publik, terutama ihwal siapa pemilik barang tersebut. Pihak Bea dan Cukai tak boleh begitu saja percaya pada klaim manajemen Garuda bahwa barang-barang itu milik petugas penjemput pesawat. Kurang masuk akal jika karyawan Garuda sekelas petugas penjemput pesawat dibiarkan membawa kargo gelap di pesawat yang sebagian penumpangnya adalah petinggi maskapai itu. Apalagi isi kargo tanpa izin tersebut juga bukan barang-barang murah.
Bea dan Cukai selayaknya tidak mengecilkan kasus ini dengan menerima tawaran pembayaran denda atas pelanggaran tersebut. Kejadian ini bukan semata-mata upaya mengakali tarif kepabeanan. Skandal ini merupakan pelanggaran serius karena dilakukan oleh orang-orang yang justru mengetahui aturan kepabeanan. Apalagi praktik penyelundupan ini diduga dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
Karena itu, Direktur Utama I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra harus bertanggung jawab atas terjadinya kasus penyelundupan tersebut. Apalagi ia sendiri ikut dalam penerbangan perdana. Paling tidak, ia tidak merecoki investigasi yang dilakukan Bea dan Cukai, agar lembaga ini bisa mengusut tuntas penyelundupan tersebut. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir harus mengusut kasus ini karena ada peluang keterlibatan para petinggi Garuda, tak terkecuali direktur utama. Jika mereka terbukti terlibat, Erick harus mencopotnya.
Menteri Perhubungan juga harus meninjau ulang aturan penjemputan pesawat dari pabrik ke Tanah Air yang selama ini begitu longgar. Siapa pun yang ikut dalam penerbangan perdana seperti ini tak boleh mendapat hak istimewa dalam bentuk apa pun, termasuk para petinggi maskapainya. Bea dan Cukai juga perlu memperketat aturan main untuk kepabeanan pesawat baru yang didatangkan dari pabrikan, misalnya pesawat tidak boleh langsung menuju hanggar.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 5 Desember 2019