Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPUTUSAN pemerintah menaikkan anggaran pertahanan 2024 sangat janggal. Apalagi pada tahun politik itu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ikut bertarung dalam pemilihan presiden. Dengan dalih memperkuat pertahanan, penambahan bujet di kementerian yang dipimpin Prabowo itu rawan diselewengkan untuk kepentingan elektoral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesepakatan menaikkan anggaran Kementerian Pertahanan terjadi saat Prabowo rapat bersama Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Istana Bogor pada 28 November lalu. Mereka menyepakati penambahan alokasi belanja alat utama sistem senjata yang diperoleh dari utang luar negeri sebesar US$ 4,25 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mendapat tambahan sekitar Rp 65 triliun, Kementerian Pertahanan akan mengelola duit sebesar Rp 386 triliun pada 2024. Efektivitas Prabowo membelanjakan anggaran sebanyak itu diragukan karena masa pemerintahan tersisa kurang dari setahun. Apalagi Ketua Umum Partai Gerindra itu akan sibuk mengurusi kampanye ketimbang persoalan Kementerian.
Prabowo mesti membeberkan pemakaian anggaran itu secara gamblang agar masyarakat bisa ikut mengawasi. Dia tak boleh semena-mena melabeli rahasia terhadap urusan internal dan rencana belanja peralatan pertahanan tahun depan. Rakyat hanya ingin memastikan bujet yang besar itu dipakai secara efektif untuk memperkuat pertahanan dan bukan untuk membiayai pemenangan Prabowo dalam Pemilihan Umum 2024.
Kecurigaan penyelewengan dana pertahanan itu beralasan karena disetujui menjelang pemungutan suara 2024. Terlebih, kenaikan bujet itu terjadi setelah Prabowo memilih Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Jokowi, sebagai calon wakil presiden.
Potensi penyimpangan anggaran pertahanan sangat besar karena pengelolaannya jauh dari prinsip akuntabilitas dan transparansi. Transparency International pernah membuat kajian berjudul “Government Defence Integrity Index” pada 2020, yang menilai sektor pertahanan Indonesia sangat rentan terjadi korupsi. Sebab, sistem pengadaan, kontrak, dan pencegahan korupsi di lembaga pertahanan sangat tertutup dengan dalih menjaga kerahasiaan dan keamanan negara.
Mengabaikan transparansi dan akuntabilitas, anggaran pertahanan bisa diselewengkan untuk kepentingan segelintir elite. Kita masih ingat cara Prabowo mengelola bujet dalam program lumbung pangan di Kalimantan Tengah. Proyek itu dikerjakan perusahaan yang tak punya rekam jejak yang jelas dan terafiliasi dengan sejumlah elite Gerindra. Tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan juga menemukan pengadaan senilai ratusan miliar rupiah dalam program komponen cadangan yang menyalahi undang-undang.
Rekam jejak Kementerian Pertahanan di bawah Prabowo dalam memakai bujet membuat pendekatan penganggaran harus dirombak. Lembaga audit, Kementerian Keuangan, dan masyarakat sipil tak boleh membiarkan Kementerian Pertahanan menyembunyikan belanjanya karena itu bertentangan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Prabowo, dalam kampanye calon presiden di Pemilu 2014 dan 2019, sering berkoar-koar bahwa anggaran negara banyak yang bocor. Saatnya Prabowo membuktikan konsistensi dan ucapannya dengan membuka anggaran pertahanan kepada publik. Jika tidak, ucapan Prabowo cuma omong kosong dan bisa jadi dia sedang menangguk untung dari besarnya bujet pertahanan itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo