Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Karena MK Bukan Mahkamah Keluarga

Mahkamah Konstitusi harus menolak permohonan uji materi syarat usia calon presiden dan wakilnya. Demi mencegah kegaduhan politik dan penyalahgunaan kekuasaan.

16 Oktober 2023 | 07.00 WIB

Konflik Kepentingan Ketua Mahkamah Konstitusi
Perbesar
Konflik Kepentingan Ketua Mahkamah Konstitusi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Editorial Tempo.co

------------------------

BANYAK yang berharap-harap cemas menanti putusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat usia calon presiden dan wakilnya yang akan dibacakan hari ini. Apalagi, beberapa hari terakhir, beredar kabar bahwa MK menyiapkan putusan yang bisa memicu kegaduhan politik berkepanjangan.

Mahkamah konstitusi hari ini, 16 Oktober 2023, akan memutus perkara uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu mengatur batas usia calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun. Partai Solidaritas Indonesia dan tujuh kelompok pemohon uji materi lainnya meminta syarat minimal usia itu diturunkan, dengan dalil untuk memberi kesempatan kepada calon yang lebih muda.

Seiring masuknya gugatan ke MK, perhatian orang pun tertuju kepada anak sulung Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka. Maklum, sejumlah kelompok relawan Jokowi semakin gencar mengapungkan nama Gibran sebagai calon pendamping Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden 2024. Namun, sampai masa pendaftaran pasangan calon pada 19-25 Oktober ini, Gibran baru berusia 36 tahun. Maka, putusan MK hari ini akan sangat menentukan peluang Gibran untuk maju sebagai calon wakil presiden atau tidak. 

Keruwetan politik segera terbayangkan bila MK membuat putusan yang membuka peluang bagi Gibran—yang kini menjabat Wali Kota Surakarta. Kabar yang beredar, Mahkamah Konstitusi tidak mengurangi batas usia minimal calon presiden dan wakilnya, tapi membuka pintu baru: calon di bawah 40 tahun boleh mendaftar asalkan pernah menjadi kepala daerah. Bila benar demikian, putusan Mahkamah Konstitusi itu jelas hasil akal-akalan dan sarat konflik kepentingan. 

Kita tahu, Partai Solidaritas Indonesia yang mengajukan uji materi saat ini dipimpin adik kandung Gibran, Kesang Pangarep. Dua pemohon uji materi lainnya juga terang-terangan mengaku sebagai fans Gibran. Sementara Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, yang sangat menentukan dalam membuat putusan, tidak lain adalah adik ipar Jokowi. Bila putusan MK sampai melapangkan jalan untuk Gibran, jangan salahkan orang yang menyebut MK sebagai “Mahkamah Keluarga”. 

Demi menghindari benturan kepentingan, sejak menikahi adik Jokowi, Anwar Usman seharusnya mundur dari Mahakamah Konstitusi. Faktanya, Anwar hingga kini masih menjabat Ketua MK. Kita pun tak pernah mendengar ada kesepakatan atau aturan main yang terang agar hubungan kekeluargaan Presiden dan ketua MK itu tidak disalahgunakan. Gejala yang kerap terlihat justru sebaliknya.  

Ketika putusan MK dinodai kepentingan politik praktis, kepercayaan publik terhadap lembaga itu akan tergerus sampai titik terendah. Di musim pemilu, absennya kepercayaan publik terhadap MK sangatlah berbahaya. Bayangkan bila dalam pemilihan presiden nanti ada kubu yang mencurigai telah terjadi kecurangan. Ke mana mereka akan mempersengketakan hasil pemilu kalau MK tidak dipercaya lagi? Salah-salah, kecurigaan akan adanya kecurangan bisa berlanjut menjadi huru-hara politik di jalanan.

Pilihan terbaik hari ini, Mahkamah Konstitusi seharusnya menolak semua permohonan judicial review syarat usia calon presiden. Apalagi, tak ada masalah konstitusionalitas dalam pasal yang membatasi usia minimal capres dan cawapres itu. Kalaupun syarat usia capres dan cawapres mau diubah, hal itu semestinya menjadi wewenang pembuat undang-undang, yakni Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah. MK seharusnya tidak melampaui batas dengan mengambil alih wewenang pembuat undang-undang. Tugas MK adalah memastikan DPR dan pemerintah tidak membuat undang-undang yang menabrak konstitusi.

Singkat kata, dalam memutus perkara syarat usia capres-cawapres, Mahkamah Konstitusi seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat serta masa depan demokrasi di negeri ini. MK tidak boleh menjadi alat pemuas syahwat politik segelintir orang atau menjadi hulubalang bagi penguasa yang hendak melanggengkan kekuasannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jajang Jamaludin

Jajang Jamaludin

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus