Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIDAK sepantasnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengancam untuk memangkas atau tak menaikkan anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernyataan itu patut dikecam. Apalagi bila dasarnya adalah ketidakpuasan Dewan terhadap kinerja KPK dalam menindaklanjuti rekomendasi Dewan ihwal kasus Bank Century.
Para politikus itu seakan lupa, atau pura-pura lupa, bahwa KPK merupakan lembaga independen yang harus bebas dari intervensi politik pihak mana pun. Kritik yang kerap dilancarkan Dewan bahwa pemerintah tak boleh mencampuri urusan KPK mestinya berlaku pula untuk diri mereka sendiri.
Rekomendasi Dewan dalam kasus Century bukan merupakan alat bukti—seperti kata pelaksana Ketua KPK Tumpak Hatorangan. Para politikus itu perlu menyegarkan ingatan dengan membuka kembali Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket. Di sana, pada pasal 25, jelas tertera bahwa setiap keterangan, penjelasan, kesaksian yang ada pada panitia angket bukanlah alat bukti.
Rekomendasi Dewan merupakan keputusan politik. Dalam proses hukum, rekomendasi itu setara dengan informasi belaka. Padahal, untuk membuat dakwaan, KPK harus memiliki bukti yang kukuh dan tak terbantahkan. Lama-tidaknya Komisi mengumpulkan bukti tentu bersifat relatif. Pihak lain boleh menganggap lamban dan tidak puas tapi tak pantas menekan dengan kekuasaan yang ada pada dirinya secara berlebihan.
Adalah kejanggalan yang luar biasa pula jika DPR ingin memangkas anggaran KPK semata-mata lantaran tak sabar dengan penanganan kasus Bank Century. Evaluasi anggaran yang baik mestinya dilakukan berdasarkan kinerja KPK secara menyeluruh. Tentu tak adil dan sangat bias bila evaluasi dilakukan berdasarkan kasus tertentu—terlebih kasus yang berkaitan dengan kerja DPR.
Bila DPR memang berkomitmen memberantas korupsi, mereka seharusnya justru menambah anggaran KPK, yang tahun lalu hanya Rp 315 miliar. Memotong anggaran akan memperlihatkan kepada masyarakat bahwa DPR ingin melemahkan KPK, atau setidaknya mempersulit KPK dalam menjalankan tugasnya. Peluang KPK untuk menambah jumlah anggota staf, agar mampu menangani kasus lebih banyak, akan sirna bila pemangkasan benar-benar dilakukan.
Ancaman terhadap KPK ini menunjukkan Dewan ternyata tetap pada sikap kurang menyokong KPK. Kita ingat, sebelumnya dari Senayan juga terdengar suara untuk merevisi Undang-Undang KPK. Ada keinginan pula untuk menghapus wewenang Komisi melakukan penyadapan. Bahkan lebih jauh, ada usulan untuk mengembalikan kewenangan penuntutan kepada kejaksaan.
DPR memang memiliki hak bujet sesuai dengan undang-undang dasar. Dewan berwenang mengalokasikan anggaran negara untuk berbagai instansi pemerintah maupun nonpemerintah. Bila kinerja instansi buruk, Dewan berhak memotong jatah anggaran instansi itu. Alokasi itu mestinya dilakukan dengan penuh kebajikan demi bangsa dan negara. Politik anggaran ini mestinya ditujukan untuk memperbaiki kinerja instansi, bukan untuk memenangkan kepentingan politik DPR.
Gaya berpolitik dangkal ini perlu segera ditinggalkan. Segala sesuatu perlu dikembalikan kepada porsinya. Bila DPR masih penasaran dengan kasus Bank Century, bukan KPK yang harus ditekan, tapi DPR bisa mengajukan hak menyatakan pendapat. Pertempuran politik sebaiknya tetap dilakukan di Senayan. Tak perlu memamerkan jurus ”dewa mabuk” dengan menyerang ke segala arah, termasuk instansi penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo