Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Imlek

Selepas akhir pekan ini, kita ketemu Imlek.

2 Februari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putu Setia
@mpujayaprema

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selepas akhir pekan ini, kita ketemu Imlek. Sepertinya ini tahun baru Imlek yang sepi dari perbincangan. Jangan-jangan lampion juga tak semeriah Imlek-Imlek tahun lalu. Mungkin kita tak punya waktu menggosipkan Imlek karena masih sibuk copras-capres, hajatan yang membuat negeri ini hiruk-pikuk oleh kampanye yang tidak jelas juntrungannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjelang Imlek tak ada pertanyaan yang muncul, apakah umat yang tak merayakan boleh mengucapkan selamat tahun baru Imlek. Beda kalau Natal, misalnya. Padahal jawaban formalnya sudah diketahui, siapa yang melarang? Perbincangan Imlek sudah selesai. Apakah Imlek itu perayaan budaya atau agama, tak lagi diperdebatkan. Kita berterima kasih kepada Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang membuat Imlek menjadi sah sebagai hari raya di bumi Nusantara ini.

Imlek adalah perayaan tahun baru. Ini penanggalan yang menggunakan peredaran bulan yang disesuaikan dengan peredaran matahari. Sama dengan kalender Saka yang dipakai di Nusantara ini, peredaran bulan dan matahari disesuaikan secara berkala. Itu sebabnya tahun baru Imlek selalu jatuh pada Januari sampai Februari jika dilihat dari kalender Masehi. Demikian halnya tahun baru Saka yang disebut Nyepi, jatuhnya pada Maret sampai April. Berbeda dengan tahun baru Hijriah yang hanya mempergunakan peredaran bulan. Dengan demikian, setiap tahun, Idul Fitri pasti selalu maju jika dibandingkan dengan penanggalan Masehi yang didasarkan peredaran matahari.

Presiden Sukarno pada 1946, saat negeri ini berjuang mempertahankan kemerdekaan, mengeluarkan keputusan tentang hari raya keagamaan, dan Imlek disebut "hari keagamaan warga Tionghoa". Namun Presiden Soeharto meralatnya pada 1967 setelah tragedi G-30-S PKI. Imlek bukan hari raya keagamaan. Bahkan, lewat Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, Soeharto melarang segala budaya yang berbau Tionghoa, di antaranya perayaan Imlek itu sendiri. Ini berlangsung bertahun-tahun bahkan kemudian Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) mengeluarkan Surat Edaran 11 Januari 1993 yang menyatakan Imlek bukanlah hari raya agama Buddha, sehingga vihara diminta tidak merayakan tahun baru Imlek.

Jasa Gus Dur menjadi luar biasa ketika mencabut semua peraturan itu, termasuk Inpres Nomor 14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa. Masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya, termasuk merayakan upacara agama seperti Imlek secara terbuka. Bahkan yang disebut agama tak lagi cuma Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Urusan bahwa agama itu diberi wadah pembinaan di departemen agama (ditandai adanya direktorat jenderal) tidaklah pertanda bahwa hanya itu agama yang diakui. Maka sebagian masyarakat Tionghoa memperkenalkan agama Konghucu. Perayaan Imlek pun semarak kembali dan pada 2003, ketika Megawati sudah menggantikan Gus Dur, Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional keagamaan.

Pasang-surut Imlek ini perlu kita kenang untuk renungan bersama bahwa urusan agama, sepanjang hal itu berkembang di masyarakat dan membawa kedamaian, janganlah direcoki oleh pemerintah. Negara wajib mengayomi warganya, namun jangan masuk ke masalah akidah dengan dalih pembinaan. Biarkan mereka berkembang dalam kemajemukan.

Belakangan ini seperti ada tanda bahwa agama kembali diseret-seret ke politik dan mulai ada gesekan. Mari kita jaga marwah agama dan betapa indahnya keberagaman. Untuk sahabat Tionghoa, selamat Imlek, Gong Xi Fa Cai.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus