Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Izin Bangunan Pulau Buatan

SEMUA keputusan yang berhubungan dengan pulau reklamasi di pesisir utara Jakarta semestinya diambil dengan dasar hukum yang tepat serta dijelaskan kepada publik secara transparan.

17 Juni 2019 | 07.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMUA keputusan yang berhubungan dengan pulau reklamasi di pesisir utara Jakarta semestinya diambil dengan dasar hukum yang tepat serta dijelaskan kepada publik secara transparan. Penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk 932 bangunan di Pulau D oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerjang prinsip-prinsip itu. Gubernur Anies Baswedan pun perlu menyampaikan rencana jelas atas pulau tersebut, terutama karena ia berjanji menolak reklamasi pada masa kampanye pemilihan gubernur lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penerbitan IMB di Pulau D itu kini disebut kawasan Pantai Maju dilakukan pemerintah daerah DKI pada November 2018, tapi baru terungkap ke publik dalam dua pekan terakhir. Pada Juni 2018, bangunan-bangunan yang diberi izin itu pernah disegel pemda DKI dengan alasan dibangun tanpa izin. Izin baru dikeluarkan pemda setelah Kapuk Naga Indah anak usaha Agung Sedayu Group, pengembang pulau reklamasi membayar denda dan mengajukan permohonan baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penerbitan IMB itu mengundang kritik masyarakat, termasuk dari anggota DPRD DKI. Kritik itu sangat logis karena Gubernur Anies Baswedan, saat mencabut izin 17 pulau reklamasi pada September tahun lalu, berjanji bahwa empat pulau yang sudah telanjur jadi akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Namun penerbitan IMB untuk bangunan di Pulau D itu terkesan tak sejalan dengan janji tersebut, karena semuanya ditujukan bagi keperluan hunian dan komersial. Dasar hukum penerbitan IMB itu pun kontroversial. Izin tersebut didasari Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Peraturan era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama itu menetapkan bahwa pengembang berhak menggunakan 35 persen area reklamasi.

Masalahnya, perizinan yang didasari peraturan ini sifatnya darurat. Pasal 9 menyebutkan, izin yang diberikan hanya sementara dan akan gugur bila tak sejalan dengan Peraturan Daerah tentang Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang kemudian ditetapkan. Gubernur Anies dan jajarannya terkesan terburu-buru. Mereka menjamin hak para pengembang dengan penerbitan IMB, tapi tak menunjukkan langkah konkret untuk menyegerakan pembahasan rancangan peraturan daerah soal tata ruang pulau reklamasi itu. Padahal, aturan inilah yang semestinya bisa memastikan terjaminnya kepentingan publik.

DPRD DKI sebenarnya pernah membahas Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Tapi kedua rancangan itu ditarik Anies pada 23 November 2017 dengan alasan perlu dikaji ulang. Kini, revisi aturan itu tak jelas kabarnya. Semestinya kedua aturan ini segera disahkan, yang kemudian dijadikan landasan hukum bagi pengelolaan pulau reklamasi, termasuk menjadi dasar penerbitan IMB.

Karena itu, di tengah sorotan atas penerbitan IMB pulau reklamasi itu, pemda DKI semestinya mempercepat pembahasan revisi kedua rancangan aturan itu dan segera mengajukannya kembali untuk disahkan DPRD. Selain itu, mengingat kontroversi yang melingkupinya sejak awal, segala tindakan atau kebijakan mengenai pulau reklamasi sepatutnya diambil dengan lebih transparan agar tak menimbulkan kecurigaan dan memicu gejolak baru.

Ali Umar

Ali Umar

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus