Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Hikayat Pemakzulan

25 Oktober 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saidi A. Xinnalecky
  • Wartawan

    Impeachment bukan pemakzulan.

    Selama ini, media memberikan kesan seolah kata pemakzulan adalah padanan kata impeachment. Meski bermata rantai, makna dan semantikan dua kata ini berbeda.

    Impeachment dalam bahasa Inggris lebih diartikan proses menuju sebuah vonis penghentian dari suatu jabatan atau singgasana kekuasaan melalui permintaan pertanggungjawaban. Pemakzulan adalah realitas setelah vonis itu dijatuhkan, yaitu pemberhentian dari singgasana kekuasaan secara riil.

    Dalam ilmu linguistik ada istilah semantik historis, bagian yang menyelidiki perubahan-perubahan pa da makna suatu kata. Kata pemakzulan punya sejarah semantik tersendiri. Mungkin kata pemakzulan seolah sebuah kosakata politik yang baru, tapi sesungguhnya kata ini sudah menjadi nomenklatur sejak zaman dulu, sejak lahirnya Hikayat Muhammad Hanafiah, di Semenanjung Malaka (Melayu) di tahun 1450. Hikayat yang disadur dari Maqtal al-Husain (Pembunuhan Husain) karya Abu Mikhnaf ini konon sudah ada sejak tahun 1380.

    Liaw Yock Fang, pengajar di Departemen Pengkajian Melayu Univer sitas Nasional Singapura, menca tat bahwa fragmen sepanjang 60 ha laman hikayat ini sudah tersimpan di perpustakaan Universitas Cambridge, sejak 1604. Setidaknya istilah ini sudah dikenal dalam bahasa Melayu lebih dari 450 tahun yang silam (Hikayat Karbala dari Tanah Melayu, Maulanusantara, 21 Januari 2008).

    Materi utama naskah hikayat itu menuturkan soal keterasingan dan kematian Hasan dan Husain dalam perang Karbala. Tragedi kedua putra sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib, ini dan hilangnya kekuasaan Ali oleh ”gerakan impeachment” yang dipelopori Muawiyah bin Abi Shofyan dilu kiskan dalam bahasa Melayu dalam kitab itu dengan istilah ma’zul (makzul).

    Dalam Maqtal al-Husain, kata ma’ zul dipergunakan untuk melukiskan pengasingan Hasan dan Husain, tidak diarahkan pada kejatuhan Kha lifah Ali sebagai kepala negara saat itu. Tapi, di kemudian hari, kata ini setelah ditransliterasi ke dalam bentuk huruf Melayu-Arab (Melayu Kawi) dimaksudkan untuk menerje mahkan proses sekaligus turun takhta raja-raja Melayu saat itu.

    Jadi, sejak awal, kata ini telah meng alami deviasi makna dari morfem aslinya. Jika dicarikan arti kata turun takhta, sebagaimana Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Melayu Dewan Pustaka dan Bahasa mengartikan kata makzul, dalam kamus bahasa Arab, tidak akan ditemukan kata itu. Yang ada, antara lain, khatthatus shultan, nuzulus shultan, dan tanaazalus shultan.

    Sesungguhnya ucapan yang melukiskan proses turunnya seorang penguasa atau pejabat negara, dalam no menklatur hukum Islam, pernah disampaikan oleh Nurcholish Madjid, di Istana Negara pada Mei 1998, saat bersama bebera pa tokoh dan ulama usai bertemu dan meminta kepada Presiden Soeharto agar dia berkenan turun dari jabatannya atas desakan massa yang meluas.

    ”Dalam bahasa santri, Pak Harto diminta tanaazul dari jabatan presiden,” demikian ucapan Nurcholish Madjid kala itu kepada Presiden Soeharto. Ia menggunakan istilah ini agar dimengerti oleh para kiai yang datang bersama dia, di satu sisi; juga menghindari ucapan-ucapan vulgar untuk menjaga perasaan Presiden Soeharto saat itu. Nurcholish menggunakan istilah ini dengan tepat.

    Pemakzulan adalah istilah yang telah mendapatkan imbuhan (afiks) pada awal kata dalam bahasa Arab, ma’zul. Morfologi yang dibentuk dari nomina (masdar) ’azala (dari huruf huruf ain-zai-lam). Yang berarti: men jauhkan, mengasingkan (kamus Al-Munjid dan Al-Mufid).

    Karena itu, kitab yang berisi hikayat tragedi Hasan dan Husain tadi menggunakan kata itu untuk melukiskan tindakan klan Muawiyah yang menjauhkan dan mengasingkan mereka. Pengasingan ini dilakukan oleh lawan politik Khalifah Ali, agar keturunannya nanti tidak membahayakan kepentingan kekuasaan klan Bani Umayah.

    Jika ingin membuat terminologi yang menunjukkan sebuah proses penurunan seorang kepala atau pe jabat negara, dalam bahasa Arab biasanya dilukiskan dengan kata-kata nuzul, tanaazul, tanzuul, atau al-khatthah. Karena itu, dalam ilmu fikih (teori hukum Islam), pembahasan bagian turun takhta/kekuasaan ini diistilahkan dengan ”Nuzulus Shultan”. Tidak ada uzulus Shultan (nomina dari ma’zul) yang bisa berkonsekuensi pada makna yang lain: mengasingkan penguasa.

    Mumpung masih sebatas wacana, belum benar-benar menuju sebuah realitas politik, maka sebaiknya istilah ini dicarikan penjelasannya menurut makna gramatikal ataupun leksikal yang pas. Dengan demikian, penggunaan kata pemakzulan ataupun impeachment tepat.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus