Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Kisah Maryam dari Ambarawa

Karya terbaru Robby Ertanto yang layak ditonton: penggarapan yang unik dan liris

11 April 2019 | 16.27 WIB

Tutie Kirana meraih penghargaan Aktris Pendukung Pilihan Tempo 2018 dalam film Ave Maryam. Ia menyisihkan tiga nominator lainnya dalam Festival Film Tempo 2018. Dok. Pratama Pradana Picture
Perbesar
Tutie Kirana meraih penghargaan Aktris Pendukung Pilihan Tempo 2018 dalam film Ave Maryam. Ia menyisihkan tiga nominator lainnya dalam Festival Film Tempo 2018. Dok. Pratama Pradana Picture

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Di Ambarawa, di sebuah masa, di sebuah rumah biara adalah seorang Maryam (Maudy Koesnaedy). Berwajah manis dan teduh, bertubuh tinggi semampai dan seperti halnya para biarawati lainnya, dia memulai harinya saat matahari masih tertidur saat Suster sepuh Monik (Tuti Kirana) memanggilnya. Tugas Suster Maryam selain mengerjakan pekerjaan domestik sehari-hari adalah mengurus Suster Monik yang sudah senja dan didera dementia. Itu artinya, Maryam wajib memandikannya pagi dan sore, menyuapi makanan, mengingatkan untuk minum obat. Semua dikerjakan dari hingga dentingan sendok ke piring memecah pagi yang berarti Suster Monik membutuhkan Maryam hingga matahari kembali terlelap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Rangkaian rutinitas itu diselingi dengan permainan catur antar suster, permainan alat musik orkestra dan koor gereja. Tentu saja sesekali Maryam akan membiarkan suster Monik—jika dalam keadaan sehat dan melankolik--sesekali memutar piringan hitam dan mengenang sebuah masa lalu yang tak pernah diutarakan kepada siapa pun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas datang si pengguncang: Yosef (Chicco Jerikho). Tampan, nyeleneh, dirigen orkestra yang dengan asyik membangkitkan semangat para pemusik gereja. Semua mata menatap dengan kagum padanya, termasuk sepasang mata Suster Maryam. Tapi ingat: Yosep adalah seorang romo, yang sama seperti para penghuni biara: bersumpah mengabdikan hidup pada Sang Pencipta. Yosef juga mempunyai mata dan hati. Matanya tertuju pada semua orang di sekelilingnya, sesuai pada pengabdiannya. Tetapi hatinya tertancap pada Suster Maryam.

Kisah cinta terlarang tentu saja sebuah tema klasik yang sudah dikunyah begitu banyak sineas dan sastrawan. Jadi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana sutradara Robby Ertanto menggarapnya agar film ini menjadi istimewa. Pertama-tama, tentu saja pemilihan latar belakang Robby adalah sesuatu yang menarik. Tetapi untuk saya, lebih menarik lagi adalah bagaimana dia membangun suasana liris sejak adegan awal. Musik scoring dari Rooftop dengan soundtrack dari The Spouse yang menampilkan suara Aimee Saras itu bergetar menyanyikan lagi Sacred Heart; seolah membangunkan segala hasrat. Lalu kita menyaksikan Suster Maryam yang membuka sebuah jendela yang menghadap lautan penuh buih yang tergambar seperti sebuah lukisan surealis. Puitis sekaligus mencekam.

Tetapi selanjutnya adalah serangkaian adegan realita pagi: Maryam dan pengabdian kerutinan pagi.

Tentu saja untuk menit-menit pertama, kerutinan Maryam terasa datar, karena memang itulah yang diniatkan sutradara. Drama baru terkuak ketika Yosef yang membawa sekeranjang sejarah dirinya dan sejarah biara itu. Lelaki itu datang dan mengocok, merangsek sekaligus meruntuhkan segala keteduhan dan kedamaian.

Kali ini Robby Ertanto berbicara dengan liris, menggunakan simbol dan bahasa kamera semiotik. Setiap kali kamera mewakili sudut pandang Maryam di dalam asrama, maka layar menjadi padat, penuh dengan hiruk pikuk; begitu Maryam berada di luar, maka terlihatlah dunia yang luas tak terbatas. Dan itu pula yang terasa ketika akhirnya Suster Maryam ke tepi pantai bersama Romo Yosef.

Pilihan lokasi asrama yang menggunakan sebuah asrama susteran yang di masa lalu dibangun oleh 100 biarawati di masa Belanda itu, adalah keberhasilan pencaharian sutradara dan tim artistik. Bentuk dapur terbuka khas rumah Hindia Belanda dan kamar mandi luas adalah peninggalan sejarah yang secara visual menjadi cantik.

Maudy Koesnaedy dan Tuti Kirana tampil bercahaya dan saling mengisi. Maudy kini adalah Maryam yang ekonomis dengan kata-kata, jauh dari karakter Zaenab dan penuh gairah cinta. Sementara, Tuti Kirana berhasil menjadi Aktris Pendukung Pilihan Tempo tahun ini karena perannya sebagai Suster Monik yang rapuh, ringkih sekaligus menyimpan gejolak masa lalu.

Robby menceritakan kompeksitas hati manusia dengan cara yang sederhana dan menyentuh.

 

AVE MARYAM

Sutradara: Robby Ertanto

Skenario: Robby Ertanto

Pemain: Maudy Koesnaedy, Chicco Jerikho, Tuti Kirana, Olga Lydia, Joko Anwar

Produksi: Summerland

 

Leila S. Chudori

Kontributor Tempo, menulis novel, cerita pendek, dan ulasan film.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus