Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hiruk-pikuk pemilihan presiden 17 April mendatang semestinya tidak membuat kita mengabaikan pentingnya pemilihan calon anggota legislatif. Tanpa pengecekan rekam jejak yang teliti, buruknya kualitas wakil rakyat yang mengisi Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat pusat dan daerah akan terjadi kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal fungsi legislatif tak kalah krusial dibanding eksekutif. Tak cuma berperan mengawasi jalannya roda pemerintahan sehari-hari, lembaga legislatif memiliki kekuasaan dalam mengawal fungsi legislasi serta menetapkan anggaran. Ironisnya, prestasi itu tidak tampak pada wakil rakyat periode 2014-2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu yang menjadi sorotan adalah proses legislasi. Sepanjang tahun lalu, DPR hanya mampu mengesahkan lima undang-undang dari 50 rancangan yang masuk program legislasi nasional prioritas. Selebihnya, undang-undang harus dibahas pada masa sidang berikutnya.
Minimnya undang-undang yang disahkan mengulang kegagalan pada tahun sebelumnya. Sejak 2015, politikus Senayan selalu menargetkan lebih dari 40 rancangan undang-undang masuk program legislasi nasional prioritas. Namun, sepanjang 2015-2018, rancangan yang berhasil disahkan menjadi undang-undang tak lebih dari 25. Capaian tertinggi DPR terjadi pada 2016 dengan mengesahkan 10 undang-undang dari 50 target yang ditetapkan.
Rendahnya capaian tersebut tak lepas dari perilaku anggota Dewan yang mengulur-ulur pembahasan. Ada 17 rancangan undang-undang yang dibahas hingga lima kali masa sidang. Padahal batas waktu untuk mengesahkan undang-undang adalah maksimal tiga kali masa sidang. Tak mengherankan bila iktikad mereka dalam menyelesaikan undang-undang banyak dipertanyakan.
Rendahnya penyelesaian undang-undang bukan satu-satunya penyakit wakil rakyat. Tingkat kehadiran pada setiap masa sidang juga tak lebih dari 50 persen. Kalaupun mereka mengisi formulir kehadiran, yang benar-benar duduk di ruang sidang tak lebih dari 100 orang dari 559 anggota DPR secara keseluruhan.
Yang paling mengenaskan tentu saja kasus korupsi yang membelit anggota Dewan. KPK, sejak berdiri pada 2004, telah menangkap 72 politikus Senayan. Mayoritas mereka ditangkap karena menerima suap. Lembaga antirasuah bahkan pernah menetapkan serombongan anggota DPRD Kota Malang, 41 orang, sebagai tersangka korupsi.
Seperti tak pernah jera, korupsi yang melibatkan anggota Dewan terus berulang. Penangkapan Bowo Sidik Pangarso pada Rabu 27 Maret lalu merupakan contoh paling konkret bagaimana suap dan politik uang berkelindan dalam satu napas. Bowo diduga akan membagi-bagikan uang hasil suap sebesar Rp 8 miliar kepada warga Demak, Jepara, dan Kudus-tempat ia maju sebagai calon legislator dari Partai Golkar.
Agar calon anggota legislatif seperti Bowo tidak terpilih lagi, kita harus benar-benar mencermati integritas, rekam jejak, serta kepedulian mereka terhadap persoalan penting di masyarakat. Saringan awal yang paling mudah adalah mengeliminasi calon yang menolak profil dan rekam jejaknya diketahui publik. Kehadiran sejumlah situs, seperti Jari Ungu, Pintar Memilih, dan Rekam Jejak, harus disebarluaskan agar publik lebih mengenali calon wakil rakyat.
Urusan mencari "orang baik" memang sulit. Tapi ikhtiar tanpa henti tak boleh putus untuk memilih wakil rakyat yang baik.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo