Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Kedermawanan Versi Mahkamah Agung

Sebagai aparat negara, kepala lembaga pemasyarakatan diharamkan menerima pemberian, terlebih dari narapidana.

10 Desember 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali narapidana suap Fahmi Darmawansyah di kasus suap Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.

  • Meski Fahmi menempati sel mewah, hakim agung menilai pemberian mobil tersebut bukan untuk memperoleh keuntungan di penjara.

  • Sepanjang 2019-2020, Mahkamah Agung Setidaknya mendiskon hukuman bagi 23 terpidana korupsi.

RASANYA, cuma hakim agung di Indonesia yang menyamakan suap dengan kemurahan hati. Mereka menyebut penyuap sebagai dermawan yang perlu mendapat korting hukuman.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Senin lalu, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan Fahmi Darmawansyah, terpidana kasus suap Badan Keamanan Laut. Saat dipenjara di Sukamiskin, Bandung, dia menempati sel mewah. Persidangan pada awal tahun lalu membuktikan bahwa Fahmi menyuap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein, dengan kendaraan Mitsubishi Triton, tas Louis Vuitton, dan sandal. Pengadilan Negeri Bandung memvonis Fahmi dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam putusan PK, Mahkamah menilai pemberian mobil itu bukan didasari niat mencari keuntungan, melainkan sifat kedermawanan Fahmi. Dengan dalil itu, majelis hakim yang terdiri atas Salman Luthan, Abdul Latif, dan Sofyan Sitompul memotong hukuman Fahmi menjadi 1 tahun 6 bulan penjara. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kedermawanan sebagai kebaikan hati terhadap sesama manusia atau kemurahan hati. Fahmi bisa saja disebut dermawan bila membagikan uang sekitar Rp 400 juta—setara dengan harga Mitsubishi Triton—kepada fakir miskin, anak yatim, ataupun korban bencana. Tapi, ketika memberikan mobil kepada kepala lapas, yang bergaji resmi sekitar Rp 21,5 juta, Fahmi jelas bukan bermurah hati.

Motif pemberian itu sejatinya sangat telanjang. Bagi narapidana, kepala lapas adalah "raja" yang bisa memberi perlindungan, kelonggaran aturan, serta fasilitas mewah. Karena itu,  pemberian seorang narapidana kepada kepala penjara sulit dibedakan dari penyuapan untuk mendapatkan perlakuan istimewa.

Di mata sebagian anggota masyarakat, seorang koruptor memang bisa dipandang sebagai orang yang mulia selama dia rajin membangun tempat ibadah, memuluskan jalan kampung, atau menyumbang pesta warga. Tapi, sebagai benteng terakhir penegakan hukum, para hakim agung semestinya meluruskan pandangan keliru itu.

Putusan yang menyebut sogokan sebagai kedermawanan membuka penyakit permisif terhadap korupsi yang menjangkiti MA belakangan ini. Sepanjang 2019-2020, MA setidaknya memangkas hukuman 23 terpidana korupsi. Misalnya, Mahkamah mendiskon hukuman untuk politikus Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari 14 menjadi 8 tahun kurungan.

Penyakit lainnya, dalam membuat putusan, para hakim agung semakin malas membangun penalaran hukum (legal reasoning) yang gamblang. Karena itu, para pencari keadilan dan ahli hukum kian sulit menilai apakah putusan MA tersebut sesat hukum atau tidak.

Di tengah musim diskon hukuman bagi koruptor serta buruknya kualitas putusan, wibawa MA—yang seharusnya menjadi badan peradilan independen tertinggi, tepercaya, dan terhormat—semakin sulit ditegakkan.  

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus